SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Rabu, 06 April 2022 11:22
Kisah Penyimpangan Proyek Jalan di Pedalaman Katingan, Asang Versus 9 Kepala Desa

Dugaan penyimpangan proyek pembuatan jalan tembus sebelas desa di pedalaman Kabupaten Katingan menyeret dua orang jadi pesakitan. Penelusuran Radar Sampit hampir dua pekan, aroma kriminalisasi menyeruak di balik jerat penyimpangan.

 

 

Kelotok tanpa atap yang membawa Radar Sampit lewat tengah hari itu, Minggu (20/3), perlahan menepi. Mesin dompeng (diesel) yang sebelumnya meraung keras setelah menongkah gelombang hampir satu jam, akhirnya berhenti saat merapat di samping kelotok warga lainnya.

Perahu mesin tersebut tambat tak jauh dari pinggir Sungai Sanamang. Di bawah rerimbunan pohon yang menghalangi teriknya matahari, Radar Sampit bersama dua warga setempat yang bertindak sebagai pemandu, harus melompat ke daratan.

Setelah menaiki jalan agak berbukit, tampak sebuah jalan membentang membelah hutan. Sebagian badan jalan ditumbuhi rerumputan. Di beberapa bagian bahkan berdiri tegak pepohonan. Tanahnya keras. Telapak kaki agak terasa sakit ketika berjalan menyusuri jalan tersebut.

”Inilah sebagian jalan yang dibangun Haji Asang tahun 2020 lalu. Sekarang sudah sulit dilintasi. Maklum, hampir setahun sudah tak pernah dirawat setelah selesai dikerjakan,” kata Deli (30), motoris kelotok yang memandu kami.

Menurut Deli, ketika baru selesai dikerjakan, jalan sepanjang 43 kilometer tersebut sebenarnya bisa dilalui. Namun, karena tak ada perawatan dan jarang dilintasi kendaraan, terutama mobil, kembali dijejali rumput dan pohon.

”Sebenarnya kalau ada feri penyeberangan, jalan ini akan lebih sering dilalui, sehingga tanaman juga tak akan tumbuh,” tambah Deli. Posisi jalan tersebut berada di seberang Tumbang Sanamang, Ibu Kota Kecamatan Katingan Hulu.

Tak semua desa berada persis di jalur jalan. Sebanyak tujuh desa berada di jalur jalan, sementara empat desa di seberangnya. Warga empat desa itu harus menyeberang Sungai Sanamang yang lebarnya sekitar 20 meter lebih untuk menggunakan infrastruktur itu. Feri penyeberangan diperlukan untuk mengangkut kendaraan warga apabila ingin menggunakan jalan.

Setelah dibangun, jalan itu dibiarkan begitu saja. Warga sesekali menggunakannya ketika masih nyaman dilintasi. Terutama saat kemarau. ”Kami menyambut gembira penggarapan kembali jalan yang dibuat Haji Asang. Sebab, transportasi kami selama ini masih lewat sungai. Apabila jalan digarap, itu lebih memudahkan, bahkan ekonomi kami bisa naik,” kata Agung Kramajaya, Ketua RT 2 Desa Sei Nanjan.

Setelah selesai dikerjakan, pembayaran proyek jalan tersebut ternyata bermasalah. Asang tak menerima pembayaran penuh sesuai kesepakatan sebesar Rp 4,2 miliar lebih. Mengutip Direktori Putusan MA Nomor 38/Pid.Sus-TPK/2021/PN Plk dengan terdakwa Hernadie, total pembayaran yang diterima Asang sebesar Rp 2.107.850.000.

Sebanyak sembilan desa hanya membayar sekitar setengah dari pekerjaan, yakni Tumbang Kabayan, Sei Nanjan, Rantau Bahai, Rantau Puka, Tumbang Kuai, Kuluk Sapangi, Dehes Asem, Rangan Kawit, dan Desa Kiham Batang. Hanya dua desa yang membayar penuh, yakni Tumbang Salaman dan Telok Tampang (selengkapnya lihat infografis).

Asang berusaha menagih sisanya pada kepala desa. Dia bahkan sempat memberikan somasi pada sembilan kades, namun tak membuahkan hasil. Permasalahan itu sempat ramai diperbincangkan warga Katingan Hulu di media sosial; Facebook.

Masih mengacu dokumen putusan, hiruk-pikuk warga yang ramai membahas proyek jalan itu jadi perhatian Pemkab Katingan. Penyelesaian lalu diupayakan melalui rapat pada 15 Desember 2020 yang dipimpin Wakil Bupati Katingan Sunardi Litang.

Rapat kemudian berlanjut 13 Januari 2021. Kali ini dipimpin langsung Bupati Katingan Sakariyas di Kantor Bupati Katingan, Kasongan. Persamuhan itu tak membuat pembayaran terhadap Asang bisa dicairkan. Sebaliknya, Sakariyas memerintahkan Inspektorat melakukan pemeriksaan.

Perintah pemeriksaan tersebut turun karena ada beberapa berkas persyaratan terkait proyek yang dinilai tak lengkap. Namun, seperti penuturan Hernadie sebelumnya, dalam rapat itu pula Sakariyas mengiyakan pernah mengarahkan pembangunan jalan menggunakan dana desa sebelas kades.

”Bupati sempat menyangkal. Ketika salah satu kades mengingatkan bahwa hal tersebut disampaikan dalam pidato di Kiham Batang, baru Bupati mengakuinya,” ujar Hernadie. Hal itu juga disampaikannya dalam sidang. Soal rapat di Pemkab Katingan, Hernadie menyebut berlangsung atas upayanya.

Penyelesaian di tingkat Pemkab Katingan yang tak memberikan solusi terhadap pembayaran proyek, membuat Asang kian gerah. Berbagai upaya yang dilakukannya menemui jalan buntu. Hingga akhirnya dia berniat memperkarakan hal tersebut ke proses hukum.

Lisnawi, istri Asang, yang sempat ikut membantu suaminya selama proyek itu dikerjakan, mengaku pernah dijanjikan seorang kades yang memastikan akan membayar upah pekerjaan suaminya. Bahkan, kades tersebut berniat menyerahkan asetnya berupa bangunan sebagai jaminan.

”Kades itu berniat menyerahkan gedungnya untuk pembayaran, asalkan kami tak melapor (pada aparat penegak hukum terkait tunggakan pembayaran proyek, Red). Tapi, kami tunggu-tunggu, tak dibayar juga,” ujarnya kepada Radar Sampit saat ditemui di kediamannya, Tumbang Sanamang, Senin (21/3).

Janji yang tak kunjung ditepati membuat Asang habis kesabaran. Dia akhirnya melaporkan masalah tersebut ke Kejati Kalteng pada 2 Februari 2021. Asang mengadukan sembilan kades yang belum membayar penuh upahnya dengan tuduhan penyelewengan dana desa. Totalnya sebesar Rp 2.112.780.000.

”Tidak ada iktikad baik dari aparat di (sembilan) desa itu supaya mereka mau membayar sisa pekerjaan kami. Makanya kami terpaksa membawa kasus ini ke jalur hukum,” kata Asang kepada wartawan, Februari 2021 silam.

Selain ke Kejati Kalteng, Asang juga berupaya memperjuangkan haknya dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kasongan. PN Kasongan mengabulkan gugatannya pada 16 Agustus 2021.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum sembilan kades membayar sisa pekerjaan jalan yang dikerjakan Asang sebesar Rp 1,6 miliar. Putusan itu diperkuat lagi oleh Pengadilan Tinggi Palangka Raya pada 26 Oktober 2021. Meski demikian, ketetapan tersebut belum bisa dilaksanakan, karena masih kasasi di Mahkamah Agung.

Kepada Radar Sampit saat ditemui di kediamannya, Kepala Desa Rantau Bahai Rusianto mengatakan, pihaknya bukan sengaja tak ingin membayar. Hanya saja, dia bersama kades lainnya menunggu kelengkapan berkas persyaratan pengerjaan proyek, di antaranya rencana anggaran biaya (RAB).

”Saat kami rapat di Tumbang Sanamang (ketika penandatanganan SPK), Pak Camat (Hernadie) menyatakan siap membuat semua persyaratan administrasinya, tapi kami tunggu-tunggu sampai sekarang tak ada. Makanya kami tak berani (membayar), takut melanggar hukum,” katanya.

Upaya Radar Sampit menemui kepala desa lainnya untuk mengonfirmasi pembayaran tersebut gagal karena sebagian besar tak berada di tempat. Selain itu, salah seorang kades yang ditemui, menolak berkomentar. Alasannya, dia tak mau pernyataannya justru berujung masalah.

 

Perlawanan

Hari kasih sayang yang jatuh pada 14 Februari 2022, jadi catatan kelam dalam hidup Asang. Laporannya ke Kejati Kalteng menjadi gerbang bencana. Alih-alih menguak dugaan korupsi para kepala desa yang dilaporkan, jerat hukum justru menimpanya. Kejati Kalteng resmi menetapkannya jadi tersangka di hari itu. Asang menyusul jejak Hernadie yang lebih dulu mendekam dalam penjara sejak 19 Juli 2021.

Penetapan tersangka itu membuang Asang berang. Dia tak menyangka niatnya melaporkan dugaan penyimpangan, justru jadi bumerang. Asang dituding merugikan negara karena menerima pembayaran proyek jalan yang selesai dikerjakan; Rp 2.107.850.000.

Tuduhan itu dinilai mengada-ada. Asang merasa menjadi korban kriminalisasi. Pemilik perusahaan CV Anggun Putri Katingan ini kian sakit hati melihat sembilan kades yang ingkar padanya, justru melenggang bebas. Lepas jerat hukuman.

”Sangat tidak masuk nalar dan logika wajar. Saya yang telah melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan melalui badan kerja sama antardesa, kemudian karena tidak dibayar, saya melaporkan sembilan kepala desa kepada kejaksaan, tapi justru oleh penyidik Kejati Kalteng saya ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya kepada Radar Sampit.

Asang berusaha memberikan perlawanan. Dia melaporkan dugaan korupsi sembilan kades yang tak membayar sisa proyek jalan di Katingan Hulu ke Polda Kalteng. Asang menduga uang pembayaran tersebut dipakai untuk kepentingan lain oleh para kades.

Menurut Asang, dalam dokumen yang diperoleh dari laman sid.kemendesa.go.id, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah mentransfer anggaran terkait pekerjaan proyek jalan itu. Sembilan kades telah menerima anggaran tersebut secara penuh dengan total Rp 3.609.570.000.

Realisasi yang dilaporkan dalam laman tersebut baru Rp 1.394.360.000, masih tersisa Rp 2.215.210.000. Sisa anggaran itu, menurut Asang, harusnya untuk pembayaran proyek yang dikerjakannya. Saat Radar Sampit mengunjungi website yang disebutkan, data itu sudah tak tersedia.

Upaya Asang mempolisikan para kades memberikan secercah harapan. Aparat Polri mendalami laporannya dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) pada 10 Maret 2022. Sebelas desa kembali dipanggil untuk diperiksa bersama sejumlah pihak terkait lainnya. Proses penyelidikan perkara masih berlangsung.

”Saya berharap laporan ke Polda Kalteng ini bisa menjadi tempat mencari keadilan hukum bagi saya. Saya bersumpah demi Allah saya tidak bersalah. Secercah harapan itu masih ada. Terima kasih Polda Kalteng yang telah merespons laporan kami. Kami siap bekerja sama membuka seterang-terangnya kasus ini dan yang sebenar-benarnya,” ujar Asang.

Laporan ke Polda Kalteng belum membuatnya puas. Dia mencari keadilan hingga ke pusat pemerintahan di Jakarta. Menyambangi sejumlah instansi dan lembaga. Asang tercatat mengadukan perkara yang menimpanya pada Komisi Kejaksaan RI dan Kejaksaan Agung (Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus).

Kemudian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Presiden RI melalui Kementerian Sekretariat Negara, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Laporan yang disampaikan terkait dugaan kriminalisasi yang dilakukan penyidik Kejati Kalteng.

”Sembilan kades yang tidak membayar upah, yang dalam laporan keuangan desa seolah-olah telah membayar upah pekerjaan (diduga korupsi, Red), justru dilindungi penyidik Kejati,” kata Asang, usai melapor ke Jamwas dan Jampidsus di Kejagung.

Sibuk gerilya selama di Jakarta, membuat Asang tak bisa menghadiri panggilan pemeriksaan dari Kejati Kalteng. Korps Adhyaksa tersebut akhirnya menetapkannya sebagai buron. Tim Tangkap Buronan (Tabur) dari Kejati Kalteng dan Kejagung, menangkap Asang di hotel tempatnya menginap di Jakarta, 17 Maret lalu.

”Tim berhasil mengamankan buronan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembuatan jalan tembus antardesa di sebelas desa, sepanjang aliran Sungai Sanamang tahun anggaran 2020. Dia adalah daftar pencarian orang (DPO) asal Kejati Kalteng,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam rilis terkait penangkapan tersebut.

”Tersangka diamankan karena ketika dipanggil sebagai tersangka oleh Jaksa Penyidik Kejati Kalteng tidak datang memenuhi panggilan yang sudah disampaikan secara patut. Selanjutnya tersangka dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO),” tambah Ketut.

Terkait penetapan tersangka, Asang sempat mengajukan gugatan praperadilan. Upayanya sia-sia. Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya menolak gugatan Asang. Penetapan tersangka yang dilakukan Kejati Kalteng dinilai sah menurut hukum, yang didasari bukti, keterangan saksi, ahli, surat, dan petunjuk. Asang kini mendekam dalam Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya.

”Saya berpesan kepada teman di luar sana, hati-hati kalau melaporkan dugaan korupsi, karena terjadi sekarang yang melapor malah dijadikan tersangka,” ujar Asang.

Rahmadi G Lentam, kuasa hukum Asang mengungkapkan, kliennya menolak memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kepada penyidik Kejati Kalteng. Asang mengambil langkah itu karena sudah antipati pada penyidik yang menetapkannya sebagai tersangka.

Menurut Rahmadi, Asang sebagai pelapor dugaan korupsi harusnya dilindungi. Hal itu mengacu UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selambatnya 30 hari setelah menerima laporan, Kejati harusnya wajib menyampaikan perkembangannya kepada pelapor, bukan malah menetapkannya sebagai tersangka.

Selain itu, kata Rahmadi, dalam Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan, saksi korban, saksi pelaku, dan atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana atau perdata atas kesaksian dan atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Kemudian, tuntutan hukum terhadap pelapor wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkannya telah diputus pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Mengacu aturan tersebut, Rahmadi mengungkapkan, kliennya mengajukan gugatan terhadap Jaksa Agung, Jamwas, Jampidsus, dan Kepala Kejati Kalteng. Sebagai turut tergugat, Presiden RI, Menkopolhukam, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Kejaksaan RI dan Komisi III DPR RI.

”Pelapor (Asang, Red) merasa diperlakukan secara diskriminatif dan sewenang-wenang oleh penyidik Kejati Kalteng. Ada apa dengan penyidik Kejati Kalteng? Seperti inikah wajah penegak hukum, khususnya penyidik di Kejati?” tegas Rahmadi. (ign/bersambung)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers