SAMPIT - Zainal, terdakwa kasus galian C sungai, mengaku hanya menjadi korban. Dia meminta penegak hukum, khususnya Polda Kalteng, untuk menyeret pihak yang terlibat dalam permasalahan itu.
”Terus terang saya keberatan kalau hanya sendiri (jadi pesakitan) seperti ini, tugas saya saja hanya koordinator kapal,” ujarnya dibincangi media ini setelah sidang lanjutan Kamis (3/9).
”Saya ini apa, hanya kucing kurap saja. Sementara pihak perusahaan, pemilik kapal, tidak ikut diseret, ada apa ini?” ujarnya mempertanyakan.
Zainal membantah kalau dirinya disebut pasang badan seperti isu yang senter dibicarakan. Dia disebut sengaja menanggung semua masalah itu demi melindungi dua kontarktor besar itu yakni PT Napindo dan PT Heral Eranio Jaya (HEJ) serta perusahaan PT Makin.
”Tidak benar seperti itu, bodoh sekali saya mau pasang badan untuk mereka. Apalagi seperti ini semuanya saya tanggung sendiri,” ungkapnya.
Terkait pemilik galian C itu, Zainal mengaku tidak tahu. Sebab, saat proyek pengerukan itu berjalan, dia hanya diminta mencarikan kapal pengangkut pasir sungai itu menuju daratan. Saat itu keseluruhan ada 11 kapal.
Dia juga mengaku tidak tahu bahwa ada perjanjian dengan PT Napindo dan HEJ. ”Karena saya itu tidak ada kerjaan, ya saya mau saja. Yang penghasilannya banyak itu ya pemilik kapal,” ujar Zainal.
Untuk satu kapal, setiap dua pekannya memberinya Rp 500 ribu. Sementara yang mendapat keuntungan besar, menurut Zainal, adalah para pemilik kapal.
Dikatakan Zainal, sebagian besar pengusaha kapalnya warga Samuda dan Kapuas. Kapal sengaja didatangkan untuk mengerjakan proyek pengerukan itu. Seperti disebut Zainal pemilik kapal di antaranya H Usuf, H Ibar, dan H Abdul Halim. Pemilik kapal lainnya, dia lupa namanya.
Zainal juga menuding pihak perusahaan dan pemilik kapal cuci tangan dalam masalah ini. Padahal sejak proyek ini berjalan pada Desember 2014 lalu, merekalah yang paling banyak menikmati hasilnya.
”Kemarin saya diminta untuk tanda tangan adendum, tidak saya tanda tangani, itu uang pemilik kapal tidak cair,” ungkapnya.
Sehingga, menurutnya, dia terpaksa tanda tangan. Dia juga menganggap penandatanganan pencairan uang itu sengaja untuk menjebak dirinya. ”Mungkin ini bisa dikatakan jebakan juga buat saya,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Zainal juga mengaku terkejut setelah di persidangan pekan lalu terkuaknya nama Napindo dan HEJ termasuk PT Makin. ”Terus terang saya baru di sidang tahu, karena saya itu tahunya koordinator kapal saja, ke mana-mana pasir itu dibawa saya tidak tahu, termasuk izinnya mati saya juga tidak tahu,” ungkapnya.
Selain meminta agar menyeret pemilik kapal dan perusahaan, dia juga meminta agar aparat ikut menyeret Astuti. Karena dalam salinan izin itu atas namanya.
Dalam izin yang sudah mati itu, Zainal menyebut lokasi pengerukan memang sesuai. ”Saya ini hanya minta satu, keadilan. Kenapa hanya saya dikorban seperti ini. Bahkan saat penangkapan itu semua pemilik kapal tidak ada,” ungkapnya. Kesannya mereka sudah mengetahui terlebih dahulu kalau di lokasi itu ada penertiban oleh tim dari Polda Kalteng. (co/dwi)