Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Negeri Palangka Raya menghukum Hernadie pidana penjara selama empat tahun dan denda sejumlah Rp. 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan. Hernadie selaku mantan Camat Katingan Hulu dianggap terbukti bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi pembuatan jalan tembus antardesa di Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan.
Keputusan ini diketuk oleh Majelis hakim yang diketuai Alfon, dan hakim anggota Irfanul Hakim dan Kusmat Tirta Sasmita. Dalam putusannya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsidair. Barang bukti seluruhnya dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati kalteng Dodik Mahendra, Rabu (16/3), mengapresiasi putusan itu lantaran majelis hakim menyatakan berdasarkan fakta di persidangan, akibat dari perbuatan terdakwa bersama – sama dengan HAT telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sejumlah Rp. 2.107.850.000. Perkara tindak pidana korupsi bermula pada awal Desember 2019, Camat Katingan Hulu memaksa kepada sebelas kepala desa di Kecamatan Katingan Hulu untuk menganggarkan dana desa masing-masing sebesar Rp.500.000.000 sehingga totalnya sebesar Rp.5.500.000.
Dana itu untuk pembuatan jalan tembus antardesa di Sepanjang Aliran Sungai Sanamang Kecamatan Katingan Hulu. Apabila para kepala desa tidak mau menganggarkan untuk pembuatan jalan tembus tersebut maka Hernadie selaku Camat Katingan Hulu tidak mau menandatangani evaluasi APBDesa untuk 11 desa tersebut.
“Terdakwa menunjuk langsung HAT sebagai pelaksana pekerjaan pembuatan jalan tembus antardesa. Tanggal 4 Februari 2020 saksi HAT untuk menandatangani SPK (Surat Perintah Kerja) senilai Rp.5.500.000.000,” jelasnya. SPK tersebut bertentangan dengan Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa karena tidak dilengkapi dengan perencanaan teknis pekerjaan, tidak ada RAB maupun kontrak serta tidak melalui proses pelelangan maupun penawaran. “HAT bukan perusahaan yang mempunyai kualifikasi untuk pekerjaan pembuatan jalan,” tegasnya.
Berdasarkan fakta persidangan atas nama terdakwa terbukti bahwa di lokasi pekerjaan yang dikerjakan oleh saksi HAT, sebelumnya sudah pernah dibuat jalan sehingga saksi HAT hanya melakukan pembersihan. “Bahwa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut saksi HAT telah menerima pembayaran sebesar Rp.2.107.850.000, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp.2.107.850.000 sesuai (LHA-PPKN) Nomor : R-700/06/LHA-PPKN/INSP/2021 tanggal 30 September 2021 yang dibuat oleh Inspektorat Kabupaten Katingan. Namun atas putusan itu, semua mengajukan banding,” pungkasnya. (daq/yit)