PANGKALAN BUN - Rapat penentuan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2016 berjalan alot. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengusulkan kenaikan UMK sebesar 22 persen dari UMK 2015 sebesar Rp 2.103.941, sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hanya menyanggupi 8,25 persen.
Rapat yang berlangsung di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotawaringin Barat kemarin (3/9) dihadiri Ketua DPC KSPSI Kobar Husni Taufik, anggota Apindo Kobar, dan Kepala Disnakertrans Akhmad Yadi. Awalnya KSPSI Kobar menginginkan kenaikan UMK sebesar 22 persen, sedangkan Apindo mengusulkan kenaikan upah sebesar enam persen. Setelah didesak serikat pekerja, Apindo menaikkan menjadi 8,25 persen.
Ketua KSPSI Kobar Husni Taufik mengatakan, kenaikan sebesar 8,25 persen yang diajukan pihak Apindo terlalu rendah. Jika ditotal dengan UMK 2015 sebesar Rp. 2.103.941, berarti UMK 2016 yang diinginkan pihak Apindo hanya Rp. 2.264.045.
"Hasil survey yang kita lakukan, kebutuhan hidup layak (KHL) di Kabupaten Kobar sebesar Rp. 2.314.335. Jadi, kenaikan yang diinginkan pihak Apindo untuk KLH saja tidak terpenuhi,” kata Husni Taufik kemarin siang.
Survei dilakukan untuk pekerja berstatus bujang. Sedangkan di Kabupaten Kobar ini, 85 persen pekerja berstatus berkeluarga. Untuk itu, KSPSI Kobar tetap meminta UMK tahun 2016 persentasenya naik.
”Saya sangat tahu betul kondisi buruh. Karena saya sendiri juga sebagai buruh jadi tahu kebutuhannya. Kalau saya penginnya juga yang besar, tapi kita juga melihat keadaan Apindo yang ada,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kobar Akhmad Yadi mengatakan, rapat penentuan UMK tahun 2016 untuk Kabupaten Kobar masih berlanjut karena antara Apindo dan KSPSI Kobar belum ada titik temu. "Pembahasan UMK Kobar tahun 2016 masih kita bahas. Antara Apindo dan KSPSI Kobar masih berjalan alot. Hasilnya kita kasih tahu besok (Jumat),” bebernya.
Akhmad Yadi berharap pembahasan UMK 2016 tidak terlalu lama. Kenaikan harus disesuaikan dengan kondisi daerah. Tentu UKM Kobar tidak bisa seperti di daerah Jakarta yang sudah lebih tinggi. “Yang penting meningkat, entah itu berapa. Tapi tidak terlalu tinggi sehingga membebani Apindo dan juga tidak terlalu sedikit karena kasihan para buruh di Kobar,” bebernya. (rin/yit)