SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) didesak mengintervensi anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit untuk membantu petani. Hal tersebut sebagai tindak lanjut edaran dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
”Kami mendesak Pemkab Kotim, dalam hal ini Bupati Kotim segera menindaklanjuti edaran Dirjen Perkebunan mengenai harga kelapa sawit masyarakat,” kata Ketua Fraksi PDIP DPRD Kotim Paisal Darmasing, Selasa (26/4).
Dalam Surat Edaran yang ditandatangani Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Ali Jamil yang terbit 25 April 2022, ada tiga poin penting yang perlu diatur pemerintah daerah. Pertama, turunnya harga TBS secara sepihak sebesar Rp 300-Rp 1.400 per Kg, berpotensi melanggar Permentan Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
”Hal tersebut bisa menimbulkan keresahan, selanjutnya berpotensi menimbulkan konflik petani sawit dengan PKS (perkebunan kelapa sawit),” kata Ali dalam suratnya.
Kedua, Ali menjelaskan bahwa minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) tidak termasuk dalam produk sawit yang dilarang ekspor. Pelarangan ekspor hanya diterapkan kepada RBD Olein (tiga pos tarif); (a) 1511.90.36 (RBD Palm Olein dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25 Kg; (b) 1511.90.37 (lain-lain, dengan nilai lodine 55 atau lebih, tetapi kurang dari 60); dan (c) 1511.90.38 (lain-lain).
Poin ketiga, Gubernur diminta mengeluarkan edaran pada bupati/wali kota agar perusahaan sawit tidak menetapkan harga beli TBS secara sepihak. Kemudian, memberikan peringatan atau sanksi kepada perusahaan yang melanggar ketentuan Permentan 01/2018.
Paisal menuturkan, petani kelapa sawit merasakan dampak penurunan harga. Hal tersebut harus segera ditindaklanjuti sebelum petani mengalami kerugian besar.
”Jangan sampai momentum ini justru dimanfaatkan oknum pengusaha besar untuk mendapatkan keuntungan,” katanya.
Sementara itu, pengusaha kelapa sawit yang juga anggota DPRD Kotim Pardamean Gultom juga mendorong Bupati Kotim menindaklanjuti arahan Kementan tersebut. Intervensi harga kelapa sawit di pabrik harus segera dilakukan.
”Karena ketentuannya jelas dan tegas. Bagi siapa yang melanggar harus ditindak tegas. Dengan kejadian seperti ini, justru dibuat-buat alasan menurunkan harga di tingkat petani untuk harga TBS,” katanya.
Terpisah, anggota DPRD Kabupaten Katingan Rudi Hartono juga mendesak pemerintah kabupaten maupun provinsi mengambil sikap terhadap perusahaan yang beroperasi di Katingan yang membeli TBS dengan harga murah.
”Pemerintah daerah jangan hanya terpaku dan tinggal diam dengan harga TBS kelapa sawit yang terjun bebas di tingkat petani,” ujarnya.
Rudi menilai, pemilik pabrik mengambil kesempatan dengan kebijakan pemerintah pusat. Di sisi lain, pemerintah daerah terkesan diam, seolah-olah ada kerja sama. Hal itu tak boleh dibiarkan, karena menyangkut kesejahteran masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada komoditi tersebut.
”Pemerintah daerah, baik bupati ataupun gubernur harus bergerak cepat membantu petani agar harga TBS sawit tidak dipermainkan pengelola atau pemilik pabrik,” tegas Rudi.
Kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya yang mulai berlaku pada 28 April, langsung menghantam usaha perkebunan kelapa sawit. Harga TBS terjun bebas. Para petani sawit terancam sengsara akibat kerugian berkepanjangan.
Di Kotim, sejumlah pabrik penerima TBS mematok harga rendah. Bahkan, di tingkat petani sudah di bawah Rp 2.000 per kilogram dari pengepul. Sebelumnya harga di tingkat petani masih besar pada angka Rp 3.200 per kilogram.
Sejumlah pabrik kelapa sawit menerima TBS dengan harga sekitar Rp 2.600 per kilogram. Artinya, di tingkat petani bakal lebih murah lagi. ”Sejak hari ini turun. Di perusahaan harga hanya Rp 2.600 per kilogram," ujar Adi Priyanto, pengepul buah sawit di Kecamatan Telawang.
Menurut Adi, harga di tingkat petani diprediksi hanya berkisar Rp 1.900 hingga Rp 2.000 saja per kilogramnya. Dia mengaku tak mengetahui pasti penyebab turunnya harga TBS.
”Apakah jelang Lebaran ini harga turun atau seperti apa? Karena harga turun ini merata di tiap PKS (perkebunan kelapa sawit, Red)," ujar Adi. (ang/ewa/ign)