Kepala Disperdagin Kotim Zulhaidir mengaku tak tahu pasti jumlah pedagang yang menyetor pada AS, tersangka jual-beli lapak pasar di Sampit. Namun, nilai pundi-pundi uang dari hasil transaksi jual beli lapak dengan pedagang itu mencapai lebih dari setengah miliar. ”Berapa banyak pedagang yang menyetorkan uang saya belum tahu pasti. Kemungkinan ada 20-an orang. Hanya saja, satu orang itu ada yang mengambil sepuluh kios, bahkan lebih. Mereka tak tahu semua lapak itu kan bukan lapak kosong, tetapi sudah ada isinya,” kata Zulhaidir.
Dia mencontohkan di Pasar Eks Mentaya Teater di Jalan Ahmad Yani. Pemkab Kotim telah melakukan relokasi pedagang khusus bagi pedagang lama yang berjualan di Pasar Eks Mentaya dan pedagang yang berjualan disekitar lokasi Taman Kota Sampit. Dari data, pedagang yang menyetorkan bukan pedagang lama, melainkan pedagang baru yang ingin membangun usaha dengan niat ingin membeli lapak di tempat yang sudah ada pemiliknya.
”Pedagang ingin mencari lokasi yang strategis dan nyaman. Oknum memanfaatkan kesempatan itu, lalu terjadilah tawar-menawar yang dilakukan person to person dan itu tidak melibatkan instansi (Disperdagin),” tegasnya. Zulhaidir menambahkan, tindakan oknum yang jelas-jelas menyalahi kewenangan sebagai ASN itu diketahuinya setelah satu per satu pedagang mendatangi Kantor Disperdagin Kotim untuk menuntut lapak yang sudah dibayarkan ke oknum tersebut.
”Ada keluhan dari pedagang. Ada yang datang ke rumah, bahkan ada yang sampai sakit-sakitan karena sudah membayar setoran lapak dengan jumlah yang cukup besar. Dari situ baru ketahuan,” ungkapnya. Dia menegaskan, relokasi pedagang untuk menempati lapak/kios tersebut dilakukan tanpa dikenakan biaya, namun harus melalui pengundian. ”Semua lapak itu nol persen, alias gratis. Asalkan dapat dibuktikan pedagang lama dan benar-benar memanfaatkan lapak untuk berjualan. Prosesnya juga dilakukan transparan melalui pengundian yang dihadiri instansi dan aparat kepolisian,” ujarnya.
Namun, faktanya, satu kios atau lapak dijual seharga Rp 15-20 juta per lapak oleh oknum. Puluhan pedagang yang menjadi korban oknum AS itu pun tak jelas nasibnya. ”Sebagian informasinya ada yang sudah dikembalikan. Berapa banyak pedagang yang menyetor, berapa besaran nilai jual belinya saya tidak pegang datanya,” ujarnya. Sebelum kasus tersebut mencuat, pihaknya berkali-kali diminta aparat kepolisian untuk melakukan langkah mediasi kepada kedua belah pihak. ”Saya katakan ini tidak bisa dimediasi, karena dilakukan dari orang ke orang. Kalau itu mengatasnamakan instansi seperti persoalan Pasar Mangkikit itu, pemerintah pasti turun tangan. Karena ada perjanjian, surat resmi, ada aturan mainnya. Selama pedagang mengikuti aturan, uang pedagang aman,” tuturnya. (hgn/ign)