Lokasi tambang emas tradisional di Desa Torung, Kecamatan Bukit Santuai yang mencabut enam nyawa disebut-sebut sebagai areal yang banyak mengandung emas. Bahkan, kelompok penambang di tempat itu diperkirakan telah menghasilkan banyak emas sejak awal bekerja. ”Katanya lokasi itu memang banyak terdapat emas. Korban sejak awal memang bekerja di situ,” kata salah satu keluarga korban yang enggan disebutkan namanya.
Dalam sehari, ungkapnya, kelompok tersebut mampu menghasilkan emas lebih 1 ons. Mereka bekerja tak setiap hari, namun dalam ritme dua minggu atau seminggu. Apabila menghasilkan emas, mereka pulang ke tempat asalnya untuk beristirahat, sekaligus menikmati jerih payahnya.
Kandungan emas yang tinggi, tambahnya, membuat para pekerja semakin tertarik. Menurutnya, penambangan emas tersebut memang menggiurkan. Sekali pencairan bisa sampai Rp 30 juta. Uang sebesar itu dihasilkan dalam masa kerja dua minggu.
”Hidup mereka terjamin saat kerja menambang emas. Setiap dua minggu pencairan bisa sampai Rp 30 juta bersihnya,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, penambangan emas tersebut dikelola dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan mendapat jatah 20 persen, sisanya dipotong untuk ongkos pekerja. Sisa pendapat bersih dibagi lagi antara pekerja dan pemilik mesin.
”Informasinya, lokasi yang ditambang itu sudah menghasilkan berkilo-kilo emas. Penambangan itu berjalan sudah lama, bukan hanya tiga bulan ini,” ujarnya. Informasinya, lahan di aeral tambang itu diduga milik warga setempat atas nama Marlendi. Dia tak ikut bekerja, hanya menerima hasil dari pemilik unit mesin penambang, Doby. Selain itu, ada pemodal dari daerah lain yang ikut bisnis ilegal tersebut.
Menurut keluarga korban, tragedi maut terjadi sebelum mereka istirahat makan siang. Dari sebelas pekerja, tiga di antaranya beristirahat lebih dulu. Mereka sempat mengajak delapan rekannya untuk segera makan siang, namun diabaikan.
”Padahal itu sudah mau makan siang, tapi mungkin karena pekerjaan nanggung, akhirnya dilanjutkan. Saat itu mereka menargetkan harus mampu membuat kolong sampai di bawah pohon kayu besar yang dianggap banyak kandungan emasnya,” katanya.
Tak lama setelah itu, tanah tiba-tiba runtuh menutupi lubang tambang yang dibuat. Kayu penyangga di dalam kolong tersebut patah dan menimbun para korban hingga akhirnya ditemukan tewas.
Terpisah, Kepala BPBD Kotim Rihel mengatakan, pihaknya batal menuju lokasi untuk mengevakuasi korban. ”Karena sudah dievakuasi warga, kami BPBD bersama tim SAR batal ke lokasi,” ujarnya. Rihel mengatakan, jenazah telah dipulangkan ke daerah asal korban, yakni daerah Dirung (Kecamatan Murung), Sungai Ubar (Cempaga Hulu), Tumbang Tawan (Bukit Santuai), dan Sungai Paring (Cempaga). (ang/ign)