PANGKALAN BUN – Kerugian peternak ikan keramba di Sungai Arut diperkirakan mencapai Rp 6 miliar. Sebab, semua ikan nila yang dibudidayakan mati setelah air sungai berubah dari cokelat menjadi jernih kehijauan.
Pemilik keramba, Diati, mengungkapkan bahwa kerugian Rp 6 miliar tersebut merupakan keseluruhan petani keramba yang ada di Sungai Arut. Tidak satu pun ikan nila yang bertahan hidup.
"Tiap tahun memang seperti ini, tapi ini yang paling parah. Dulu, tidak semua ikan mati. Ada beberapa jenis ikan yang masih bisa bertahan," ungkap Diati, Selasa (10/11).
Kebanyakan para petani saat ini belum berani menebar bibit ikan. Mereka akan menunggu sampai kondisi Sungai Arut kembali normal. "Bagi yang kehabisan modal, bisa gulung tikar. Saya saja sudah lebih Rp 400 juta merugi," kata Diati.
Diati biasanya bisa memenuhi orderan untuk rumah makan setiap hari, namun saat ini pihaknya tidak bisa lagi memenuhi orderan tersebut. Setok ikan segar pun kosong. Untuk ikan dalam kondisi mati, para petani membuang langsung ke sungai, sedangkan yang masih segar, langsung dijual ke pasar ataupun dijadikan ikan asin.
"Ikan di keramba maupun ikan liar mati semua, kemarin saja ada yang nangguk dan menumbak dapat ikan belida besar 10 kilogram, pada mabuk semua ikannya," ujar Diati.
Terpisah, penjual ikan Pasar Indrasari Dahyanti mengatakan, harga ikan saat ini mengalami penurunan drastis. Ikan bawal semula Rp 25 ribu menjadi Rp 5 ribu per kilogram, ikan bila semula Rp 48 ribu menjadi Rp 40 ribu per kilogram, ikan baung dari harga Rp 90 ribu menjadi Rp 50 ribu per kilogram, ikan patin semula Rp 35 ribu menjadi Rp 20 ribu per kilogram, ikan mas Rp 40 ribu menjadi Rp 20 ribu, dan ikan lais semula Rp 150 ribu menjadi Rp 100 ribu.
"Ini ikannya dari keramba semua, pengaruh harga turun drastis gara-gara banyak yang mati. Beberapa hari lalu hujan deras sungai jadi jernih, akibat pengaruh limbah sawit," tandas Dahyanti.
Sementara itu, pemilik rumah makan Semangat 47, Agus, mengatakan bahwa berkurangnya setok ikan di keramba Sungai Arut tidak berpengaruh terhadap rumah makan miliknya. Pihaknya masih bisa mengimbangi dengan mendatangkan setok ikan segar dari Sungai Rasau Lamandau serta dari ikan laut.
"Tidak masalah, kita masih mempunyai alternatif lain dan minat pelanggan untuk makan ikan juga tidak berkurang. Kalaupun stok ikan kosong mereka bisa memilih menu lainnya," kata Agus. (jok/yit)