Satresnarkoba Polres Lamandau kembali mengamankan jaringan narkoba lintas provinsi. Nilai sabu yang disita tak tanggung-tanggung, mencapai 1 kilogram. Barang haram itu dikirim dari Pontianak, Kalimantan Barat dengan tujuan Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Operasi penangkapan tersebut dilaksanakan di Jalan Trans Kalimantan Km 18, Nangabulik, Kabupaten Lamandau, Selasa (9/8) sekitar pukul 01.00 WIB. Polisi meringkus dua tersangka, ATP dan HT. Dari pengembangan, aparat kembali menangkap kurir wanita yang menerima barang tersebut di Sampit, NW, di Jalan Tidar IV.
Kapolres Lamandau AKBP Bronto Budiyono dalam konferensi pers di Aula Satryo Pambudi Luhur, Polres Lamandau, Senin (15/8), mengatakan, penangkapan itu berawal ketika pada 8 Agustus lalu, Satresnarkoba mendapat informasi ada seorang laki-laki membawa narkotika jenis sabu dari Pontianak menuju Kota Sampit.
Berbekal informasi tersebut, pada 9 Agustus, sekitar pukul 01.00 WIB, anggota Satresnarkoba bersama tim Sabhara Polres Lamandau menghentikan sebuah kendaraan yang dicurigai membawa barang haram senilai miliaran rupiah tersebut.
”Selanjutnya dilakukan penggeledahan badan terhadap pengendara, yakni ATP (29) dan HT (44). Namun, tidak ditemukan barang bukti. Penggeledahan lalu dilakukan pada unit kendaraannya dan ditemukan tas hitam yang di dalamnya terdapat satu bungkus plastik berukuran besar diduga narkotika jenis sabu. Keduanya beserta barang bukti langsung diamankan ke Mapolres Lamandau untuk penyelidikan lebih lanjut.
”Kami lakukan pengembangan atas kasus ini. Dari keterangan tersangka ATP, kami mengamankan satu orang tersangka lain berinisial NW (39) di Sampit, yang menerima barang haram tersebut,” ujarnya.
Atas perbuatannya, lanjutnya, para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan ancaman hukuman pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda minimal Rp 1 miliar dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Jaringan Terputus
Catatan Radar Sampit, sejak Januari – Agustus 2022, Satnarkoba Polres Lamandau mengungkap 17 kasus peredaran narkotika. Sebanyak tiga tangkapan di antaranya mendapatkan barang bukti besar, yakni 4 kg, 2 kg, dan terakhir 1 kg.
Barang haram tersebut diduga berasal dari Malaysia. Pasalnya, hampir sebagian besar modus operandinya, sabu dibungkus dalam kemasan teh dengan tulisan aksara cina merek Guanyinwang, lalu dikirim menggunakan kurir. Siasat peredaran yang rapi menyulitkan polisi memburu bos besar barang haram itu.
”Kurir ini tidak mengenal bandar besarnya. Baik pengirim maupun pemesan, mereka menggunakan sistem putus,” kata Bronto.
Saat pengiriman, lanjutnya, kurir mengambil barang di lokasi tertentu sesuai perintah dari telepon, sehingga tidak bertemu langsung dengan pemasok. Kurir kemudian diberi upah dengan kisaran Rp 5 juta – Rp 10 juta per kg.
”Saat kami lakukan tracking terhadap nomor handphone tersebut, sudah mati atau tidak aktif dengan posisi berada di luar negri. Nomornya juga nomor luar negeri. Kalau nomor Indonesia mungkin masih bisa terlacak,” ujarnya.
Hal itulah yang membuat aparat kesulitan melacak bandar besar sabu yang selama ini mengirim berkilo-kilo sabu dari Kalbar menuju Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Hal serupa juga terjadi dalam sistem penerimaan sabu. Pemesan menggunakan kurir untuk mengambil barang. Barang akan dilempar di suatu tempat, lalu kurir suruhan pemesan mengambil barang tersebut untuk disimpan lagi di tempat lain.
”Sama. Kurir suruhan pemesan ini juga menyatakan tidak tahu dan tidak kenal dengan yang menyuruhnya. Dia hanya dijanjikan akan dibayar jika misi berhasil,” ungkapnya.
Para kurir, lanjutnya, biasanya mengaku pekerjaan haram tersebut mereka ambil demi memenuhi biaya hidup, karena mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Hanya pekerja serabutan, sehingga apa pun dilakukan demi menghasilkan uang. Tak jarang pula kurir yang bukan pecandu atau pemakai sabu.
Gagalnya pengiriman sabu seberat 1 kg yang diperkirakan senilai sekitar Rp 1 miliar itu, kata Bronto, setidaknya telah menyelamatkan sekitar sepuluh ribu jiwa manusia. Dengan asumsi setiap pecandu mengonsumsi sebanyak 0,1 gram per hari. (mex/ign)