PALANGKARAYA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restoratif justice). Ada tiga kasus yang dihentikan. Dua perkara di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Palangka Raya, dan satu perkara di Kejaksaan Negeri Sukamara.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan dengan beberapa pertimbangan. Antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp 2,5 juta, dan adanya perdamaian antara korban dan tersangka.
“Penghentian penuntutan telah memenuhi Pasal 5 ayat (1) dan (6) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020,” kata Kajati Kalteng Pathor Rahman melalui Kasi Penkum Dodik Mahendra di Palangka Raya, Kamis (13/4).
Dodik menyampaikan, dua penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya atas nama tersangka DT yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (4) Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Selanjutnya, tersangka GR yang melanggar Pasal 362 KUHP.
Dari Kejaksaan Negeri Sukamara, tersangka atas nama FIT dkk melanggar Pasal 372 KUHP Jo 55 ayat (1) ke 1e KUHP Jo 64 ayat (1) KUHP.
“Perkara pertama merupakan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan tersangka DT terhadap kerabatnya sendiri. Kedua, terkait pencurian dan satu lagi penggelapan,” sebutnya.
Dodik menyampaikan, penghentian itu karena para tersangka belum pernah dihukum. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif,” tulisnya.
Ia menambahkan, Jampidum Dr Fadil Zumhana menyampaikan apresiasi kepada Kajati, Wakajati Kalteng, Kejari Palangka Raya, Kejari Sukamara dan jajaran serta jaksa fungsional yang telah aktif menjadi fasilitator sehingga terwujudnya proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut.
Selanjutnya Jampidum memerintahkan Kejari Palangka Raya dan Kejari Sukamara menerbitkan SKP2 dan melaporkannya kepada dirinya dan Kajati Kalteng. “Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan salah satu upaya kejaksaan mendekatkan diri dengan masyarakat sesuai dengan arahan Jaksa Agung,” tutup Dodik. (daq/yit)