Harga beras masih tinggi. Ditambah dampak El Nino yang berkepanjangan, kondisi itu berpotensi mengerek inflasi ke depan. Pemerintah harus memperketat pengawasan distribusi dan pasokan beras yang sedang berjalan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini, banyak negara menahan ekspor beras. Kalaupun ada, harga internasional juga mahal. Haragnya naik cukup signifikan dibanding tahun lalu, terutama untuk beras medium. ”Jadi, kalau pun pasokan masuk ke dalam negeri, belum tentu harganya juga akan turun,” ujar Bhima, Sabtu (7/10/2023). Menurut dia, pemerintah harus mendorong agar petani yang masih menyimpan dan menahan gabah untuk dapat dibeli Bulog. Tentu dengan harga yang sesuai atau bahkan di harga tinggi. Kemudian, dijual ke masyarakat dengan harga yang lebih stabil lagi. ”Jadi ada subsidi. Memang subsidinya ke Bulog harus lebih banyak,” imbuhnya.
Selain itu, satgas pangan bersama pemerintah daerah perlu melakukan pelacakan terhadap kemungkinan penyimpangan distribusi beras. Harus ada pendataan stok beras. ”Jangan sampai ada penimbunan. Karena beras bisa dikonsumsi 6 bulan ke depan, ada potensi penimbunan yang besar,” tandasnya.
Bhima juga menekankan penyaluran subsidi pupuk untuk mempersiapkan panen raya beras 2024. Pemerintah mengalokasikan dana subsidi pupuk sebanyak Rp 26 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. ”Panen raya beras 2024 itu kira-kira Maret, April, Mei, sampai bulan Juli. Jadi harus menjaga (penyalurannya),” ucap lulusan University Of Bradford itu. Dia mengatakan, kemudahan akses terhadap pupuk bersubsidi harus diubah dan dirombak birokrasinya. Jangan terlalu rumit. Di sisi lain, banyak petani yang mengeluh alokasi subsidi pupuk per orang terlalu kecil.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, pemerintah perlu memproyeksi suplai beras 1–3 bulan ke depan dengan lebih tepat. Mulai data lumbung beras, suplai dari beras impor, serta memastikan kebutuhan beras di daerah padat dan konsumsi tinggi dengan produsen beras. Terkait impor, perlu diversifikasi negara asal sumber beras selain India, Thailand, dan Vietnam. ”Impor beras dari Tiongkok jadi solusi, tapi perlu juga lihat dari negara-negara sekitar seperti Myanmar dan Kamboja,” katanya.
Pemerintah juga perlu mengontrol supply chain beras supaya tidak ada spekulasi dan margin harga yang luar biasa besar. Menurut dia, persoalan beras saat ini bisa memicu kenaikan inflasi. ”Jika EL Nino berlanjut, kami melihat kenaikan inflasi pangan dapat memberikan kontribusi sebesar 0,27 hingga 0,88 poin persen terhadap inflasi headline,” tandasnya. (han/fal)