Tudingan kriminalisasi yang kerap digaungkan Hernadie dan Asang melalui media massa maupun media sosial, tak membuat Kejati Kalteng sibuk memberikan bantahan. Pun ketika Asang melaporkan dugaan kriminalisasi yang dialaminya ke sejumlah institusi dan lembaga negara di Jakarta. Kejati Kalteng seolah tak terpengaruh dan terus menggarap kasus tersebut.
Ditemui Radar Sampit di Kantor Kejati Kalteng di Palangka Raya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Dodik Mahendra, Kamis (24/3), menegaskan, penyidik menjalankan tugasnya sesuai prosedur dalam perkara itu. Pihaknya menjerat tersangka berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti yang dikumpulkan.
”(Sebelas) kades itu kan memang dipaksa. Berdasarkan fakta persidangan, dipaksa (Hernadie, Red) menganggarkan dana desa untuk pembangunan jalan tembus sebelas di Katingan Hulu,” ujarnya.
Terkait penetapan Asang sebagai tersangka, Dodik menjelaskan, pihaknya menilai ada beberapa perbuatan yang dilanggar Asang. Di antaranya, Asang bukan berprofesi atau memiliki suatu perusahaan dengan kualifikasi tertentu ketika mendapatkan mandat mengerjakan proyek tersebut.
”HAT (Haji Asang Triasha, Red) ini swasta murni. Dalam kegiatan pengadaan jasa konstruksi yang nilainya sebesar itu (Rp 5,5 miliar), harus melalui pelelangan, sedangkan itu kan melalui penunjukan langsung. Itu sudah kegiatan menyimpang,” kata Dodik.
Dodik juga membantah Kejati tak menindaklanjuti laporan Asang 2 Februari 2021 silam. Pihaknya telah mengusut perkara itu. Akan tetapi, setelah didalami, menemukan ada pelanggaran dalam pengerjaan proyek, hingga akhirnya menyasar Hernadie sebagai Camat Katingan Hulu saat itu dan Asang sendiri yang melaporkan kasus.
Dodik menuturkan, pengerjaan proyek jalan tersebut sebenarnya tak masalah jika dikerjakan secara swakelola yang dikerjakan warga desa sendiri. Akan tetapi, karena melibatkan pihak ketiga, proyek itu akhirnya berujung masalah hukum.
Menurut Dodik, langkah Asang yang melaporkan tindak pidana korupsi memang bisa dibenarkan. Akan tetapi, harus murni ada iktikad baik membongkar suatu penyimpangan yang merugikan negara. Bukan disertai dengan embel-embel di belakangnya.
Laporan Asang dinilai tak murni untuk membongkar praktik korupsi, melainkan hanya karena upahnya mengerjakan proyek tak dibayar. Selain itu, lanjut Dodik, seharusnya Asang melaporkan dua kades lainnya yang telah membayar, bukan hanya sembilan kades yang menunggak.
Mengenai laporan Asang ke Polda Kalteng yang tengah diusut, Dodik menuturkan, hal tersebut merupakan hak Asang. Hanya saja, dia meyakini penyelidik Polda akan melihat fakta secara keseluruhan untuk menemukan konstruksi kasus tersebut secara utuh.
Dia memastikan penanganan perkara itu tak akan tumpang tindih dengan Polda Kalteng. Hanya saja, apabila Polda berniat memeriksa Hernadie dan Asang, harus melalui izin terlebih dulu. Pemeriksaan Hernadie memerlukan izin dari Pengadilan Tipikor Palangka Raya, sementara Asang melalui Kejati Kalteng.
Dodik juga menjawab tudingan Kejati sengaja meloloskan sebelas kades dalam perkara itu. Dia menegaskan, dari fakta-fakta persidangan, belum ada mengarah pada keterlibatan kades.
Terkait alasan tak memeriksa semua pihak terkait, salah satunya Bupati Katingan Sakariyas yang beberapa kali disebut dalam perkara itu, Dodik mengungkapkan, hal tersebut merupakan kewenangan penyidik sepenuhnya. Penyidik tak menemukan korelasinya, sehingga keterangan orang nomor satu di Katingan itu belum diperlukan.
Dodik juga sempat mempertanyakan alasan Radar Sampit yang gencar mengangkat berita tersebut. ”Apa sih seksinya berita ini?” ujarnya. Setelah dijelaskan bahwa kabar itu ramai dibahas warga di Katingan Hulu, dia baru memahami.
Sebagai informasi, berita soal korupsi kerap jadi berita utama Radar Sampit, termasuk korupsi soal dana desa. Selain karena korupsi sebagai kejahatan luar biasa, perbuatan itu juga menyengsarakan rakyat, serta untuk memberikan hukuman sosial pada pejabat agar tak berperilaku korup.
Lebih lanjut Dodik mengatakan, berbagai perkara penyimpangan yang berkaitan dengan dana desa harus jadi pelajaran kepala desa lainnya agar lebih hati-hati. Kepala desa diminta berkonsultasi dengan pejabat di atasnya, bahkan sampai pejabat tingkat kabupaten untuk menghindari penyimpangan.
Di sisi lain, kejaksaan juga memiliki program untuk meminimalisasi penyimpangan anggaran desa, yakni dengan memberikan sosialisasi dan edukasi. Hanya saja, untuk mengedukasi semua kades, terkendala pada terbatasnya personel. ”Mungkin nanti bisa disiasati dengan mengumpulkan kades di satu tempat, lalu diberikan sosialisasi,” katanya. (ign)