SAMPIT – Banjir bandang yang melanda hampir semua daerah di Kalimantan Tengah disebut-sebut sebagai balasan dari alam akibat rusaknya lingkungan. Kawasan penyangga di hulu yang selama ini mampu menahan luapan air, sebagian besar hilang akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran.
”Alam sudah memberi warning yang keras lewat bencana banjir, bahwa selama ini kita sudah jauh salah langkah dalam memperlakukan lingkungan. Sepanjang usia saya, banjir kali ini adalah yang terparah dari sekian banjir yang pernah terjadi dari beberapa dekade sebelumnya,” kata tokoh masyarakat Kotim Muhammad Arsyad, Selasa (7/9).
Catatan Radar Sampit sebelumnya, banjir di Kalteng melanda 12 kabupaten dan kota. Di antaranya, Kotawaringin Barat, Pulang Pisau, Katingan, Kotim, Gunung Mas, Seruyan, Lamandau, Murung Raya, Sukamara, Barito Utara, Kapuas, dan Palangka Raya. Masyarakat terdampak mencapai 23 ribu lebih kepala keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 41 ribu lebih.
Arsyad menuturkan, banjir juga telah memutus total jalur Trans Kalimantan di Kasongan - Kereng Pangi. Padahal, ruas itu satu-satunya jalur yang jadi urat nadi transportasi Sampit - Palangka Raya. Lumpuhnya jalur tersebut jelas merugikan banyak pihak.
Dia mengharapkan bencana tahun menjadi peringatan sekaligus bahan evaluasi kepala daerah terkait izin investasi ke depannya. ”Para pemangku kebijakan harus segera mengevaluasi total kebijakan di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan,” katanya.
Selain melakukan evaluasi atas kebijakan yang terlanjur salah, lalu memperbaikinya, lanjut Arsyad, hal yang tak kalah penting, sudah saatnya Pemprov Kalteng mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk membangun jalur baru Trans Kalimantan yang melintasi wilayah sepanjang pantai. Ruas baru itu membentang dari perbatasan Kalteng - Kalsel hingga wilayah barat menuju Kalbar.
”Dengan terbukanya jalur pantai, akan mengurangi eksploitasi alam di wilayah hulu yang sudah sangat kebablasan,” ujarnya.
Hutan wilayah hulu yang seharusnya menjadi zona penyangga mereduksi banjir akibat tingginya curah hujan, lanjut mantan legislator ini, kini telah kehilangan fungsinya. Hal tersebut akibat pembukaan perkebunan besar-besaran yang mengabaikan dampak lingkungan.
Kondisi demikian, tambahnya, diperparah lagi dengan pengalihfungsian danau dan rusaknya aliran anak sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya, Seruyan, dan DAS Katingan. Pentingnya membangun jalur alternatif jalan trans Kalimantan melintasi sepanjang garis pantai adalah antisipasi masa depan Kalteng.
”Jika melihat parahnya kondisi banjir saat ini dan memperhatikan kerusakan alam di wilayah hulu, saya meyakini bencana banjir ini dari waktu ke waktu akan semakin parah. Putusnya jalur yang selama ini menjadi langganan banjir pun akan terus berulang,” katanya.
Lebih lanjut Arsyad mengatakan, solusi menghindari banjir dengan membangun jalan layang di sepanjang jalur yang putus sangat tidak efesien. Selain perlu biaya mahal, juga bukan solusi terbaik untuk jangka panjang.
”Diperlukan jalur alternatif agar roda ekonomi Kalteg terus bergerak. Pastinya ada pemerataan pengembangan wilayah ekonomi. Tidak lagi terkonsentrasi di wilayah tengah ke hulu,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng) sebelumnya mengatakan, banjir yang terjadi di sejumlah kabupaten di Kalteng bukan sepenuhnya disebabkan intensitas hujan yang tinggi. Akan tetapi, bencana tersebut karena kondisi lingkungan Kalteng sedang tidak baik-baik saja.
”Hal tersebut dikarenakan alih fungsi hutan yang sering terjadi dengan memberikan izin baru, pembukaan hutan yang terus dilakukan baik secara legal dan ilegal. Kemudian faktor kerusakan lingkungan juga disebabkan karena proyek pemerintah sendiri,” kata Dimas, Sabtu (4/9).
Pemerintah, lanjutnya, harus mencari akar masalah banjir. Kalau memang kondisi saat ini disebabkan peralihan fungsi hutan, pemerintah harus lebih cermat lagi mengatasi persoalan di sektor tersebut.
”Jadi pemerintah tidak hanya menyalahkan curah hujan tinggi, karena hal tersebut bukan solusinya. Kalau selalu menyalahkan hujan tanpa memerhatikan masalah lingkungan, ya sama saja pemerintah lepas tanggung jawab,” ucapnya. (ang/ign)