Percontohan pembuatan gula merah dari pohon sawit yang dijalankan di Desa Pangkalan Satu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat belum sesuai harapan. Pasalnya dari proses penebangan hingga pengolahan nira sawit menjadi gula merah dinilai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan jika merujuk pada permintaan pihak Unilever. Ketua Koperasi Tani Bahagia, Cahrup mengatakan, dalam praktiknya tidak semudah yang disampaikan Unilever.
Diakuinya gula merah yang dihasilkan kualitasnya bagus. Tapi jika harga tidak sesuai dengan operasional yang dikeluarkan baik itu tenaga maupun hal lainnya maka kelak bukan untung yang didapat. “Kalau harga dari pihak Unilever mau menyesuaikan mungkin bisa, karena niat awalnya kegiatan ini untuk menambah nilai ekonomi bagi masyarakat, memanfaatkan pohon sawit yang akan direplanting, tapi kalau rugi mungkin tidak diteruskan,” bebernya saat dihubungi media ini. Berdasarkan paparan pihak Unilever dalam satu pohon bisa menghasilkan sampai 7 liter air nira, tapi ternyata yang dihasilkan hanya 5 liter. Menurut Cahrup, jika dihitung masih bernilai ekonomi buah sawitnya sembari menunggu benar-benar direplanting.
“Kita belum patah semangat beberapa bulan ke depan, akan ada replanting, nanti kita coba lagi tetapi secara hitungan-hitungannya memang tidak sebanding dengan biaya operasional,” jelasnya. Komunikasi dari pihak Unilever terakhir meminta menyiapkan satu kontainer tetapi pihaknya belum berani memenuhi. “Kalau dari Unilever berapapun akan diterima,” jelasnya. Seperti diketahui bahwa Desa Pangkalan Satu adalah satu-satunya desa di Kabupaten Kobar bahkan di Kalteng yang menjadi pilot projek pembuatan gula merah dari pohon sawit. Program yang difasilitasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) ini digadang-gadang mampu memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dengan memanfaatkan pohon sawit yang akan dirreplanting. (sam/sla)