KOTAWARINGIN LAMA – Bantuan paket elpiji dari pemerintah kepada warga miskin ternyata banyak yang rusak. Sehari pascapembagian, sejumlah penerima mengeluh karena barang tidak dapat dimaanfaatkan.
Di RT 1 Kelurahan Kotawaringin Hulu (Kohul), ada 10 orang yang melapor ke ketua RT karena kompor rusak. Selain itu, ada 15 warga RT 5 Kohul langsung menyerahkan kompornya ke kediaman ketua RT. Hal serupa juga terjadi pada 15 warga di RT 4 Kohul.
Ketua RT 4 Kohul Yusransyah mengatakan, dari 85 KK penerima bantuan, 15 KK diantaranya rusak. Berdasarkan penjelasan konsultan yang rusak dikumpulkan ke kediaman ketua RT dan selanjutnya pihak terkait akan memperbaiki atau menganti kerusakannya.
”Saat ini ada petugas yang datang langsung membetulkan kompor yang rusak, tetapi saya tidak tahu apakah petugas ini yang dimaksud konsultan atau bukan,” jelas Yusansyah, Minggu (8/11).
Andi Irawan, petugas yang membetulkan kompor gas rusak, mengaku bukan dari Pertamina ataupun penyalur bantuan kompor gas. Dirinya mengaku dari sebuah perusahaan PT Ija Central Safety Gas.
”Kita membantu memperbaiki kompor yang rusak dan menyosialisasikan tata cara penggunaan dan keamanan kompor gas beserta perangkatnya tanpa dipungut biaya. Tetapi kalau ada warga yang membutuhkan selang dan regulator, kami menyediakan, namun tidak dipaksakan,” jelasnya.
Disinggung apakah pihaknya yang bekerjasama dengan pihak konsultan yang menjual pentilator atau pengaman otomatis gas elpiji yang dihargai sebesar Rp 50 ribu, Andi membantahnya. Dia mengaku tidak tahu menahu soal itu.
Sementara itu di tempat lain ada juga petugas yang membantu memasangkaan ataupun memperbaiki kompor gas bantuan yang rusak. ”Kami dari PT Guna Indah Makmur dan tidak ada sangkut pautnya dengan pihak konsultan gas Miranti dan kami tidak menjual nosel atau pentilator,” ujar Ridho.
Nanang, warga Kohul, kecewa dengan pentilator mahal yang ditawarkan pihak konsultan. Dirinya tidak percaya bahwa oknum konsultan tidak mengetahui harga pentilator itu.
”Saya rasa ini sudah ada kerjasama saling menguntungkan antara konsultan Miranti dan PT Tiga Jaya Abadi yang katanya pemilik pentilator, dan dugaan praktik meraup untung sebesar-besarnya ini bukan hanya dilakukan di Kohul dan Kohil saja. Di tempat lainpun kami kira ada praktik yang sama,” ucap Nanang kesal.
Nanang mengatakan, warga tidak mempersoalkan barangnya, tetapi harganya. ”Berapa pun harganya, demi keamanan akan dibeli warga, meski berutang ke tetangga” pungkasnya.(gst/yit)