SAMPIT – Ratusan ton rotan kering asal Kabupaten Kotawaringin Timur yang disita Polda Kalteng di Kabupaten Pulang Pisau, dikhawatirkan akan berdampak terhadap anjloknya harga rotan di tingkat petani. Kondisi tersebut bisa mengancam merosotnya penghasilan warga yang bergantung pada komoditas tersebut.
”Jangan sampai karena penangkapan rotan kering itu berdampak terhadap harga di tingkat petani. Kami berharap itu saja, karena kondisi lagi sulit seperti ini. Untungnya kami ada rotan yang bisa dijual dengan harga ideal untuk mengimbangi kebutuhan bahan pokok sekarang,” kata Sarwino, petani rotan di Cempaga, Senin (11/10).
Sarwino menuturkan, harga rotan saat ini terus mengalami perbaikan harga. Rotan basah dihargai hingga Rp 5.800 per kilogram. Harga demikian sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan keperluan lainnya. ”Besar harapan kami harga rotan tidak turun lagi. Mau kerja apa lagi sekarang kalau semuanya sulit,” ujarnya.
Sarwino menuturkan, paradigma pemerintah harus diubah mengenai keberadaan rotan. Sebab, rotan bukan lagi dikategorikan sebagai hasil hutan, tetapi tanaman budidaya yang dipelihara sejak kecil oleh masyarakat lokal. ”Kaca mata pemerintah masih menyebutkan rotan itu hasil hutan, padahal tidak. Rotan adalah tanaman budidaya masyarakat, bukan tumbuh di hutan dengan sendirinya,” tegasnya.
Sebagai informasi, terpuruknya petani rotan terjadi sejak 2011 silam. Larangan ekspor rotan oleh Kementerian Perindustrian dan Perdagangan yang tertuang dalam surat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 Tahun 2011 sejak awal 2012, membuat ekspor rotan dihentikan dan banyak pengusaha rotan gulung tikar.
Kondisi bahan baku yang melimpah tidak sebanding dengan permintaan dalam negeri. Pengusaha rotan sulit memasarkan rotan, sementara harga di tingkat petani turun drastis. Akibatnya, banyak petani rotan yang beralih profesi menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit.
Terpisah, anggota Komisi II DPRD Kotim Parimus meminta Pemkab Kotim mengawasi dan mengawal harga rotan. Khususnya di tingkat petani guna mencegah permainan harga yang berdampak terhadap petani. ”Harus ada intervensi pasar dalam rangka mengawasi bagaimana ketetapan harga di tingkat petani. Kapan perlu stabilisasi harga harus dilakukan agar menguntungkan petani,” ujar politikus Partai Demokrat ini.
Terkait penyitaan ratusan ton rotan oleh Polda Kalteng, Parimus menyebutkan hal itu merupakan ranah penegak hukum. Namun, dengan kejadian tersebut, diharapkan tidak membuat harga jual rotan di tingkat petani anjlok.
”Jangan sampai dimanfaatkan dengan alasan karena penangkapan harga rotan turun. Itu rentan dimanfaatkan oknum pelaku pasar yang akhirnya berdampak kepada petani di tingkat bawahnya,” katanya.
Sementara itu, Polda Kalteng menyatakan masih melakukan penyelidikan terkait ratusan ton rotan asal Kotim yang disita dan dipasang garis polisi di pelabuhan curah cair, kawasan PT Pelindo III, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis). Masih dalam penyelidikan dan pengembangan. Untuk kasus tersebut ditindaklanjuti Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalteng,” kata Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Eko Saputro.
Eko menuturkan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak. Pihaknya juga akan mengusut keberadaan rotan tersebut. Seperti diberitakan, sekitar 400 ton ton rotan asal Kotim yang diangkut menggunakan kapal ekspedisi, disita Polda Kalteng. Rotan itu dipasang garis polisi di pelabuhan curah cair, kawasan PT Pelindo III, Jalan Abel Gawei, Kecamatan Kahayan Hilir, Pulpis.
Informasinya, rotan yang diduga akan diselundupkan itu disita Polda Kalteng pada Selasa (5/10) lalu. Kapal bernama MUSFITA tersebut masih sandar di Pelabuhan Pelindo III, Pulpis. (ang/daq/ign)