Jerat narkoba masih membelenggu kawasan Puntun, Jalan Rindang Banua, Palangka Raya. Operasi pemberantasan aparat, gagal membersihkan daerah itu dari dunia hitam. Bisnis haram jadi nadi kehidupan sebagian warga setempat.
Suasana tegang mewarnai kawasan Puntun, Jalan Rindang Banua, siang itu, Kamis (21/10). Lebih dari sepuluh aparat bersenjata, dilengkapi rompi antipeluru, mengepung wilayah yang dikenal sebagai kampung narkoba tersebut. Dua puluh orang lebih warga tak berkutik. Sejumlah orang berusaha kabur, namun petugas yang sudah siaga tak membiarkan. Aksi kejar-kejaran yang tak terhindarkan, berakhir dengan tertangkapnya mereka.
Petugas dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng yang dibantu Direktorat Samapta Polda Kalteng tersebut, kemudian bergerak menuju sejumlah rumah yang dicurigai menyimpan barang haram; sabu-sabu. Beberapa rumah yang digeledah nihil. Namun, upaya aparat tak sia-sia. Dari salah satu rumah milik warga setempat yang disebut-sebut sebagai bandar besar, Saleh, petugas menemukan sabu seberat sekitar 200 gram lebih. Selain narkoba, petugas juga mengamankan senjata tajam dan ponsel.
Barang bukti itu membuat Saleh tak berkutik. Dia langsung digiring sejumlah aparat bersenjata. Selain Saleh, sejumlah warga lainnya, termasuk perempuan, juga diamankan. Kepala BNNP Kalteng Brigjen Pol Roy Hardi Siahaan mengatakan, Saleh merupakan gembong besar pengendali narkoba di kawasan tersebut. Bahkan, mantan narapidana kasus kepemilikan senjata api itu pernah bertransaksi menjual satu kilogram sabu di wilayah Palangka Raya yang nilainya mencapai belasan miliar rupiah.
”Kami amankan S dengan barang bukti sangat besar, 200 gram lebih. Ini orang mantan narapidana dan gembong, sekaligus bandar besar peredaran narkoba di kawasan Puntun. Kami juga sudah tes urinenya. Hasilnya positif,” katanya, Jumat (22/10) lalu. Roy mengungkapkan, dalam operasi yang dibantu Polda Kalteng tersebut, pihaknya mengamankan 21 orang. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, hanya tiga orang yang terlibat bisnis haram tersebut, yakni M, MJ, dan Saleh. Saleh merupakan target utama aparat. Roy menuturkan,pihaknya melakukan penggerebekan di tiga lokasi. Sejumlah warga yang diamankan menjalani tes urine dan hasilnya positif. Namun,dari warga tersebut tidak ditemukan barang bukti sabu. Hanya tiga yang orang yang memiliki barang bukti, sehingga diproses lebih lanjut.
”Sebanyak 18 (warga yang hasil tesnya positif narkoba) kami rehabilitasi dan wajib lapor. Tiga orang proses lanjut. Pada M dan MJ, barbuk yang diamankan 1 gram dan 1,8 gram,” ujarnya. Menurut Roy, sabu di kawasan itu dipasok dari Banjarmasin. Saleh sebenarnya memiliki sabu sekitar setengah kilogram lebih. Namun, 300 gram sudah terjual. Gembong tersebut juga pernah menjual sabu sebanyak 1 kilogram.
Mengurai jaringan pengedar narkoba, terutama di kawasan Puntun tak pernah mudah. Sejumlah warga setempat melindungi bisnis haram itu. Roy menduga Saleh memiliki banyak kaki tangan. ”Kami dalami jaringan atas dan bawah dari tersangka (Saleh, Red). Tersangka diduga memiliki banyak kaki tangan,” katanya.
Tak Mempan
Kawasan Puntun tercatat sudah beberapa kali dirazia aparat. Namun, tak mampu mematikan bisnis haram tersebut. Operasi gabungan secara besar-besaran pernah digelar Polresta Palangka Raya, Direktorat Samapta, dan Brimob Polda Kalteng pada 23 April 2020 silam.
Dari operasi itu, polisi mengungkap bisnis haram tersebut berjalan layaknya kartel narkoba di Kolombia. Sejumlah warga setempat jadi tameng dan mata-mata bagi para pelakunya.
Penggerebekan aparat ketika itu mendapat perlawanan sengit dari puluhan warga yang membawa tombak, parang, dan senapan angin. Perlawanan direspons aparat dengan menambah puluhan personel bersenjata lengkap. Hasilnya, lima pelaku beserta barang bukti bisa diamankan.
Kombes Pol Dwi Tunggal Jaladri yang saat itu menjabat Kapolresta Palangka Raya mengatakan, Puntun menjadi target operasi dan berkali-kali dilakukan penggerebekan oleh Polda dan Polres Palangka Raya. Aparat sempat kesulitan memasuki lokasi karena ada mata-mata sindikat narkotika yang selalu menginformasikan kedatangan petugas.
”Masuk ke lokasi ini, kita melewati tiga pos dan itu sudah ada mata-mata dengan dibekali HT dan drone. Jadi ini sangat terstruktur dan terorganisir,” ujarnya. Operasi hari itu berakhir tanpa hasil maksimal. Sejumlah bandar yang diburu aparat gagal dibekuk. Petugas hanya mengamankan barang bukti yang ditinggal, yakni 16 paket sabu dan uang sekitar Rp 16 juta.
Lima orang yang diamankan sebelumnya, hanya kaki tangan bandar besar yang menghalangi operasi aparat. Kaburnya para bandar, berkat ketatnya sistem pengamanan di lokasi itu. Jalur pelarian menggunakan speedboat disediakan apabila mereka disergap aparat.
Saleh yang merupakan gembong terbesar, masih mendekam dalam penjara saat operasi digelar. Namun, bukan karena kasus narkoba, melainkan kepemilikan senjata api. Hasil operasi aparat yang digelar di kediamannya pada Agustus 2019 silam. Saat itu dia lolos dari jeratan hukum kasus narkoba karena tak ditemui barang bukti barang haram itu. Polisi akhirnya hanya menjeratnya dengan perkara senjata api ilegal.
Penggerebekan yang dilakukan aparat gabungan 2020 lalu juga mengungkap betapa bebasnya peredaran narkoba di wilayah itu. Sebuah rumah disediakan khusus untuk tempat mengisap sabu. Polisi juga menemukan fakta, para bandar dan pengedar menggunakan warga setempat sebagai mata-mata.
Radar Sampit memperoleh informasi, kesediaan warga menjadi kaki tangan bisnis haram itu, karena ikut kecipratan untung. Bandar sabu memberi sejumlah uang secara rutin pada warga setempat. Selain itu, apabila ada warga yang sakit, biaya pengobatan dibantu sepenuhnya.
Dari hasil penggerebekan, polisi menemukan fakta kampung narkoba tersebut memiliki tiga pos alias tiga lapis gerbang. Ada pula tower pengintai yang dipakai untuk mengamati pihak yang membahayakan bisnis mereka. Mata-mata tersebut dibekali handy talkie (HT) hingga drone.
Masing-masing pos dijaga 1×24 jam oleh sekitar 2-3 orang.Upahnyasekitar Rp 200-300 ribu. Mereka juga diberi sabu secara cuma-cuma untuk digunakan selama piket.
Menurut Jaladri, ketatnya sistem penjagaan di lokasi itu, membuat operasi penangkapan harus dilakukan dengan matang. Apabila hanya dilakukan sekitar sepuluh orang petugas, dipastikan akan jadi sasaran empuk para bandar.
Pengendali Kampung
Saleh yang kembali diamankan BNNP Kalteng dalam operasi 21 April lalu, menjadi upaya kesekian kali aparat berusaha membersihkan kawasan tersebut dari jerat bisnis haram. Saleh sendiri dikenal sebagai pengendali wilayah tersebut. Dia gembong besar yang ditakuti dan disegani warga setempat. Hukuman penjara tak mampu menghentikan Saleh. Dia ikut mengendalikan peredaran narkoba dibantu istrinya, Komariah alias Kokom (22). Sang istri akhirnya dibekuk aparat pada 5 Maret 2020. Dari Kokom, polisi juga mengamankan barang bukti 52,85 gram sabu dan uang sebesar Rp 29,6 juta.
Sebelum diringkus karena kepemilikan senjata api pada 2019 lalu, sepak terjang Saleh dikenal sangat licin. Dari mampu lolos dari target aparat, berkat sistem pengamanan yang dibangunnya. Dia juga disebut-sebut ikut membangun infrastruktur di kawasan Puntun. Perputaran uang dari bisnis haram di wilayah itu sangat besar. Polisi menduga dalam sebulan, sabu yang beredar mencapai 3 kilogram dengan nilai uang sebesar Rp 6 miliar. Sebagian dari bisnis haram itu juga digunakan bandar, terutama Saleh, untuk menghidupi warga setempat agar ikut bekerja sama.
Masih bebasnya peredaran narkoba di wilayah itu diakui Kepala BNNP Kalteng Brigjen Pol Roy Hardi Siahaan. Meski demikian, pihaknya tetap berkomitmen membuat kawasan Puntun bersih dari peredaran barang haram itu. ”Yang pasti kami amankan gembong dulu. Semoga dengan tertangkapnya tersangka (Saleh, Red), peredaran narkoba bisa ditekan,” katanya. Mengenai masih berjalannya bisnis narkoba meski sudah beberapa kali digerebek aparat, Roy menduga karena banyak warga yang perekonomiannya sulit, hingga masuk dalam dunia hitam itu. Akibatnya, warga sulit diajak kerja sama oleh aparat terkait peredaran narkoba di wilayah itu.
Selain warga, ketua RT setempat juga sulit memberikan informasi pada aparat. Roy mengaku pernah mengundang seluruh ketua RT di kawasan itu, namun banyak yang tidak hadir. Karena itu, pihaknya akan melakukan penyelidikan dan apabila ada keterlibatan ketua RT, dia memastikan akan meringkusnya. ”Pokoknya saya akan proses. Banyak RT yang diundang, malah tidak hadir. Bahkan, kami meminta informasi saja tidak ada yang memberi. Makanya, saya khawatir ada dugaan itu (keterlibatan dalam bisnis narkoba, Red). Apalagi S (Saleh) itu orang berpengaruh,” tandasnya. (daq/ign)