SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Kamis, 21 Oktober 2021 15:03
Penanganan Kesehatan Mental Buruk, Gantung Diri Marak di Kalteng

Kasus bunuh diri marak terjadi di Kalimantan Tengah (Kalteng) pekan lalu. Kejadian itu memperlihatkan masih buruknya penanganan kesehatan mental di tengah masyarakat. Peran pemerintah diperlukan dengan memperbanyak fasilitas konsultasi masalah kejiwaan yang mudah diakses.

Peristiwa gantung diri di Kalteng terjadi sebanyak tiga kali di tiga daerah berbeda pekan lalu. Pertama di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang dilakukan Endo (25), pemuda Dusun Baninan, Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga. Dia mengakhiri hidupnya di kebun karet. Diduga Endo mengambil keputusan itu lantaran sakit hati setelah putus cinta dengan kekasihnya. 

Sehari setelahnya, seorang istri di Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas (Gumas), MW (32), ditemukan tewas gantung diri oleh suaminya di rumah. Informasi dari kepolisian menyebutkan, MW nekat gantung diri karena beban pekerjaan yang terlalu berat.

Kemudian, peristiwa yang sama terulang di Palangka Raya. Ryan Mashudi (19), ditemukan tewas tergantung di WC umum Jalan Pangeran Samudera II. Belum diketahui penyebab pasti aksi nekat itu dilakukan Ryan. Pemuda itu dikenal sebagai orang yang tertutup. Jika ada masalah, tidak bercerita pada siapa pun, termasuk keluarganya.

Psikolog Klinis Rumah Sakit Jiwa Kalawa Atei Palangka Raya, Fakhrisina Amalia Rovieq, mengatakan, bunuh diri bisa terjadi saat individu sudah tidak bisa lagi mengendalikan perasaan putus asa ketika menghadapi permasalahan. Diperlukan pendekatan keluarga dan agama agar peristiwa itu bisa dicegah.

Menurutnya, banyak faktor yang bisa memengaruhi seseorang nekat mengakhiri hidupnya. Di antaranya, bawaan, lingkungan, pola asuh, dan tekanan. Mental psikologis seseorang bisa tertekan hingga mengalami gangguan kejiwaan berupa depresi.

”Biasanya orang-orang yang bunuh diri mengalami episode depresi, yang ditandai dengan berkurangnya minat terhadap aktivitas yang disenangi, menurunnya produktivitas, hingga paling parah munculnya perasaan tidak berharga yang memicu pikiran mengakhiri hidup,” ujarnya.

Dia melanjutkan, kasus bunuh diri tidak hanya terjadi pada generasi muda. Ancaman depresi yang berujung bunuh diri bisa menyerang orang dari berbagai usia. ”Orang-orang yang punya kecenderungan bunuh diri seringkali berusaha mengomunikasikan masalahnya kepada orang lain, tapi tidak mendapatkan respons yang tepat atau lingkungannya tidak peka. Jadi, tidak hanya usia muda, usia tua pun bisa melakukan hal itu,” jelasnya.

Amalia menuturkan, apa pun bisa menjadi pemicu bunuh diri, seperti masalah hubungan, finansial, cinta, dan lainnya. Agar hal itu bisa diantisipasi, masyarakat hendaknya lebih memperhatikan lingkungan sekitar, terutama apabila ada orang yang dikenal menunjukkan perubahan perilaku dan menarik diri dari interaksi sosial.

”Artinya, kepekaan harus ditingkatkan. Semoga tidak ada lagi kasus seperti itu,” katanya. 

Lebih lanjut Amalia mengatakan, lingkaran terdekat seseorang, terutama keluarga, bisa menjadi benteng pertama mengidentifikasi munculnya niat bunuh diri. ”Jangan biarkan mereka sendiri dan semakin tenggelam dalam kesedihannya. Orang yang sedang berpikir bunuh diri diajak berkonsultasi dengan ahli yang kompeten demi mengatasi depresinya,” ujarnya.

Menurut Amalia, ada beberapa teknik yang terbukti efektif mengatasi depresi. Antara lain, Cognitive Behavior dan Behavioral Activation. Terapi kognitif (Cognitive Behavior) digunakan untuk membantu penderita gangguan kesehatan mental mengubah sudut pandang terhadap permasalahan atau situasi menantang dalam hidupnya, sekaligus cara bereaksi terhadap permasalahan tersebut.

Teknik lainnya, Behavioral Activation (BA), merupakan salah satu metode cognitive behavioral yang telah banyak dilakukan untuk mengobati depresi. Metode BA berfokus untuk mengaktivasi otak seseorang dengan meningkatkan keterlibatan seseorang dalam aktivitas di kehidupannya sehari-hari.

”Namun, bagi orang-orang yang mengalami masalah atau stres hendaknya mencoba untuk mencari pertolongan tidak hanya ke orang terdekat, tapi juga ke profesional,” ujar Amalia yang juga membuka konsultasi berupa konseling hingga kelas psikolog.

Lebih lanjut dia mengatakan, bunuh diri merupakan tindakan kompleks yang memiliki keterkaitan erat dengan problem psikologis, faktor sosial, biologis, budaya, dan peran lingkungan. Termasuk depresi hingga  beban mental. ”Maka itu, lembaga atau pemerintah hendaknya memfasilitasi langkah pencegahan, seperti informasi terkait kesehatan mental dan memperbanyak fasilitas yang dapat diakses masyarakat dalam mengonsultasikan kesehatan mentalnya,” tandasnya. (daq/ign)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers