Pemerintah disinyalir kecolongan besar menempatkan seorang abdi negara dalam posisi strategis yang ternyata buron terpidana kasus korupsi. Bukannya menjalani hidup di penjara sebagai ganjaran perbuatannya yang terbukti merampok uang rakyat, koruptor tersebut justru hidup nyaman sebagai pegawai negeri sipil di Kalimantan Tengah. Koruptor yang sukses menjadi PNS di Kabupaten Lamandau itu adalah mantan Kepala Desa Ringinharjo, Grobogan, Jawa Tengah, Muchammad Bachtiar Rifai (49). Dia akhirnya ditangkap setelah buron selama 16 tahun. Terpidana korupsi yang terkenal licin ini dibekuk tim gabungan Kejaksaan Negeri Lamandau dan Kejaksaan Negeri Grobogan.
Bachtiar masuk daftar pencarian orang (DPO) kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran desa. Salah satunya lelang bondo deso yang tidak disetorkan semua. Kemudian, kegiatan pembangunan proyek fiktif di desa yang dipimpinnya. Penelusuran Radar Sampit, dalam pelariannya, Bachtiar mampu lolos sebagai PNS di Lamandau. Bukan hanya itu, dia juga mendapat jabatan strategis sebagai kepala sekolah di SMK Negeri 1 Belantikan Raya, Lamandau. Kajari Lamandau melalui Kasi Intelnya Ma’ruf Muzakir mengatakan, penangkapan terhadap Bachtiar dilakukan Selasa (11/1) lalu di Wilayah Karangawen, Kabupaten Demak.
Perkara korupsi yang menjerat Bachtiar telah memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan MA RI Nomor : 1890.K/Pid/2004 tanggal 06 Januari 2005. Dalam penangkapan tersebut, Tim Tangkap Buron (TABUR) Kejaksaan Negeri Grobogan dipimpin Kasi Intelijen Frengki Wibowo bersama dua anggota, yaitu Jaenal Abidin dan Amasepha Ari Sumanto. Bekerja sama dengan Kejari Lamandau yang diwakili Kepala Kejari Lamandau Agus Widodo dan Kepala Seksi Intelijen Mar’uf Muzakir dengan Tim Polres Grobogan sebanyak dua orang, serta Kanit Reskrim Polsek Karangawen, Demak.
Sebelum ditangkap, pada 7 Januari lalu Kejari Grobogan bersurat kepada Kejari Lamandau untuk meminta dukungan eksekusi perkara tindak pidana korupsi. Kejari Lamandau lalu meminta bantuan Pemkab Lamandau menghadirkan Bachtiar. ”Setelah itu, istri terpidana menghubungi Kejari Lamandau pada Jumat (7/1) dan berjanji akan bersikap kooperatif serta bersedia menyerahkan diri secara sukarela. Tapi, ternyata DPO berserta istri dan anaknya sudah tidak dapat ditemui dan dihubungi lagi kontak teleponnya,” ujar Ma’ruf.
Tim lalu melacak ponsel istri Bachtiar yang ternyata telah meninggalkan Lamandau. Posisi terakhir berada di wilayah Karangawen, Demak. ”Atas informasi tersebut, tim langsung melakukan penangkapan terhadap terpidana,” jelasnya. Setelah tertangkap dan dibawa ke Kejari Grobogan, Bachtiar tak berkutik lagi. Dia bersedia melaksanakan pidana penjara sesuai putusan Mahkamah Agung. Sebelum dibawa ke Lapas Purwodadi, untuk melaksanakan pidana kurungan badan, terpidana menjalani tes kesehatan sekaligus test swab antigen dengan hasil negatif.
”Dia telah buron 16 tahun pada akhirnya mengakhiri pelariannya dengan menjalani pidana penjara karena terbukti bersalah sebagaimana putusan MA, yakni pidana penjara selama satu tahun dan menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 25.282.000. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, terpidana tersebut harus mengganti dengan hukuman selama satu bulan,” katanya. Selain itu, terpidana juga wajib membayar denda sebesar Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan serta membebankan biaya perkara dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp 2.500.
Berhasil ditangkapnya buronan yang bersembunyi di Lamandau tersebut mendapat apresiasi warga Lamandau. ”Kami terkejut dan tidak menyangka, ternyata beliau selama ini buronan, padahal dulu guru dan sekarang Kepala SMK,” ucap salah satu guru yang mengaku pernah bekerja satu atap dengan Bachtiar. (mex/sla)