Skandal persalinan menimpa oknum bidan di Kota Sampit. Bidan yang membuka praktik di wilayah Kecamatan Baamang ini disebut-sebut memasang tarif mencekik terhadap pasiennya. Tak hanya itu, ibu dan bayi yang ditangani sang bidan, harus mendapat perawatan intensif di RSUD dr Murjani Sampit.
Informasi itu berawal dari unggahan warganet di Instagram, Minggu (26/9). Unggahan itu menyebutkan secara lengkap kronologi kejadian yang dialami pasien. Hal yang bikin kaget, tarif yang diminta oknum bidan tersebut mencapai Rp 20 juta.
Mengutip unggahan tersebut, kejadian berawal ketika pasien, Senna, melahirkan secara normal dengan bidan bersangkutan. Saat proses melahirkan tersebut, oknum bidan itu tak didampingi asisten dan hanya meminta suami dan ibunya membantu persalinan.
Saat melahirkan, pasien sudah merasa tak sanggup. Akan tetapi, sang bidan terus menyemangatinya. Di sisi lain, suami pasien membantu mendorong bayi. Agar bayi tersebut bisa keluar, bidan tersebut melakukan pengguntingan (episiotomi).
Akan tetapi, saat dilahirkan, badan bayi terlihat biru dan tidak menangis layaknya bayi umumnya. Oknum bidan tersebut lalu fokus mengurus bayi sekitar dua jam, hingga akhirnya menangis, meskipun suaranya agak lemah.
Selesai mengurus bayi, oknum bidan itu lalu mengurus sang ibu. Ternyata, plasentanya (ari-ari) masih berada di dalam dan tidak ada kontraksi (retensi plasenta). Bidan lalu mengeluarkan plasenta menggunakan tangannya secara manual ke dalam rahim pasien.
Setelah bayi lahir dan plasenta keluar, bayi dan pasien dirawat di klinik bidan selama dua hari. Dalam perawatan itu, kaki pasien membengkak. Selain itu, bagian bawah perut membesar dan keras. Kepada pasien dan keluarganya, bidan itu menyebut kondisi itu normal terjadi pada ibu setelah melahirkan.
Di sisi lain, kondisi bayi lemas dan mulai menguning, serta menolak minum susu. Melihat kondisi tersebut, keluarga pasien berinisiatif membawa bayi ke rumah sakit bersama sang ibu yang kondisinya juga memprihatinkan.
Keluarga pasien kemudian meminta rincian biaya persalinan. Begitu rincian diserahkan, keluarga kaget karena nilainya jauh dari tarif normal, yakni dengan total Rp 20,5 juta (rinciannya lihat grafis).
Menurut unggahan tersebut, awal masuk klinik, keluarga pasien sudah menyetor Rp 1,5 juta. Saat mendapat rincian dengan harga mencekik, keluarga pasien mempertanyakan tarif yang begitu mahal. Bidan mengatakan, kondisi pasien mengalami patologi, ada penyakit, dan harus mendapat pengobatan, sehingga biayanya bisa sebesar itu.
Pihak keluarga hanya sanggup membayar kembali sebesar Rp 3,5 juta. Tarif sebesar Rp 20,5 juta di luar perkiraan mereka. Di sisi lain, saat akan membawa pasien dan bayi ke rumah sakit, bidan disebut-sebut seolah menghalangi dan hanya menyarankan agar hanya bayi yang dirujuk ke rumah sakit. Alasannya, ibu bayi baik-baik saja dan disarankan tetap di klinik.
Saat keluarga pasien bertanya sakit yang diderita pasien dan obat yang digunakan, bidan hanya mengatakan, ”Pokoknya ibu dan bayi ini sakit. Mereka mengalami patologi. Kalian bukan orang kesehatan, pasti tidak akan mengerti.”
Bidan juga tetap meminta pasien tidak dibawa ke rumah sakit karena kondisinya membaik. Terkait pembayaran tarif sebesar Rp 20 juta, bisa dicicil setiap bulan atau apabila pasien sudah memiliki uang untuk membayarnya.
Keluarga pasien mulai curiga karena oknum bidan tersebut seolah menghalangi. Agar tetap bisa keluar, keluarga pasien mengatakan pada bidan bahwa ibu bayi akan dibawa pulang ke rumah. Akhirnya bidan bersedia, namun tetap meminta pasien tidak dibawa ke rumah sakit, hanya bayi yang bisa dirujuk.
Sang ibu lalu dibawa ke rumah sakit. Ternyata, kondisi pasien memprihatinkan. Kaki bengkak dan perutnya mengeras karena urine yang tak bisa keluar. Tak hanya itu, jahitan bekas melahirkan hanya di bagian luar, tak ada di bagian dalam. Menurut keterangan dokter, jahitan tersebut tidak bisa diperbaiki sampai tiga bulan, karena kondisinya bengkak.
Selain itu, saat di klinik, oknum bidan mengatakan, berat bayi 3,2 kilogram. Namun, saat ditimbang di rumah sakit, beratnya hanya 2,6 kg. Setelah peristiwa itu, oknum bidan tersebut jadi perbincangan. Hingga akhirnya sang bidan kembali menghubungi keluarga pasien, mempertanyakan posisinya.
Oknum bidan mengaku mendapat informasi terkait masalah tersebut dari teman-temannya sesama bidan. Di sisi lain, pihak keluarga pasien dan bidan kembali bertemu, hingga akhirnya disepakati tarif persalinan hanya sebesar Rp 5 juta yang telah disetorkan di awal. Sri Rahma, kakak pasien yang melahirkan mengatakan, pihaknya telah menyetorkan uang sebesar Rp 5 juta untuk biaya persalinan. Pihak keluarga sudah bertemu bidan tersebut untuk dilakukan mediasi. ”Kemarin kami sudah mediasi, kami sudah ketemu dengan bidannya,” katanya.
Dari mediasi tersebut kata Rahma, bidan tersebut mau bertanggung jawab atas kondisi pasien yang dia bantu saat proses persalinannya. Terkait kondisi pasien pascamelahirkan yang memprihatinkan dan masih harus menjalani perawatan, pihak keluarga awalnya ingin menuntut bidan tersebut.
”Masih dimusyawarahkan. Bidannya sudah ngomong mau bertanggung jawab menangani ibu bayi (pasien), jadi ada kemungkinan kami mencabut tuntutan,” ujarnya.
Bayi yang dilahirkan adiknya tersebut merupakan anak pertama dan masih berada di ruangan anak. ”Alhamdulillah, kondisi bayi sudah membaik. Ibu bayi juga sudah mulai membaik. Tapi, tiga bulan ke depan masih harus diobservasi. Ada kemungkinan lukanya dijahit ulang,” jelasnya.
Rahma berharap kejadian yang menimpa adiknya tidak terulang pada ibu hamil lainnya. Dia juga berharap bidan yang menangani persalinan adiknya bisa bertanggung jawab.
”Semoga kejadian ini jangan sampai menimpa ibu hamil lainnya, sehingga tidak ada korban lagi seperti ini,” ujarnya, seraya menambahkan, peristiwa itu membuat bidan yang menangani adiknya dipanggil Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kotim dan Dinas Kesehatan.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua IBI Kotim Mursyidah menolak berkomentar terkait kasus tersebut. ”Mohon maaf. Saat ini saya tidak bisa komen apa-apa ya. Kami masih dalam proses,” ucapnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kotim Umar Kaderi saat dihubungi Radar Sampit mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan klarifikasi ke lapangan. ”Tim yang terdiri dari IBI, Kabid Yankes, Kabid Kesmas, dan lainnya turun ke tempat bidan bersangkutan,” katanya.
Dari hasil pengecekan, pihaknya akan melakukan rapat untuk tindak lanjutnya. ”Kami rapatkan di internal tindakan apa yang harus dilakukan. Baik terkait izinnya, izin kliniknya, limbah medisnya seperti apa, nanti akan kami cek. Yang jelas, tindaklanjutnya masih menunggu hasil di lapangan,” ujarnya.
Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD dr Murjani Sampit Yulia Nofiany mengatakan, pasien atas nama Senna (22) masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada Jumat (24/9), sekitar pukul 10.00 WIB. Bayi yang masih berusia dua hari itu juga dibawa ke rumah sakit dan menjalani perawatan di Ruang Perinatologi.
”Kondisi pasien sudah mulai membaik. Pasien ditangani di ruang Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensy Komprehensif (PONEK) sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP),” kata Yulia.
Terkait persoalan tersebut, Yulia mengatakan, rumah sakit tak punya kewenangan memberi keterangan lebih lanjut. ”Tugas kami memastikan keselamatan dan keamanan pasien dilayani dan ditangani dengan baik. Pasien berkasus atau tidak berkasus, semua dilayani dengan baik. Mengenai kronologis dan persoalan yang sebenarnya, bukan kewenangan rumah sakit untuk menjelaskannya,” tandasnya.
Sementara itu, Radar Sampit berusaha mengonfirmasi masalah tersebut pada oknum bidan bersangkutan. Akan tetapi, hingga tadi malam, sejumlah pihak terkait menolak memberikan kontak bidan tersebut. (yn/hgn/ign)