PALANGKA RAYA – Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pegawai Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng, Do, jadi cerminan masih maraknya praktik busuk di lingkup pemerintahan di tengah gencarnya penegakan hukum. Oknum serakah yang berniat mengeruk harta dengan cara haram disinyalir masih banyak bergentayangan.
”Kapan perlu operasi tersebut perlu lebih digiatkan lagi. Sebab, masih banyak manusia-manusia serakah yang selalu kurang dan kurang kendati sudah diberi penghasilan yang cukup," kata Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kalteng Wikarya F Dirun, Sabtu (1/12).
Kejaksaan Negeri Palangka Raya (Kejari) sebelumnya melakukan OTT terhadap Do di kantor BKD Kalteng, Jumat (30/11). Dia diringkus tim Kejari terkait dugaan suap atau pemerasan kenaikan pangkat pegawai. Kejari juga mengamankan uang sekitar Rp 13 juta yang diduga sebagai pemulus kenaikan pangkat yang dimaksud.
Wikarya menuturkan, dari sisi hukum, tidak ada cara lain untuk mencegah praktik lancung itu tumbuh subur selain semua aspek birokrasi wajib transparan dalam pelaksanaan perekrutan CPNS atau promosi jabatan. Masyarakat perlu diberikan akses seluas-luasnya pada wilayah yang rawan terjadi praktik korup.
”Transparansi dan akses seluas-luasnya bagi semua orang akan menjadi kontrol terhadap oknum serakah yang hanya mementingkan kepentingan pribadi," tegasnya.
Kasus korupsi, suap, atau pemerasan, lanjut Wikarya, berpotensi besar terjadi apabila tidak ada pengawasan dari seluruh elemen masyarakat. Perkara yang membelit Do merupakan kasus yang sudah sering terjadi, hanya waktu dan tempatnya yang berbeda.
”OTT salah satu tindakan agar para pelaku mawas diri. Mungkin jika tidak ada OTT yang dilakukan aparat penegak hukum, kasus akan selalu dan selalu berulang,” katanya.
Menurut Wikarya, keberadaan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang dibentuk, pengawasannya masih sangat lemah. Terutama terkait aturan ASN yang berhubungan dengan pihak luar dalam masalah jabatan.
”Baiknya mencontek seperti di pengadilan dewasa ini, di mana pihak luar yang berurusan dengan pejabat pengadilan, wajib dilakukan di tempat terbuka atau yang ada kamera CCTV-nya. Saran saya, alangkah eloknya jika Gubernur (Kalteng Sugianto Sabran) memberi instruksi hal semacam ini," ujarnya.
Tersangka
Sementara itu, setelah pemeriksaan selama 1x24 jam pascapenangkapan, Kejari Palangka Raya menetapkan status tersangka terhadap Do. Meski jadi tersangka, dia tidak langsung ditahan karena kesehatannya menurun setelah diperiksa berjam-jam. Do tak sadarkan diri saat ditandu keluar gedung Kejari untuk dibawa ke rumah sakit.
”Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemerasan dan penyuapan. Mulai hari ini (kemarin, Red), yang bersangkutan sebenarnya ditahan selama dua puluh hari, namun dibawa dulu ke rumah sakit untuk mendapat perawatan karena kondisinya tidak sehat,” kata Kepala Kejari Palangka Raya Zet Tadung Allo, Sabtu (1/12).
Kepastian kondisi kesehatan tersangka pemerasan itu berdasarkan pemeriksaan tim dokter. Do memiliki riwayat penyakit saraf, epilepsi, atau sejenisnya.
”Apabila tersangka kondisinya tidak sehat setelah pemeriksaan, tidak bisa langsung ditahan. Harus diwarat dulu, setelah itu kalau sudah membaik akan langsung kami tahan,” ujarnya.
Pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut. Kejari belum bisa memastikan apakah akan ada tersangka lain selain yang bersangkutan. Masih ada beberapa proses untuk itu, yakni tahapan penyidikan berdasarkan keterangan peserta dan pengembangan dari dokumen yang disita.
”Berdasarkan analisa tim, sementara masih dilakukan sendiri. Tetapi, nanti, di tahap penyidikan baru kami ambil pengumpulan bukti berdasarkan keterangan dari saksi lain. Masih ada beberapa lagi yang perlu dikembangkan,” katanya.
Menurutnya, tindakan tersangka tergolong pemerasan. Sebab, peserta yang mengikuti ujian dinas tingkat I dan II, disebut-sebut tidak akan lulus jika tidak menyerahkan sejumlah uang.
Mengenai hal ini, Kejaksaan akan melakukan memanggil peserta yang mengikuti ujian dinas tingkat I dan II untuk dimintai keterangan. Meski demikian, Zet meminta agar peserta tes yang merasa sudah memberikan uang, agar segera melapor ke Kejari Palangka Raya atau Inspektorat Kalteng.
”Karena ini pemerasan dan yang memberi uang adalah korban, artinya harus melapor. Dalam ketentuannya, ujian ini tidak ada pungutan. Jadi, kalau sampai terjadi pungutan, maka itu pelanggaran,” tegasnya.
Hal ini dipertegas karena tidak menutup kemungkinan ada korban lain selain delapan orang yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Namun, apabila peserta yang memberi uang tidak segera melapor, statusnya sebagai korban bisa saja berubah menjadi tersangka. Pasalnya, orang yang memberi uang namun tidak melapor karena keberatan, bisa dikategorikan suap.
”Makanya, peserta yang merasa memberi uang dan menjadi korban, kami minta segera malapor. Ya, secepatnya saja. Kalau tidak, sama saja tindakan memberi uang tersebut sebagai suap, bukan lagi pemerasan. Kalau sudah suap, yang memberi uang juga bisa jadi tersangka,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Daud Zakariah mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh, peserta yang mengikuti ujian kenaikan tingkat cukup banyak. Dari tingkat II sekitar 137 orang dan tingkat I sekitar 300 orang. Pihaknya masih melakukan pendalaman untuk mengetahui jumlah peserta yang memberi uang.
”Jumlahnya belum kami ketahui (yang memberi uang, Red), tapi akan kami kembangkan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan. Makanya, peserta yang memberi uang kami minta melapor supaya mempermudah penyelesaian,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BKD Kalteng Katma F Dirun tidak berkomentar banyak mengenai kasus itu. Dia hanya membenarkan jika tersangka tersebut merupakan pegawai di BKD Kalteng.
Dalam penangkapan oleh Kejari tersebut, Katma ikut menyaksikan. Hal itu terlihat dari rekaman video yang beredar ketika OTT dilakukan. Dalam video itu, Kejari langsung mengiring Do yang menggunakan baju batik biru menuju sepeda motor miliknya bernopol KH 5281 YG yang diparkir di belakang kantor BKD.
Dalam jok motor tersimpan amplop cokelat berisi uang dan kartu ujian ASN. Ketika petugas Kejari membuka bungkusan kartu ujian dan data ASN, uang pelicin itu tersimpan dalam kertas putih sebesar Rp 13 juta dengan pecahan seratus ribu dan lima puluh ribu rupiah. Kejari memastikan akan meminta keterangan Katma.
”Semua bapak-apak disini akan dimintai keterangan. Apakah ini terstruktur atau tidak, nanti akan dikembangkan,” ujar salah seorang petugas dalam video itu.
Katma sempat berucap bahwa Do berniat menemuinya. Namun dia menolak. ”Tadi dia mau menemui saya, tapi saya bilang tidak bisa. Saya bilang sama dia, yang lulus, lulus, yang tidak, tidak. Saya pun tidak kenal dengan yang bersangkutan,” ucap Katma. (arj/sho/daq/ign)