Dugaan penyimpangan proyek pembuatan jalan tembus sebelas desa di pedalaman Kabupaten Katingan menyeret dua orang jadi pesakitan. Penelusuran Radar Sampit hampir dua pekan, aroma kriminalisasi menyeruak di balik jerat penyimpangan.
Laporan Gunawan dan Edy Ruswandi
Aktivitas hampir seharian penuh pada Kamis (17/3) itu, menguras energi Haji Asang Triasha. Sang surya sudah berada di ujung barat ketika dia tiba di hotel bersama dua rekannya yang mendampingi. Asang langsung melepas baju berkerah dan celana panjang yang dikenakannya saat masuk kamar hotel yang berdiri di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat itu. Hanya menyisakan celana pendek, dia lalu mengempaskan tubuh lelahnya di kasur empuk berukuran 100x200 cm.
Sudah sepekan lebih Asang berada di Jakarta untuk mencari keadilan dalam kasus yang menjeratnya. Pria kelahiran Tumbang Sanamang, Kabupaten Katingan, 47 tahun silam tersebut berkeliling ke sejumlah institusi penegak hukum dan lembaga pemerintahan bersama kuasa hukumnya.
Hari itu Asang menunaikan misi mendatangi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menyampaikan laporan terkait kasusnya. Dari lembaga yang dipimpin Mahfud MD itu, dia menyambangi Kantor Kementerian Sekretariat Negara di Jalan Veteran, Jakarta Pusat.
Setelah satu jam lebih melepas penat menikmati sejuknya udara pendingin ruangan, sekitar pukul 17.55 WIB, seseorang mengetuk pintu kamar. Rekan Asang yang saat itu tengah bersantai, langsung membuka pintu yang ternyata karyawan hotel.
Karyawan itu tak sendirian. Ada sekitar lima pria lain di belakangnya. Begitu pintu terbuka, mereka merangsek masuk dan mengaku dari tim kejaksaan. Petugas langsung menghampiri Asang yang tengah tiduran tanpa baju yang menutupi badannya.
Seorang petugas meminta Asang memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk-nya (KTP). Setelah memastikan pria itu orang yang dicari, mereka memerintahkan Asang mengenakan baju dan celana panjang. Tak banyak kata keluar dari mulut Asang. Dia bergegas mengikuti perintah dari aparat korps Adhyaksa itu.
Kuasa hukum Asang, Sukarlan Fachri Doemas, yang baru saja selesai mandi, sempat mempertanyakan surat perintah penangkapan terhadap kliennya. Petugas lalu memperlihatkan surat yang diminta, yang ternyata dikeluarkan Jaksa Agung Muda Intelejen Kejaksaan Agung. Surat sakti itu jadi senjata aparat untuk membawa Asang tanpa perlawanan.
Keesokan harinya, Jumat (18/3), Asang diterbangkan ke Palangka Raya. Saat tiba di Bandara Tjilik Riwut, dia diminta mengenakan rompi oranye. Kedua tangannya lalu diborgol. Dua orang aparat Kejati Kalteng lalu menggiringnya keluar dari pesawat. Adegan itu sempat jadi perhatian penumpang lainnya di bandara terbesar di Kalteng itu.
Penangkapan Asang di Jakarta dilakukan Kejati Kalteng setelah pria yang telah ditetapkan tersangka dalam perkara korupsi pembuatan jalan tembus sebelas desa di Katingan Hulu itu, beberapa kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik. Kejati langsung memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
Asang sejatinya merupakan pelapor dalam kasus tersebut. Dia mengadukan dugaan korupsi yang dilakukan sembilan kepala desa di Katingan Hulu terkait proyek pembuatan jalan yang dikerjakannya pada 2 Februari 2021 silam. Asang menuding kades sembilan desa itu menggelapkan uang pembayaran pekerjaannya yang telah dianggarkan dalam APBDes 2020.
Setahun lebih pelaporan, Kejati Kalteng justru menetapkannya sebagai tersangka. Dia menyusul mantan Camat Katingan Hulu Hernadie yang lebih dulu mendekam di balik jeruji. Keduanya dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar lebih.
Alasan itulah yang mendorong Asang bergerilya mencari keadilan dengan melaporkan kasusnya pada sejumlah institusi dan lembaga negara. Dia berusaha memberikan perlawanan sengit, karena merasa menjadi korban kriminalisasi yang dibalut tuduhan korupsi.
Perjalanan Proyek
Mantan Camat Katingan Tengah Hernadie, menyambut hangat kunjungan Bupati Katingan Sakariyas ke rumah jabatannya di Tumbang Sanamang, Kecamatan Katingan Hulu, pertengahan Oktober 2019 silam. Dalam pertemuan itu, Sakariyas secara lisan meminta Hernadie agar menyampaikan kepada kepala desa di sepanjang aliran Sungai Sanamang untuk menganggarkan dana membangun jalan.
Permintaan itu disampaikan Sakariyas untuk membantu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Katingan membangun infrastruktur, terutama jalan di wilayah pedalaman. Musababnya, APBD Katingan belum mampu mengakomodir semua pembangunan secara merata untuk wilayah Katingan yang memiliki luas wilayah 17.500 km persegi. ”Ketimbang dana desa digunakan tak keruan,” kata Hernadie, mengutip perkataan Sakariyas padanya.
Keterangan tersebut disampaikan Hernadie kepada Radar Sampit saat masih mendekam dalam Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya, Kamis (24/3). Hal itu juga telah disampaikannya sebagai nota pembelaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya.
Gagasan orang nomor satu di Katingan tersebut tak langsung disampaikan Hernadie pada pada kades. Sebulan setelahnya, tepatnya 17 November 2019, digelar acara syukuran terpilihnya Sakariyas-Sunardi Litang sebagai Bupati-Wakil Bupati Katingan di Desa Kiham Batang, wilayah paling ujung Sungai Sanamang yang memiliki panjang 23 kilometer itu.
Dari Tumbang Sanamang, Desa Kiham Batang hanya bisa dicapai melalui jalur sungai dengan waktu tempuh lebih tiga jam menggunakan kelotok. Radar Sampit tak sempat menjejakkan kaki di wilayah tersebut saat liputan di Katingan Hulu pertengahan Maret lalu. Selain karena alasan teknis, ada informasi kepala desa setempat yang akan diwawancara, Honda, tak berada di tempat.
Hernadie mengingat jelas sebagian besar perkataan Sakariyas saat berpidato dalam acara di Kiham Batang. Sakariyas menyampaikan kepada kepala desa agar menganggarkan dana untuk membangun jalan dari Tumbang Sanamang ke Kiham Batang. Jalan tersebut dinilai akan sangat bermanfaat bagi penduduk di sebelas desa yang totalnya tercatat sebanyak 2.462 jiwa (data BPS tahun 2021).
”Saya minta kepada semua kepala desa di jalur Sungai Sanamang nantinya, dalam tahun 2020 nanti, supaya bisa menganggarkan untuk pembuatan jalan dari Tumbang Sanamang sampai Desa Kiham Batang menggunakan dana desa guna membuka keterisolasian dan membantu APBD yang saat ini lagi kekurangan untuk biaya membangun jalan. Untuk peningkatannya, nanti akan kami bantu dialokasikan dari APBD,” kata Hernadie mengutip pidato Sakariyas.
Ada sebelas kades yang diminta patungan dana, yakni Julkarnain (Kades Sei Nanjan), Sabri (Tumbang Kuai), Reli (Kuluk Sapangi), Kasuma (Rangan Kawit), Sunardie (Rantau Puka), Suhardi (Dehes Asem), Ahmad Supriadi (Tumbang Kabayan), Sismanto (Tumbang Salaman), Liliansyah (Telok Tampang), Honda (Kiham Batang), dan Rusianto (Rantau Bahai).
Seingat Hernadie, kades yang hadir saat itu ada beberapa, di antaranya Kiham Batang, Rangan Kawit, dan Sei Nanjan. ”Adanya arahan itu juga diakui Bupati Katingan saat rapat masalah penyelesaian jalan (yang telah selesai dibangun) tanggal 13 Februari 2021 di ruang rapat Kantor Bupati Katingan,” ujar Hernadie.
Dua pekan setelah pertemuan tersebut, Hernadie melanjutkan, Honda mendatanginya di Kantor Camat Katingan Hulu. Honda menyampaikan padanya, seluruh kades di jalur Sungai Sanamang, bersepakat menggunakan sebagian dana desa untuk membangun jalan dari Tumbang Sanamang sampai Kiham Batang sepanjang 43 kilometer.
Hernadie lalu menyarankan agar masing-masing desa mengalokasikan sekitar Rp 500 juta dari dana desa. Kesepakatan tersebut akan dimusyawarahkan lagi dalam rapat. Menurut Hernadie, Honda juga memintanya membuat surat untuk sebelas kades terkait patungan dana tersebut sebagai dasar pihaknya menganggarkan dana desa. Surat tersebut dibuat hari itu juga, Senin, 2 Desember 2019.
”Sebagai camat, sudah menjadi tugas saya memfasilitasi dan membantu kepala desa dalam penggunaan dana desa maupun alokasi dana desa,” ujarnya.
Berangkat dari tanggung jawab tersebut, Hernadie lalu mengundang sebelas kades beserta Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada 29 Januari 2020 untuk menindaklanjuti pembuatan jalan yang disepakati. Rapat tersebut hanya dihadiri sepuluh kades. Kades Rantau Puka, Sunardie, tak bisa hadir karena berada di Palangka Raya.
”Sebelum saya menuju Desa Telok Tampang, Kades Rantau Puka menelepon saya dan mengatakan tak bisa hadir. Namun, apa pun keputusan rapat, dia akan menerima dan menyetujui hasilnya,” ujar Hernadie.
Hernadie menambahkan, rapat tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan. Di antaranya, sebelas desa setuju mengalokasikan Rp 500 juta dari APBDes. Mufakat itu dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani semua kades.
”Untuk pelaksanaan kesepakatan tersebut, yang berkaitan dengan pengaturan program proyek atau rencana tindak lanjutnya secara keseluruhan, menjadi tanggung jawab para pihak, bukan saya selaku camat,” kata Hernadie, seraya menegaskan, tak ada paksaan terhadap kades terkait penandatanganan nota kesepakatan tersebut.
Hernadie bersama kades juga sepakat proyek tersebut dikerjakan Haji Asang Triasha. Selain karena putra daerah setempat, Asang dinilai memiliki kemampuan untuk menggarap proyek tersebut.
”Beliau memang siap membantu. Siap membangun Katingan Hulu. Walaupun dananya belum keluar, beliau siap. Bupati juga mengarahkan ke beliau (Asang, Red) untuk mengerjakan. Kebetulan semua kades setuju,” ungkapnya.
Selesai rapat, Hernadie bersama sejumlah kades berbincang santai. Selain menyampaikan ucapan terima kasih karena rapat berjalan lancar, dia mengatakan pada kades, apabila anggaran untuk jalan yang disepakati tidak dimasukkan dalam APBDes 2020, dirinya tak akan menandatangani verifikasi APBDes yang diajukan.
”Itu saya sampaikan pada kades untuk menghargai kesepakatan yang telah dibuat. Para kades saat itu langsung sepakat. Menurut saya itu bukan ancaman, kecuali saya mengatakan dalam forum rapat,” ujarnya.
Setelah persamuhan di Desa Telok Tampang, Hernadie, sebelas kades, dan Asang Triasha, kembali menggelar rapat di Kantor Kecamatan Katingan Hulu, Tumbang Sanamang, pada 4 Februari 2020. Pada rapat yang juga dihadiri Kapolsek Katingan Hulu itu, pihaknya menandatangani Surat Perintah Kerja (SPK) sebagai dasar Asang Triasha menggarap proyek yang disepakati.
Bermodal SPK tersebut, Asang menggarap jalan yang diminta hingga selesai pada November 2020. Dia mengerjakan sesuai perintah kerja, yakni sepanjang sekitar 43 kilometer dengan lebar 8-12 meter. Asang juga membangun jembatan kayu sebanyak 74 buah di jalur jalan. Ekskavator dan buldozer dikerahkan untuk menggarap proyek tersebut.
Dalam perjalanannya, anggaran pembangunan jalan sempat turun dari Rp 500 juta menjadi Rp 385 juta saat pandemi Covid-19 merebak di Kalteng. Pengurangan alokasi membuat patungan dana totalnya menjadi Rp 4,235 miliar, dari sebelumnya sebesar Rp 5,5 miliar.
Asang tak menyoal ketika anggaran proyek turun. ”Karena sejak awal niatnya memang untuk membantu kepentingan masyarakat,” kata Asang, beberapa hari sebelum ditangkap.
Catatan Radar Sampit, Bupati Katingan Sakariyas bersama sejumlah pejabat lainnya pernah meninjau proyek jalan saat masih dikerjakan pada Juni 2020. Saat itu, Sakariyas mengapresiasi para kades yang telah menganggarkan dana desa untuk membangun jalan tersebut.
”Dengan terbangunnya jalan di darat itu, akan mempermudah dan memperlancar akses masyarakat setempat menjalankan aktivitasnya,” kata Sakariyas kepada sejumlah wartawan, Juni 2020 silam.
Sakariyas juga sempat berjanji, apabila badan jalan tersebut sudah terhubung, dirinya akan mengusulkan ke pemerintah pusat agar ruas itu menjadi jalan strategis nasional. Namun, sebelum diusulkan, ditingkatkan lebih dulu menggunakan APBD Katingan. (ign/bersambung)