Sidang gugatan praperadilan Edwin Saprin, tersangka kasus senjata tajam, terhadap Ditreskrimum Polda Kalteng, digelar Rabu (23/9). Sidang itu kembali mendengarkan keterangan saksi dari pihak pemohon. Disebutkan, adanya tindakan penganiayaan terhadap anak tersangka yakni Obot.
”Dia dipaksa mengaku sebagai pencuri, padahal sawit itu milik mereka sendiri. Lantaran babak belur dianiaya anggota yang membawa senjata api, dia terpaksa mengaku,” kata saksi Purwanto di hadapan hakim tunggal Erianto S.
Menurutnya, penganiayaan itu bermula pada 9 September 2015 lalu. Setelah Edwin ditangkap pada 19 Agustus 2015, Obot memanen sawit dilahan mereka yang berdampingan dengan PT Makin.
Ketika itu Purwanto diminta Obot menyetir truk bermuatan sawit untuk dibawa ke Parenggean. Ketika melintas di pos satpam, truk dihentikan dan ditanyai surat jalan. Setelah ditunjukkan, petugas menyebut itu bukan surat jalan. Karena surat ditandatangani oleh Obot.
”Katanya harus tanda tangan Pak Edwin. Di surat itu tertulis Edwin garis miring Obot, yang tanda tangan Obot,” ujar Purwanto.
Saat itu Purwanto dibawa satpam dan anggota yang diduga dari brimob itu ke pondok Edwin. Di sana ada Obot dan tiga rekannya yang sedang tidur. Petugas membangunkan mereka.
Sementara Purwanto hanya di dalam mobil, tidak diperbolehkan keluar bersama sejumlah satpam perusahaan. Dia melihat Obot dan rekannya dipukul oleh oknum anggota. ”Alasan dipukul saya tidak tahu,” ungkapnya.
Dari pondok itu Obot dibawa menuju kilometer 17. Di sana, Obot, menurut Purwanto, diminta mengakui sawit itu milik PT Makin. Lantaran menolak, dia dihajar. ”Karena terus dipukul, bahkan juga sendal saya digunakan anggota memukulnya, dia terpaksa mengaku,” ungkap Purwanto.
Malam itu Obot dibawa ke Polres Kotim oleh salah seorang yang mengaku manajer dari PT Makin. ”Mereka sendiri menyebut dia itu manajer baru,” ujar Purwanto.
Dua hari setelah diperiksa di Polres Kotim, mereka dipersilakan pulang. Tanpa tahu secara pasti dipulangkan karena alasan apa.
Purwanto melanjutkan, penganiayaan terhadap Obot yang juga dilakukan oleh satpam PT Makin yang menyebut namanya Zain. Mereka menuduh Obot sebagai pencuri lantaran menurut satpam ada sawit PT Makin yang diduga dicuri diblok 71.
”Blok 71 itu jauh lokasinya dari lahan Pak Edwin,” ujar Purwanto menjawab pertanyaan dari kuasa hukum Edwin yakni Kamarudin Simanjuntak dan JMT Simatupang.
Pertanyaan pihak kuasa hukum itu juga beberapa kali diprotes oleh pihak kuasa dari Ditreskrimum yang beberapa kali menanyakan terkait aksi penganiayaan dari para anggota. ”Keberatan Yang Mulia, ini kan masalah praperadilan kenapa sampai ke situ arahnya,” ujarnya.
Kemudian hakim meminta pihak kuasa hukum Edwin untuk lebih menekan kepada pokok gugatan mereka. ”Iya Yang Mulia, tapi ini ada kaitannya dengan tindakan yang dilakukan oleh aparat,” jawab pihak kuasa hukum Edwin lagi.
Purwanto, dalam keterangannya, tidak mengetahui siapa yang memanen sawit itu. Karena saat di lokasi itu buah sudah ada dalam truk. Namun dia menyebut Edwin memang memiliki lahan sawit, terutama di sekitar pondok yang lokasinya tidak jauh dari PT Makin.
Hal itu juga diakuia saksi Effendi dan Mardian. ”Waktu kejadian saya memang tidak ada, tetapi saya memang kerja di situ,” ujar Effendi.
Sementara Mardian menyebut sawit yang dimuat pada 9 September itu memang dipanen dari lahan Edwin sehari sebelumnya. Bahkan dia melihat pemanenan itu. ”Saya hanya dengar saja masalah itu (penahanan) namun tidak melihat langsung,” tukasnya. (co/dwi)