SAMPIT – Pejabat Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar (Disperdagin) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mempersilakan tersangka kasus jual beli lapak pasar, AS, buka-bukaan dalam perkara yang menjeratnya. Terduga mafia pasar itu diminta terbuka apabila memiliki bukti kuat sesuai pernyataannya.
”Silakan saja diungkap secara transparan kalau memang ada buktinya, bahwa dana setoran yang didapat dari jual-beli kios dibagikan ke atasan," kata Zulhaidir, Kepala Disperdagin Kotim, Selasa (8/2).
Sebelumnya, melalui kuasa hukumnya, Bambang Nugroho, AS menyatakan siap membongkar mafia lainnya yang terlibat praktik korup dalam pengelolaan pasar. Mantan pejabat di Disdagperin Kotim itu merasa jadi korban dan ditumbalkan dalam perkara yang dihadapinya.
AS mengungkap uang hasil praktik pidana yang menjeratnya dibagikan pada sejumlah orang, termasuk atasannya. Tersangka menolak jadi tumbal, karena hal yang dilakukannya merupakan perintah pimpinannya.
Menurut Bambang, kliennya itu mengaku membagikan uang hasil praktik haram tersebut kepada sejumlah pihak. AS mengantongi saksi untuk menyeret pihak selanjutnya agar turut bertanggung jawab. Hanya saja, uang itu disetor tersangka kepada oknum tersebut tanpa kuitansi atau bukti penyerahan. Penyerahan uang itu hanya disaksikan rekan tersangka.
Dalam penjelasan sebelumnya, Zulhaidir mengatakan, tindakan AS yang jelas-jelas menyalahi kewenangan sebagai ASN itu diketahuinya setelah satu per satu pedagang mendatangi Kantor Disperdagin Kotim untuk menuntut lapak yang sudah dibayarkan ke terduga mafia pasar tersebut.
”Ada keluhan dari pedagang. Ada yang datang ke rumah, bahkan ada yang sampai sakit-sakitan karena sudah membayar setoran lapak dengan jumlah yang cukup besar. Dari situ baru ketahuan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, relokasi pedagang untuk menempati lapak/kios tak dikenakan biaya, namun harus melalui pengundian. ”Semua lapak itu nol persen, alias gratis. Asalkan dapat dibuktikan pedagang lama dan benar-benar memanfaatkan lapak untuk berjualan. Prosesnya juga dilakukan transparan melalui pengundian yang dihadiri instansi dan aparat kepolisian,” ujarnya.
Namun, faktanya, satu kios atau lapak dijual seharga Rp 15-20 juta oleh AS. Puluhan pedagang yang menjadi korban pun tak jelas nasibnya. ”Sebagian informasinya ada yang sudah dikembalikan. Berapa banyak pedagang yang menyetor, berapa besaran nilai jual belinya saya tidak pegang datanya,” ujarnya.
Sebelum kasus tersebut mencuat, pihaknya berkali-kali diminta aparat kepolisian untuk melakukan langkah mediasi kepada kedua belah pihak. Namun, dia menolaknya, karena praktik itu dilakukan dari orang ke orang.
”Kalau itu mengatasnamakan instansi seperti persoalan Pasar Mangkikit, pemerintah pasti turun tangan, karena ada perjanjian, surat resmi, ada aturan mainnya. Selama pedagang mengikuti aturan, uang pedagang aman,” jelas Zulhaidir.
Akui Selalu Bermasalah
Zulhaidir juga mengakui pengelolaan pasar di Kotim memang selalu bermasalah seperti diungkap Bupati Kotim Halikinnor. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya orang atau pedagang yang harus diurus.
"Pasar itu terdiri dari penjual dan pembeli yang terhimpun dalam jumlah yang cukup banyak, maka pasti akan selalu ada masalah, karena yang diurus orang banyak. Dinamika pengelolaan pasar memang begitu," ujarnya.
Menurutnya, setiap pengelolaan pasar, selalu ada orang yang merasa ingin menginginkan tempat. Ada pula yang memanfaatkan peluang hingga salah jalan melakukan tindakan menyimpang yang tidak sesuai prosedur.
”Kalau dilihat dari dari beban kerja dalam mengelola pasar sebenarnya relatif. Kalau masih bisa ditangani, ya jalani saja. Semua masalah pasti ada aja ujung akhirnya, ada jalan keluarnya. Tergantung lamanya proses penyelesaiannya," ujarnya.
Raup Ratusan Juta
Sementara itu, Polres Kotim akhirnya menggelar rilis perkara penipuan jual-beli lapak pasar dengan tersangka AS tersebut, Selasa (8/2). AS terlihat tertunduk malu saat digiring penyidik ke Mapolres Kotim. Tersangka penipuan jual beli lapak Pasar Eks Mentaya Theater di Taman Kota Sampit ini diduga meraup untung hingga ratusan juta rupiah.
Dalam perkara tersebut, polisi mengamankan 12 barang bukti pembayaran dari seorang pedagang sebesar Rp 92 juta. Selain bukti kuitansi, penyidik juga mengamankan barang bukti lainnya berupa Surat Keputusan Kepala Disperindagsar tentang Penempatan Pedagang di Pasar eks Mentaya Theater.
Kapolres Kotim AKBP Sarpani mengatakan, kejadian berawal ketika pelaku menawarkan sejumlah warga untuk membeli lapak kios di Pasar eks Mentaya Theater pada Desember 2019. AS menawarkan harga kios mulai dari Rp 10 juta - Rp 25 juta untuk ukuran besar. Karena percaya, sejumlah pedagang sepakat membeli kios tersebut.
”Saat itu para korbannya ada membeli delapan kios berukuran kecil dan dua kios berukuran besar. Jika ditotalkan, semuanya mencapai Rp 180 juta,” kata Sarpani.
Seiring berjalannya waktu, para korban menyetorkan sejumlah uang sesuai harga jual yang ditawarkan, dengan menggunakan bukti pembayaran. Setelah lunas, korban mendapatkan surat keterangan dari Kepala Disperindagsar tentang Penempatan Pedagang di Kios Pasar eks Mentaya Theater oleh tersangka.
”Namun, sampai Kepala Disperindagsar berganti, para korban tidak bisa menempati kios yang dibeli, dengan alasan SK tersebut sudah tidak berlaku,” ujarnya.
Korban lalu minta pertanggungjawaban AS agar mengembalikan uang yang sudah disetorkan. Namun, tersangka belum bisa mempertanggungjawabkannya. Korban yang tak terima lalu melaporkannya ke polisi. Penyidik langsung memproses kasus tersebut hingga akhirnya menetapkan AS sebagai tersangka.
”Kasus ini masih penyelidikan lebih lanjut. Apakah tersangka ada bekerja sama dengan orang lain, serta uang yang disetorkan untuk apa, nanti akan kami jelaskan kembali,” ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman selama-lamanya 4 tahun kurungan penjara. (hgn/sir/ign)