Semangat membuka keterisolasian harus dikubur dalam. Tudingan pemaksaan yang menjerat mantan Camat Katingan Hulu Hernadie, membuatnya harus mendekam lama dalam penjara.
Laporan Gunawan dan Edy Ruswandi
Suasana Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya siang itu sepi, Rabu (24/3). Sejumlah pegawai terlihat beberapa kali hilir mudik melintas di bagian depan pintu masuk Rutan. Pintu besi untuk masuk ke kawasan dalam dijaga ketat. Hanya dibuka ketika ada orang masuk atau keluar. Radar Sampit hari itu mendapat informasi kuasa hukum Haji Asang Triasha, Rahmadi G Lentam, mendatangi kliennya di tahanan. Momentum itu bisa jadi pintu masuk koran ini untuk menemui langsung Asang di tahanan. Sekaligus mantan Camat Katingan Hernadie yang mendekam lebih dulu di tempat yang sama.
Radar Sampit berusaha mengontak kuasa hukum Asang agar bisa masuk. Namun, mereka meminta menunggu, karena ada beberapa hal yang tengah dibahas bersama kliennya. Asang saat itu kabarnya juga tengah menjalani pemeriksaan kesehatan.
Hampir satu jam menunggu, tak ada kabar baru. Radar Sampit lalu berusaha masuk dengan alasan menjenguk tahanan. Rencana itu gagal. Menurut pegawai setempat, saat itu bukan waktu besuk tahanan. Kami mengubah siasat. Kali ini menggunakan identitas sebagai wartawan. Petugas jaga pintu depan menegaskan, untuk menemui tahanan, harus koordinasi dulu dengan Kepala Rutan. Akan tetapi, Kepala Rutan Kelas IIA Palangka Raya Suwarto, saat itu tengah menghadiri acara di tempat lain.
Radar Sampit kembali memutuskan untuk menunggu kabar dari kuasa hukum Asang. Namun, hingga tengah hari, tetap tak ada kabar. Kami memutuskan untuk mencari cara lain meminta keterangan Hernadie maupun Asang. Tuduhan korupsi dalam proyek jalan yang digarap Asang di Katingan Hulu, berkait erat dengan Hernadie yang lebih dulu jadi pesakitan. Kejati Kalteng menjeratnya dengan tuduhan memaksa sebelas kades di wilayah yang dipimpin Hernadie saat menjadi camat, sehingga menimbulkan kerugian negara.
Setelah menjalani beberapa kali sidang, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya yang diketuai Alfon, menghukum Hernadie dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta pada 8 Maret 2022. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, diganti pidana penjara selama tiga bulan.
Hernadie dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan Hernadie bersama Asang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2.107.850.000.
Mengutip Direktori Mahkamah Agung RI Putusan Nomor 38/Pid.Sus-TPK/2021/PN Plk setebal 245 halaman, ada beberapa hal yang memberatkan Hernadie, di antaranya memaksa sebelas kades menganggarkan dana desa untuk pembuatan jalan, memaksakan pembentukan Badan Kerja Sama Antardesa (BKAD), dan memaksa kades menandatangani Surat Perintah Kerja (SPK).
Kemudian, proyek sebesar Rp 5,5 miliar dilaksanakan tanpa lelang, tak ada rancangan anggaran biaya (RAB) proyek, dan tak dilakukan serah terima pekerjaan setelah proyek selesai. Sebagian besar tuduhan itu didasari pada keterangan sebelas kades dan saksi memberatkan lainnya, seperti dari Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabul Mustiman dan ahli dari Inspektorat Katingan. Selain itu, juga mengacu barang bukti berupa dokumen yang disita, di antaranya kuitansi pembayaran.
Sebelas kades yang diperiksa, yakni Julkarnain (Kades Sei Nanjan), Sabri (Tumbang Kuai), Reli (Kuluk Sapangi), Kasuma (Rangan Kawit), Sunardie (Rantau Puka), Suhardi (Dehes Asem), Ahmad Supriadi (Tumbang Kabayan), Sismanto (Tumbang Salaman), Liliansyah (Telok Tampang), Honda (Kiham Batang), dan Rusianto (Rantau Bahai). Pengakuan mereka sebagian besar menyudutkan Hernadie. Rusianto, misalnya, menyebut permintaan menganggarkan dana desa Rp 500 juta untuk proyek jalan yang disertai ancaman tidak akan menandatangani evaluasi APBDes 2020, disampaikan dalam forum rapat di Telok Tampang pada 29 Januari 2020.(sos/ign)