PANGKALAN BANTENG –Remaja 14 tahun berinisial BS yang tersandung kasus asusila kini harus siap menghadapi tuntutan hukum setelah proses diversi di tingkat penyidik mengalami jalan buntu. Keluarga Melati tetap ingin melanjutkan kasus tersebut hingga ke pengadilan.
Proses diversi yang menghadirkan petugas dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Pangkalan Bun tak menghasilkan kesepakatan apapun. Akibatnya, BS kini terancam dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun.
Kapolsek Pangkalan BantengIpda Imam Sahrofi mengatakan, proses diversi yang dimediasi oleh petugas Bapas belum menghasilkan kesepakatan sehingga proses hukum terus dilakukan hingga berkas dinyatakan lengkap atau P21.
”Diversi tidak menghasilkan kesepakatan, kasus tetap berlanjut dan kita minta penyidik untuk melengkapi berkas hingga nanti sampai ke pelimpahan berkas perkara di kejaksaan,” ujarnya, Senin (7/9) siang.
Meski diversi yang dilakukan tidak menghasilkan keputusan damai atau penyelesaian di luar pengadilan, namun langkah tersebut tetap penting untuk dipertimbangkan di tingkat lanjut. Dengan diversi, hak-hak asasi anak dapat lebih terjamin, dan menghindarkan anak dari stigma sebagai 'anak nakal'.
”Kalau di tingkat penyidik berakhir buntu, maka setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan juga akan ada upaya diversi lagi,” tambahnya.
Petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) Pangkalan Bun Untung Saputra membenarkan jika proses diversi tidak hanya akan berhenti di tingkat polsek. Di tingkat penuntutan hinggar peradilan juga akan dilakukan upaya diversi terhadap pelaku kejahatan di bawah umur.
”Diversi wajib diupayakan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri,” tegasnya.
Dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak yang bertindak sebagai pelaku kejahatan, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak yang terlibat dalam tindak pidana.
Meskipun demikan, kata Untung, tidak semua tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat diupayakan diversi. Dalam pasal 7 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2012 memberikan batasan pada kasus yang bisa diupayakan diversi yakni tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
”Bentuk dari kesepakatan diversi bisa berupa perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali,” katanya. (sla/yit)