DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai lamban dan kurang garang mengambil sikap mengenai kasus tumpahnya minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di perairan Sungai Mentaya, wilayah Pelabuhan Bagendang. Harusnya, dengan kewenangannya, lembaga itu bisa lebih tegas dengan memanggil pihak terkait.
”Saya melihat DPRD kurang gesit mengambil langkah dalam kasus CPO yang tumpah di Bagendang. Harusnya, sejak kejadian itu mencuat, sudah memanggil pihak terkait, seperti KSOP, Pelindo, dan perusahaan pemilik minyak,” kata Arsusanto, Koordinator Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kotim, Rabu (18/8).
Menurutnya, DPRD tak perlu menunggu hasil penyelidikan eksekutif. Wakil rakyat juga bisa menggebrak dalam kasus tersebut. Apalagi kasus CPO yang tumpah ke sungai sudah berulang kali terjadi.
”Kalau urusan uji lab dan lain sebagainya adalah kerjaan eksekutif. Kalau DPRD, harusnya panggil perusahaan, panggil KSOP. Duduk bersama untuk membuat terang kejadian itu agar tidak terulang lagi. Saya harap DPRD tak menunggu eksekutif untuk urusan ini,” tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini kasus terhadap lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan, jarang diproses hukum secara serius. ”Dari kasus karhutla sampai kasus pencemaran sungai, apakah ada yang perkaranya disidangkan di pengadilan? Catatan kami menunjukkan tidak ada,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kurniawan mengatakan, kejadian retaknya lambung kapal pengangkut CPO harus bisa dipertanggungjawabkan KSOP serta otoritas terkait serta penyelenggara badan usaha pelabuhan. "Kami dari Komisi IV DPRD Kotim tentu sangat menyesalkan terjadinya tumpahan CPO ke Sungai Mentaya akibat kelalaian pihak terkait,” katanya.
Dia mempertanyakan sistem yang selama ini berjalan, mulai dari KSOP yang menerbitkan surat izin bergerak ataupun sandar di pelabuhan untuk mengisi lambung kapal tangker dengan minyak sawit. Apabila kebocoran itu terjadi di kawasan Laut Jawa, akan berdampak buruk dan kerugian yang ditimbulkan lebih besar.
”Kalau kita liat lebih jauh, keretakan kapal seperti ini bisa berdampak lebih besar, karena kapal membawa tenaga kerja. Bisa saja hal yang lebih buruk terjadi saat perjalanan,” katanya.
Dia meminta KSOP melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan, mulai dari pengecekan kelaikan kapal yang harus dilakukan secara serius. Selain itu, kegiatan kepelabuhanan yang melayani pelayaran internasional harus serius menjalankan aturan dan ketentuan dalam penyelenggaraannya.
”Apalagi Pelabuhan Bagendang sudah harus menjalankan IMDG (International Maritime Dangerous Goods) Code dan sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 16 tahun 2021 tentang Tata Cara Penanganan dan Pengangkutan Barang Berbahaya di Pelabuhan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, IMDG Code merupakan kode maritim yang mengatur mengenai penanganan barang berbahaya dan pengangkutan barang berbahaya pada transportasi laut. (ang/ign)