Rombongan yacht (kapal layar ringan dan cepat) berjuang menakhlukkan ombak untuk menuju Kumai. Tantangan alam itu harus dihadapi demi mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).
Tim, turis asal Australia, mengatakan bahwa rencana awal ada 24 yacht yang akan berkunjung ke Kobar. Namun, 20 yacht lainnya terjebak gelombang tinggi di Karimunjawa, kepulauan di Laut Jawa.
"Tapi sayangnya cuaca sangat buruk, ketika kami berada di laut, angin sangat kencang, terutama di Karimunjawa," ucap Tim, Rabu (7/10).
Dia menceritakan, rombongan 24 yacht sempat tidak bisa berlabuh ketika melakukan pelayaran dari Bali menuju Karimunjawa untuk menghadiri resepsi pernikahan temannya. Setelah menunggu cukup lama. akhirnya 20 kapal bisa berlabuh, sedangkan empat yacht yang gagal berlabuh langsung melanjukan perjalanan ke Kumai.
"Kami sangat sedih terjebak tidak bisa berlabuh dan kami putuskan untuk langsung ke Tanjung Puting. Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang sudah memudahkan urusan kami," katanya.
Sesampai di Kobar, rombongan mengunjungi beberapa tempat di Pangkalan Bun dan TNTP. Mereka menikmati perjalanan tersebut karena warga lokal sangat terbuka terhadap wisatawan.
Tim akan melanjutkan perjalanan menuju Malaysia jika cuaca bagus pada Kamis pagi. Perjalanan mereka saat ini sudah tiga pekan. "Setelah ini kami akan menempuh perjalanan sepanjang 600 mil menuju Malaysia," ujar Tim.
Karena jadwal sangat padat, mereka harus menyelesaikan kunjungan di setiap lokasi tepat waktu. Tim juga berharap 20 yatch yang berada di Karimunjawa bisa cepat menuju ke Kobar agar nantinya bisa meneruskan perjalanan dan berkumpul kembali semua.
"Mudah-mudahan mereka bisa berkumpul besok bisa keliling Indonesia kembali," harapnya.
Menurut Tim, ada beberapa anggota yang menderita asma sehingga tidak bisa ke lokasi yang berasap. "Saya rasa perjalanan kami terganggu karena asap, sangat sakit bagi kami untuk tetap melanjutkannya," ungkapnya.
Sebenarnya pihaknya sudah memprediksi negara tropis akan dipenuhi asap saat kemarau, tetapi tidak menduga asap separah ini. Beberapa kapal pulang duluan karena asap, tidak seperti yang pihaknya rencanakan. Asap membuat penyakit, selain itu membuat kotor kapal, dan bisa merusak mesin.
"Kami mengerti asap yang ditimbulkan untuk kepentingan industri kelapa sawit, tapi paling tidak harus seimbang dengan konservasi. Seperti perkembangan hewan orangutan. Kami sangat menyayangi orangutan, kalian mempunyai sumber daya yang sangat fantastis," tutur turis asal negeri kanguru ini.
Tim berharap Indonesia mempuyai perekonomian yang stabil. Pihaknya juga terkesan dengan peraturan pemerintah terhadap Tanjung Puting.
"Seiring dengan berjalannya waktu kami harap peraturan pemerintah tentang kelapa sawit berjalan dengan seimbang," tandasnya.
Selama berada di Indonesia mereka sangat terkesan terutama saat berada di Pelabuhan Panglima Utar Kumai dan beberapa kota lainnya. Mereka juga sangat mengagumi upacara penyambutan seperti tarian dan nyanyian .
"Kami tidak pernah mendapatkan sambutan seperti ini di negara lainnya, hanya di Indonesia ada seperti ini," ujar Tim.
Mereka berharap lebih lama berkunjung di Indonesia, namun visa kunjungannya hanya selama tiga bulan. Waktu tiga bulan tidak cukup untuk mengelilingi negeri sebesar Indonesia.
Seperti diketahui, kapal yacht merupakan sebagai kapal layar ringan dan cepat yang digunakan untuk pelayaran hobi. Yacht memiliki panjang yang bervariasi mulai dari 6 meter 30 meter. Namun, kebanyakan yacht pribadi memiliki panjang sekitar 7-14 meter. (rm-70/yit)