SAMPIT – Kasus kriminal yang berujung pada sentimen SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) kembali mencuat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Alhasil, kabar itu membuat jagat maya di kalangan sejumlah warganet memanas. Padahal, polisi sudah merespons cepat kasus itu dengan mengamankan delapan tersangka.
Kemarahan netizen dipicu beredarnya video pengeroyokan terhadap seorang pemuda, Ar (19), yang dilakukan delapan orang yang disebut-sebut dari perguruan silat di Kotim, yakni Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Ada dua video adegan kekerasan yang diterima Radar Sampit dengan masing-masing durasi 29 detik dan 30 detik.
Video tersebut memperlihatkan Ar yang tak berkutik dipukul para pelaku. Dari percakapan di video, para pelaku geram karena remaja tersebut mengaku sebagai salah satu anggota perguruan mereka. Adegan memalukan yang tak seharusnya dilakukan para ”pendekar” itu justru direkam sendiri seorang pelaku hingga akhirnya meluas dan memicu kemarahan publik.
Jagat maya langsung ramai membahasnya. Bahkan, kabar itu meluas sampai luar Kalteng, yakni hingga Kalimantan Timur. Sebagian besar netizen mendesak agar perguruan silat yang menaungi para tersangka ikut bertanggung jawab. Sebagian lagi meminta aparat meredam isu yang beredar dengan melakukan penegakan hukum yang transparan dan tegas terhadap para pelaku.
Informasi yang dihimpun Radar Sampit, korban yang berasal dari Desa Luwuk Ranggan, dua kali mengalami tindak kekerasan dari para pelaku. Kejadian pertama dialami Minggu (12/2), sekitar pukul 01.00 WIB. Berlanjut lagi Senin(13/02) dini hari di lokasi yang sama, Jalan H Ikap, Kecamatan MB Ketapang. Video yang tersebar merupakan aksi kekerasan pada Minggu dini hari.
Aksi kekerasan itu dipicu lantaran korban tidak bisa menunjukkan kartu tanda anggota (KTA) dan sabuk sebagai anggota PSHT. ”Sebenarnya saya juga anggota perguruan silat itu di kampung (Desa Luwuk Ranggan, Red). Karena waktu itu pengurusnya bubar, jadi saya tidak sempat mendapat KTA. Karena saya tidak bisa menunjukkan, mereka marah dan memukuli saya,” kata Ar.
Para pelaku lalu memaksa korban agar tidak mengaku sebagai anggota perguruan silat tersebut. Korban yang awalnya hanya diinterogasi, akhirnya dipukuli. Pemukulan terjadi ketika korban dibawa salah satu pelaku ke Jalan H Ikap. ”Salah satu pelaku ada yang mabuk,” katanya.
Kasus tersebut membuat keluarga korban berang. Ayah korban tak tidak terima atas penganiayaan yang menimpa anaknya. ”Saya, bersama keluarga meminta seluruh pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku, karena ini sudah keterlaluan,” tegasnya, seraya menambahkan, kasus itu juga dilaporkan ke DAD Kotim atas dugaan pelanggaran adat.
Setelah menerima laporan penganiayaan itu, aparat langsung bergerak cepat menangkap delapan terduga pelaku. ”Penyidik masih mendalami motif di balik kasus penganiayaan tersebut,” kata Kapolres Kotim AKBP Mohammad Rommel melalui Kasat Reskrim Polres Kotim AKP Ahmad Budi Martono.
Budi menuturkan, pihaknya masih menunggu hasil visum terhadap korban. ”Untuk lukanya di bagian wajah korban,” ujarnya.
Budi menegaskan, proses hukum tetap berjalan. Kasus tersebut menjadi atensi untuk penanganannya. Selain itu, pihaknya tidak akan menolerir segala bentuk kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Polres Kotim.
”Kami juga mengimbau masyarakat untuk memercayakan kasus ini kepada kepolisian. Kami pastikan penindakannya dilakukan secara profesional sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Terpisah, Ketua PSHT Cabang Sampit Susanto membenarkan pelaku pengeroyokan merupakan anggota perguruan silat PSHT. Pihaknya akan melakukan pertemuan dengan DAD Kotim untuk menyelesaikan masalah itu.
”Semua pelaku sudah ditahan di Polres Kotim. Tanggal 14 Februari (hari ini, Red), kami akan melakukan pertemuan dengan DAD Kotim di kantor DAD untuk menjernihkan masalah ini. Sebelumnya sudah bertemu dengan DAD Kotim di Polres," ujarnya.
Menurut Susanto, dari informasi yang ada korban memang pernah mengikuti PSHT, namun belum sempat selesai atau tidak mengikuti jenjang pengkaderan hingga tuntas.
Jalur Adat
Sementara itu, Ketua Harian DAD Kotim Untung JR, Kamis (13/2), mendatangi kantor Polres Kotim. Dia datang bersama sejumlah tokoh adat lainnya serta anggota Barisan Pertahanan Dewan Adat Dayak (Batamad) untuk mengawal khusus korban kasus tersebut.
”Kedatangan kami mendampingi korban. Jadi, saya kemari mendampingi hukumnya sampai ke pengadilan nanti,” kata Untung.
Untung berharap masyarakat Kotim, khususnya di Kota Sampit, mempercayakan kasus tersebut sepenuhnya kepada pihak berwajib. ”DAD dan polisi sudah sepakat tindak pidana penganiayaan ini ditangani kepolisian, karena kasus ini memang murni pidana,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga akan menangani kasus tersebut secara adat. Dalam waktu dekat ini DAD akan melaksanakan sidang adat.
”Kami sepakat, proses pidananya tetap berjalan dan proses adat juga berjalan. Jadi, kami tidak mencampuri proses pidana, tapi kami hanya menangani urusan adat,” jelasnya. (sir/ang/dia/ign)