Setelah sebulan tak bekerja, akhirnya para sopir pengangkut material bahan bangunan khususnya tanah uruk dan pasir di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali bekerja. Sebelumnya, aktivitas di lokasi galian C ditertibkan aparat kepolisian.
“Selama sebulan lebih jadi pengangguran tidak jelas, dari Kamis (16/12) sampai sekarang sudah bisa kembali bekerja mengangkut pasir,” kata Sumarno, Sopir pengangkut pasir yang tergabung sebagai anggota Persatuan Sopir (Persop) Kotim, Sabtu (18/12).
Sumarno tak mengetahui apakah lokasi galian C di Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 14 tempat biasa para sopir mengambil pasir sudah memenuhi izin atau belum. “Kami tidak tahu, itu sudah dapat rekomendasi izin atau tidak. Kalau ada lokasi galian C yang buka, ya kita beli. Urusan legal atau ilegal itu kami belum tahu,” katanya.
Dirinya mengaku hanya ingin memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika terus-terusan tak bekerja, dia tak ingin keluarganya kelaparan dan segala urusan hidupnya terbengkalai.
“Para sopir ini maunya ya membeli pasir di tempat yang legal. Tetapi, masa kami tega bertanya, apakah itu lokasinya legal atau belum. Bagi kami yang terpenting, mereka sudah beroperasi kembali, kami bisa bekerja, saya bisa menghidupi keluarga, tagihan kredit rumah, listrik dan lain-lain bisa dibayar,” katanya.
Kendati demikian, ada kekhawatiran dari Sumarno dan para sopir lainnya. Dia berharap Pemkab Kotim mau membantu para pengusaha galian C yang masih ilegal agar dibantu dalam mengurus izin galian C.
“Kami sebenarnya bekerja ya khawatir juga, tetapi mau bagaimana lagi. Kami semua maunya pemerintah bantu pengusaha galian C agar dimudahkan mengurus izin. Kami pun yang bekerja membeli pasir bisa bekerja dengan lega,” katanya.
Sumarno mengungkapkan sejak adanya penertiban oleh aparat kepolisian, harga jual pasir dan tanah uruk mengalami kenaikan. Harga jual dari pengusaha galian C ke sopir yang biasanya di kisaran Rp 50 ribu – Rp 70 ribu per bucket (per 1 kubik) sekarang naik menjadi Rp 100 ribu per kubik. Sedangkan, harga jual tanah uruk dari sopir beserta upah angkut sampai ke rumah pelanggan yang biasanya Rp 250 ribu per rit naik menjadi Rp 300-310 per rit.
“Dari dulu sampai sekarang saya hanya minta upah angkut Rp 100 ribu ke konsumen. Bedanya, sekarang dari tempat beli pasirnya sudah naik, mau enggak mau saya jual ke pelanggan juga dinaikkan. Kalau enggak, bisa tekor, enggak nutupi beli minyak (BBM),” ujarnya.
Sementara itu, harga jual pasir bangkal yang sebelumnya dijual di kisaran Rp 600-700 per rit, sekarang mengalami kenaikan Rp 900 ribu – Rp 1 juta per rit. “Kalau pasir lokal Sampit naiknya Rp 50 ribu. Dari Rp 450 ribu harga normal, sekarang harga jual ke pelanggan Rp 500 ribu per rit,” tandasnya. (hgn/yit)