PALANGKA RAYA – Kabut misteri masih menyelimuti pasien positif virus korona baru (Covid-19) yang masih berusia 12 tahun. Jejak tertularnya bocah sekolah dasar tersebut belum diketahui pasti. Diduga kuat dia tertular dari kontak lokal. Di sisi lain, penyebaran Covid-19 di Palangka Raya diduga tak terkendali, namun tak terungkap.
Dugaan penularan dari kontak lokal itu berdasarkan data hasil penelusuran yang diperoleh Radar Sampit, dua hari lalu. Data itu juga beredar luas di media sosial, terutama melalui aplikasi pesan WhatsApp. Secara terang-benderang memuat identitas lengkap pasien hingga tempat tinggalnya.
Dari data itu, diperoleh informasi bahwa pasien tak melakukan perjalanan ke daerah terjangkit. Ironisnya, sebelum mendapat gejala klinis Covid-19 dan diperiksa pada 17 Maret, sepekan sebelumnya pasien mengikuti ujian di sekolahnya pada 2-10 Maret. Berdasarkan penelitian, gejala Covid-19 bisa muncul antara dua hari sampai dua pekan setelah terpapar virus.
Belum diketahui pasti apakah pasien tersebut tertular sejak dia masih aktif di sekolah atau ketika pemerintah meliburkan aktivitas belajar mengajar terkait wabah korona. Pemerintah Kota Palangka Raya baru mengambil keputusan libur pada 19 Maret.
Artinya, sebelum bocah itu mendapat gejala, kuat dugaan melakukan kontak dengan banyak orang. Di sisi lain, pintu masuk wilayah Palangka Raya masih terbuka lebar, termasuk dari wilayah episentrum penyebaran Covid-19, Jakarta. Dengan situasi demikian, pandemi tersebut diduga sudah meluas tanpa diketahui. Apalagi dalam beberapa kasus, orang yang terpapar virus tersebut tak memperlihatkan gejala sakit.
Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Pencegahan Covid-19 Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan, pihaknya bersama tim kabupaten dan kota terus melakukan pelacakan kontak pasien positif Covid-19 dan pasien dalam pengawasan (PDP). Hanya saja, siapa saja yang diketahui melakukan kontak, tidak serta merta dimasukan dalam kategori ODP (orang dalam pengawasan) apalagi PDP.
”Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi ODP dan PDP. Misalkan, orangnya kontak, tapi tidak ada tanda-tanda batuk pilek, tidak bisa dimasukkan ke ODP ataupun PDP. Bahkan, adanya bantuk pilek pun, tidak menjamin orang itu terjangkit. Oleh sebab itulah perlunya pemeriksaan,” ucapnya.
Suyuti tak menjelaskan secara rinci mengenai pelacakan terhadap riwayat kontak pasien positif Covid-19. Terutama terhadap pasien anak-anak. Dia hanya menyebutkan, satu pasien positif masih dikaji riwayat penularannya untuk memastikan apakah transmisi lokal atau kasus impor dari daerah terjangkit.
Lebih lanjut Suyuti mengatakan, jumlah pasien positif Covid-19 kembali bertambah. Total saat ini pasien yang terpapar sebanyak lima orang. Pasien kelima tersebut dirawat di ruang isolasi RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya.
Tim Gugus Tugas Percepatan Pencegahan Covid-19 Kalteng tak menyampaikan secara spesifik domisili yang bersangkutan. Namun, berdasarkan data tim yang melakukan penanganan, riwayat perjalanan terakhir pasien ke Jakarta.
”Yang pasti pasien kelima ini usianya sudah cukup tua. Dari data tim, riwayat kontak terakhir pasien sebelum dirawat di rumah sakit, sempat melakukan perjalan ke Jakarta,” kata Suyuti.
Suyuti mengatakan, jumlah PDP saat ini tidak ada penambahan, yakni sebanyak 40 orang. Namun, jumlah OPD meningkat signifikan, yakni mencapai 283 orang dari sebelumnya sebanyak 248 orang.
”Yang 40 orang PDP itu, 28 di antaranya sudah mendapat hasil negatif. Tujuh orang menunggu hasil laboratorium dan lima lainnya dinyatakan positif,” jelasnya.
Dengan kondisi saat ini, pihaknya memastikan akan memperluas bangsal ruang isolasi di RSUD dr Doris Sylvanus agar tetap mampu memberikan perawatan kepada PDP. Bahkan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Persatuan Perawat Indonesia untuk menyiapan tenaga sukarelawan yang nantinya membantu proses penanganan medis.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, ada dua dokter yang dimasukan dalam kategori PDP dan tengah dirawat di rumah sakit. Kedua dokter tersebut merupakan tenaga kesehatan yang intens melakukan kontak dengan PDP yang diisolasi di rumah sakit.
”Mudah-mudahan hasilnya negatif Covid-19, supaya mereka bisa sehat lagi dan memberikan layanan kepada pasien yang diisolasi. Kalau mereka sakit, maka tenaga kesehatan pasti berkurang dan akan mengganggu pelayanan,” katanya.
Puncak Kasus
Puncak kasus Covid-19 diperkirakan terjadi April. Setelah itu perlahan menurun. Namun, prediksi itu bisa diperpendek apabila masyarakat mematuhi instruksi pemerintah terkait menjaga jarak hingga menerapkan pola hidup sehat.
”Memang kalau hitung-hitungan perkiraan, puncaknya pada April nanti. Namun, kalau semua pihak ikut mendukung upaya pemerintah terkait pencegahan, saya pikir puncaknya bisa dipotong,” ujar Suyuti.
Terlepas dari upaya tersebut, Suyuti membantah adanya warga yang meninggal dunia di RSUD dr Doris Sylvanus akibat Covid-19. Memang, ucapnya, kemarin ada warga yang meninggal dunia dan dibawa ke rumah sakit. Pihak keluarga menduga meninggal akibat Covid-19.
”Saya tegaskan belum bisa memastikan apakah ada kaitannya dengan Covid-19, karena untuk menyatakan orang itu positif atau negatif, harus memerlukan pemeriksaan laboratorium yang bisa menjadi dasar,” tegasnya.
Dia juga tidak bisa memastikan apakah nanti akan ada hasil swab dari warga yang meninggal dunia tersebut. Sebab, perlunya pengambilan sampel atau tidak tergantung penilaian pihak rumah sakit. Bisa saja yang meninggal tersebut disebabkan faktor lain di luar Covid-19, sehingga pihak rumah sakit memutuskan tidak mengambil sampel.
”Jadi, saya tegaskan, terkait yang meninggal itu saya tidak bisa mengatakan Covid-19. Tidak bisa juga katakan tidak, karena tidak ada bukti atas hal tersebut,” pungkasnya. (sho/ign)