SAMPIT – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Sampit menerima penyerahan tiga ekor burung yang dilindungi undang-undang, yakni dua ekor burung beo atau tiung emas dan satu ekor burung elang brontok. Penyerahan itu dilakukan Senin (29/8).
Komandan Pos Jaga Sampit Muriansyah mengatakan, tiga ekor burung tersebut diserahkan warga Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bernama Ahmad. Lokasi penyerahan di Pos Manggala Agni, Sampit.
”Burung-burung tersebut merupakan peliharaan warga Desa Pundu. Atas dasar kesadaran pribadi, warga tersebut menyerahkan secara sukarela burung-burung itu," kata Muriansyah.
Menurutnya, warga tersebut sejak awal yakin menyerahkan elang, karena mengetahui burung tersebut merupakan binatang yang dilindungi. Namun, sempat ragu saat ingin menyerahkan burung beo yang sempat dipeliharanya.
”Kalau beo, dia sempat ragu menyerahkan. Tapi, setelah diberikan penjelasan oleh petugas kalau saat ini beo atau tiung emas termasuk jenis burung yang dilindungi juga, akhirnya beo pun ikut serahkan,” katanya.
Muriansyah menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia, burung beo termasuk dalam satwa yang dilindungi.
”Memang saat ini masih banyak warga yang belum tahu kalau beo sudah termasuk jenis burung yang dilindungi undang-undang,” ujarnya.
Dari pengamatan petugas, dua burung beo yang diserahkan dalam kondisi baik dan sehat, sedangkan kondisi burung elang terdapat goresan pada bagian tubuhnya.
”Untuk kondisi kedua burung beo nampak sehat, sementara burung elang ada luka gores di bagian sayap kiri," katanya.
Saat ini, lanjut Muriansyah, burung-burung tersebut diamankan di BKSDA Pos Sampit sambil menunggu arahan dari pimpinan Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Kalimantan Tengah untuk langkah penanganan selanjutnya.
Muriansyah berterima kasih atas kesadaran warga berkaitan dengan kelestarian satwa liar. Terutama satwa yang dilindungi. Sebab, apabila tidak, satwa yang unik dan eksotik tersebut akan punah.
Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat tidak memelihara satwa dilindungi. Apalagi sampai memperjualbelikannya. Jika hal tersebut dilakukan, warga yang bersangkutan akan terseret kasus hukum.
Sebagai informasi, memelihara satwa liar yang dilindungi undang-undang merupakan perbuatan melanggar hukum dan dapat dikenakan tindak pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
”Kami imbau kepada masyarakat yang masih memelihara satwa liar dilindungi agar segera menyerahkan kepada pihak BKSDA atau melalui aparat setempat untuk bisa ditindaklanjuti," tandasnya. (yn/ign)