uhriman, mantan Kepala Urusan Keuangan dan Perencanaan Desa Bunut, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Palangka Raya, Kamis (7/10). Dia menjalani sidang perdana dengan agenda sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lamandau.
Dari sidang perdana terungkap terdakwa Juhriman telah menggunakan dana Rp.508.789.021 yang bersumber dari Dana Desa (DD) sejumlah Rp.106.222.975, Alokasi Dana Desa (ADD) Rp.219.607.948, dan SiLPA sejumlah Rp.182.958.098. Uang negara itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
Jaksa Penuntut Umum Okto Samuel Silaen dalam dakwaan primer menyebutkan bahwa Juhriman selaku Kaur Keuangan dan Perencanaan Desa Bunut melakukan tindak pidana korupsi pada kurun waktu tahun 2019 di Desa Bunut.
Jaksa menilai terdakwa tidak mengelola keuangan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 2018 dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang tidak terpakai selama terdakwa menjabat sebagai Kaur Keuangan di Desa Bunut.
Okto menyebutkan, terdakwa selaku Kaur Keuangan tidak melaksanakan sebagian kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBDesa Bunut pada tahun anggaran 2019. Meski program kegiatan tidak dilaksanakan, anggaran tetap dicairkan oleh Edi Haryono selaku Kepala Desa dan Juhriman selaku Kaur Keuangan dari Kas Desa Bunut. Realisasi penggunaan keuangan desa pun tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Terdakwa menggunakan sebagian keuangan Desa Bunut sebesar Rp.508.789.021 untuk dipinjamkan kepada orang lain, foya-foya, dan keperluan pribadi sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp.508.789.021 sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Kabupaten Lamandau Nomor: 700/ 80/ LHA/ III/ 2021/ INSP tanggal 30 Maret 2021.
Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah Rp.106.222.975 yang berasal dari Dana Desa, sejumlah Rp.219.607.948 yang berasal dari Alokasi Dana Desa, dan berasal dari SiLPA sejumlah Rp.182.958.098.
”Terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” sebut Jaksa Okto.
Dalam dakwaan subsidwr, Okto menyebutkan perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (rm-107/yit)