Sengketa lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak ada habisnya. Tidak hanya orang per orang, sengketa lahan juga dialami Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Objek sengketa berupa rumah dinas di Jalan Letnan Jenderal MT Haryono Nomor 5 Sampit, tepatnya di depan Polsek Ketapang. Menyikapi masalah ini, Sekretariat Daerah Kotim beserta Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kotim selaku pengguna dan pengelola barang milik Pemkab Kotim mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sampit dengan perkara Nomor 1/Pdt.G/2022/ PN.Spt pada Jumat 1 April 2022.
Pemkab Kotim menggandeng tim pengacara negara dari Kejaksaan Negeri Sampit sebagaimana yang tertuang dalam surat kuasa khusus (SKK) dari Bupati Kotim Nomor 180/HUK/2021. “Pemkab Kotim telah mengajukkan SKK ke Kejari Kotim selaku pengacara negara terkait persoalan sengketa tanah milik Pemkab Kotim. Tadi kami sudah menindaklanjuti permintaan dari Pengadilan Negeri Sampit untuk melakukan pemeriksaan setempat atas perkara perdata di Jalan MT Haryono,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah BKAD Kotim Suhartono, Jumat (1/4).
Suhartono didampingi Kepala Sub Bidang Perencanaan dan Penggunausahaan Barang Milik Daerah BKAD Kotim Syahri Fajrin bersama Hakim Perdata, Juru Sita, Panitera dari Pengadilan Negeri Sampit, Tim Pengacara Negara dari Kejari Kotim, Kepala Subbagian Perlengkapan Sekretariat Daerah Kotim Idsris Sugiono, Lurah Mentawa Baru Hulu Legendaria Okta Bellany Nusaku, serta para saksi sebatas mengecek titik lokasi di Jalan MT Haryono Sampit.
“Kami bersama-sama ke lokasi Jalan MT haryono untuk mengecek dan memeriksa langsung batas petak objek tanah yang bersengketa,” kata Suhartono saat ditemui Radar Sampit di ruang kerjanya, Jumat (1/4) sore. Suhartono menjelaskan, tanah atau rumah dinas milik Pemkab Kotim telah diklaim oleh Tery Elvianita. Rumah dinas tersebut sebelumnya dihuni Aparatur Sipil Negara (ASN) Mohd Arsyad (Almarhum) yang merupakan orang tua Tery Elvianita.
“Rumah dinas itu dulunya dihuni oleh ASN atas nama Mohd Arsyad sejak 1987. Beliau ini sudah pensiun dan almarhum tahun 2011. Sejak saat itulah Tery yang mengaku bahwa rumah atau tanah tersebut miliknya,” ujarnya. Tanah seluas 188 meter persegi tersebut terletak di depan Polsek Ketapang. Sebelah barat berbatasan dengan Bank Dagang yang sekarang berubah nama menjadi Bank Syariah Mandiri, sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Chandra Cahyadi alias Sengseng, sebelah selatan berbatasan dengan tanah milik Gary dan sebelah utara merupakan Jalan MT Haryono.
Suhartono mengatakan saksi sebatas sebelah Barat yakni BSM telah memiliki bukti dokumen tanah berupa sertifikat pada tahun 1989, sedangkan saksi sebatas dari sebelah timur yakni Sengseng telah memiliki sertifikat yang dibuat tahun sejak tahun 1986. Sedangkan saksi sebelah selatan milik Gary telah bersertifikat tahun 2020. “Para saksi sebatas sudah membenarkan rumah dinas di atas luasan tanah 188 meter persegi benar tanah milik Pemkab Kotim. Saksi-saksi ikut hadir mengecekan langsung titik lokasi di lapangan,” katanya. Lebih lanjut Suhartono menjelaskan, Tery selaku pengklaim tanah milik Pemkab Kotim tak memiliki sertifikat tanah. Namun, pihaknya memegang bukti fotocopy surat keputusan Gubernur Kalteng yang dibuat pada 10 Agustus 1982 dimana nama pemilik tanah yang terdahulu bernama Siti Zahrah.
“Berdasarkan bukti-bukti halat sebatas tanah yang menyatakan dan membenarkan tanah tersebut milik Pemkab Kotim. Pemkab Kotim memiliki Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang dibuat tahun 2017 yang ditandatangani Pak Halikinnor yang ketika itu masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim. Dan perlu ditekankan, tanah Siti Zahra lokasinya berada di belakang tanah milik Pemda dan tanah itu sekarang sudah dijual ke dr Gary,” ujarnya.
Suhartono mengatakan, persoalan ini baru diperkarakan pada saat yang bersangkutan (Tery) tidak mau membayar retribusi daerah dengan alasan karena tanah itu miliknya. “Jadi, Pemkab Kotim melakukan penertiban penarikan aset yang berkaitan dengan retribusi. Ketika itu yang bersangkutan tidak mau membayar karena mengakui tanah atau rumah dinas milik Pemda itu miliknya,” ujarnya.
Atas dasar hal tersebut, Pemkab Kotim membawa persoalan tersebut hingga ke ranah hukum. “Langkah kami ini sebagai pembelajaran bagi masyarakat atau pihak lain agar tidak sembarang mengklaim atau mengakui tanah milik pemerintah sebagai barang milik pribadi. Jika tanah milik Pemkab Kotim tidak dikembalikan, maka Pemkab Kotim akan melakukan proses lebih lanjut hingga ke ranah hukum, karena yang bersangkutan diduga menggelapkan aset milik negara,” ujarnya. Suhartono menambahkan, tindaklanjut persoalan sengketa lahan ini merupakan bagian dari komitmen Pemkab Kotim untuk menyelamatkan aset negara yang dimungkinkan hilang karena dikuasai oleh pihak ketiga (masyarakat).
Terkait hal ini, Pemkab Kotim bersama empat saksi rencananya akan menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Sampit yang telah dijadwalkan tanggal 5 April 2022. Selain rumah dinas milik Pemkab Kotim di Jalan MT haryono, ada dua lokasi aset milik negara yang sekarang masih dalam proses penyelesaian oleh penegak hukum. Lokasinya di SDN 1 Baamang Tengah Jalan Desmon Ali dengan luasan 1.584 meter persegi dan perumahan guru di Jalan Jeruk III di atas lahan seluas 1.750 persegi. Ketiga lokasi tanah Pemkab ini sampai sekarang masih dalam proses penyelesaian,” tandasnya. (hgn/yit)