Kurang dari satu bulan lagi Pemilu 2024 digelar. Calon anggota legislatif atau caleg menyiapkan ”amunisi” untuk meraup suara. Mereka mempersiapkan uang jumbo dengan target perolehan sekitar 2000 suara. Dana ini akan didistribusikan langsung kepada koordinator pemenangan dan tim sukses.
“Tapi jangan salah, itu adalah uang untuk keperluan tim dan relawan. Saya sudah memiliki relawan sekitar 500 orang,” kata salah satu caleg DPRD Kotawaringin Timur, Jumat (19/1/2024). Relawan bertugas untuk berkampenye tentang figur caleg tersebut. Diharapkan satu relawan mampu meraup sekitar 5-10 suara. Cara ini dianggap lebih efektif ketimbang harus melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat. “Saya lebih baik lewat tim karena kampanye ini tidak mungkin saya datangi setiap titik. Mungkin saya datangi untuk daerah-daerah yang lemah saja,”katanya.
Sementara itu di wilayah Cempaga, sejumlah tim sukses mulai bergerak. Mereka menjanjikan uang untuk biaya mencoblos caleg sebesar Rp250 ribu. “Saya ada dimintai data untuk satu rumah, dicek NIK. Katanya nanti paling lambat sehari sebelum pencoblosan ada tim datang memberikan uang sekitar Rp250 ribu untuk satu orang, tapi calegnya kalau tidak salah DPRD kabupaten dan DPRD provinsi,” ungkap Heriyadi, salah satu warga.
Heriyadi mengaku juga didatangi tim caleg lainnya. Meskipun dia sudah mengatakan bahwa didata tim sukses caleg lain, tapi dia tetap dimintai foto KTP sekeluarga. “Hari berikutnya ada lagi tim datang minta data KTP dan pemilih serumah, tim itu menjanjikan uang dan kupon sembako yang akan diberikan nanti sebelum pemilu,” ujar Heriyadi. Sarwino, salah satu warga, juga menceritakan pengalaman mendapat serangan fajar pada Pemilu 2019 sebesar Rp 2 juta. “Kami serumah ini ada enam orang. Ada tiga tim sukses caleg yang kasih uang. Pertama, sehari sebelum coblosan. Yang kedua, pagi sebelum ke TPS,” kata Sarwino.
Praktik money politic disinyalir akan tetap marak terjadi pada Pemilu 2024. Serangan fajar menyasar ke pemilih tradisional atau pragmatis. Apalagi kalangan caleg sendiri menyatakan money politic hal yang lumrah. Sebab, masyarakat saat ini memilih calon yang memiliki finansial kuat dibanding hanya berbicara program. “Kami warga memilih yang pasti-pasti saja. Kalau sudah duduk, enggak bisa diharapkan janji-janji waktu sosialisasi,” tandasnya. (ang/yit)