Para penambang emas ilegal di Desa Tumbang Torung, Kecamatan Bukit Sentuai, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), hanya diupah sekitar Rp 1 juta – Rp 2 juta per bulan. Padahal, pekerjaan tersebut berisiko tinggi hilangnya nyawa pekerja, yang terbukti dengan tewasnya enam penambang setelah tertimbun longsoran tanah.
Hal tersebut terungkap dari rilis yang digelar Polres Kotim terkait lubang tambang maut tersebut, Senin (1/11). Polisi telah menetapkan satu tersangka dalam kasus itu, yakni Doby sekalu pemodal dan pemilik alat.
Kapolres Kotim AKBP Abdoel Harris Jakin mengatakan, penetapan status tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan pihaknya. Setelah menerima laporan tragedi maut itu, Polsek Mentaya Hulu langsung menuju lokasi yang ditempuh dengan waktu sekitar 6 – 7 jam.
”Dipimpin langsung Kasat Reskrim Polres Kotim, kami memeriksa beberapa saksi di TKP. Dari pemeriksaan itu, barulah diketahui lokasi penambang tradisional ini ilegal,” ungkap Jakin.
Terkait tersangkaDoby (35), menurut Jakin, merupakan warga Desa Sungai Ubar, Kecamatan Cempaga Hulu. ”Dari hasil pemeriksaan kami, tersangka mengaku memberi upah kepada karyawan mulai dari Rp 1 juta – Rp 2 juta perbulan. Aktivitas penambangan emas tersebut sudah berjalan selama setahun ini,” katanya.
Jakin mengaku pihaknya belum mengetahui apakah tersangka memiliki lokasi tambang emas lainnya. ”Dari tersangka kami mengamankan barang bukti, seperti dua mesin dumping, dua pompa katu, selang spiral, karpet, dan pipa paralon,” ujarnya.
Doby dijerat dengan Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta Pasal 359 KUHPidana dengan hukuman 5 tahun penjara.
”Saya harap ke depan masyarakat bisa ambil peran. Jika memang mengetahui ada penambangan ilegal, segera laporkan kepada kepolisian agar segera ditindaklanjuti,” tandasnya. (sir/ign)