Puluhan nelayan luar Pulau Kalimantan berbondong-bondong datang ke perairan Kalteng untuk menangkap ikan dan rajungan. Peralatan mereka lebih canggih dengan kapal yang lebih besar.
NELAYAN tangkap dari luar daerah yang memasuki perairan Kalimantan Tengah, khususnya perairan Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), wajib mengantongi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Dokumen SIPI yang dikenal kalangan nelayan sebagai Surat Andon tersebut wajib dikantongi guna meminimalisir potensi konflik antar nelayan saat berada di laut. Terutama ketika musim ikan dan rajungan seperti saat ini dan perairan Kotawaringin Barat diserbu nelayan dari luar daerah.
“Puluhan nelayan luar Pulau Kalimantan berbondong-bondong datang ke perairan Kobar untuk menangkap di musim ikan dan rajungan. Hal ini yang kita khawatirkan bisa menimbulkan konflik bila mereka (nelayan luar) tidak mengantongi SIPI,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Usaha Kecil Pembudidaya Ikan Dinas Perikanan Kobar, Manis Suharjo, Sabtu (12/2). Ia menerangkan bahwa Surat Andon tersebut bisa didapatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah dengan tembusan Dinas Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat.
Namun, biasanya izin tersebut sifatnya antar provinsi. Menurutnya, di batas 12 mil laut Kotawaringin Barat merupakan zona berkumpulnya nelayan baik lokal maupun dari luar pulau, sehingga rawan terjadi gesekan ketika nelayan luar daerah diketahui tidak mengantongi izin. Diungkapkannya, pada musim rajungan tiba, setiap harinya ada puluhan kapal yang beraktivitas di zona 12 mil laut atau di atas 12 mil laut dan rata-rata nelayan luar banyak berlabuh di Kabupaten Seruyan. “Mungkin bisa di atas 30 kapalyang beroperasi di zona 12 mil laut atau di atas 12 mil laut, dan nelayan luar ini banyak berlabuh di Seruyan,” ungkapnya.
Ia mengakui dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan lokal, baik alat tangkap maupun armada menjadi persoalan tersendiri. Dengan peralatan yang minim hasil tangkapan menjadi tidak maksimal, padahal nelayan lokal tidak kalah terampil dari nelayan luar.
“Armada kita kurang besar, kalau yang dari Jawa itu rata-rata besar di atas 5 GT. Kalau bisa dipenuhi, nelayan kita kan lebih dekat kalau melaut,” kata dia. Manis menambahkan saat ini pemerintah kabupaten tidak bisa berbuat banyak, lantaran pengelolaan dan pengawasan sektor kelautan saat ini dipegang oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Tengah. “Sesuai aturan Bu Susi yang kemarin, untuk bantuan kapal 10 GT langsung ke provinsi,” tandasnya. (tyo/sla)