SAMPIT – Pengiriman batu bara yang sempat terhenti beberapa hari lalu, kembali beroperasi melintasi perairan Sungai Tualan, Parenggean, Kotawaringin Timur, Minggu (25/10).
“Sudah dua tongkang batu bara yang lewat. Sebelumnya berhenti sama sekali dan sekarang jalan lagi,” ujar Duan, warga Desa Kabuau, Kecamatan Parenggean.
Menurut Duan, pertambangan batu bara di daerah mereka terus dikeruk habis-habisan oleh PT Wahyu Murti Garuda Kencana (WMGK).
Terpisah, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah H Heriansyah sangat menyayangkan PT WMGK kembali beroperasi (kirim batu bara).
Padahal menurut fraksi Gerindra ini menyebutkan, rekomendasi Gubernur Kalteng dari hasil koordinasi dengan Perhubungan dan Perijinan Provinsi Kalteng, perusahaan baru terbit pada minggu pertama Oktober.
Sementara dari keterangan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sampit (KSOP) beberapa waktu lalu disebutkan pengiriman sudah dilakukan sejak 23 Agustus 2015, batu bara diangkut menuju Dumai oleh pelayaran PT Dahlia Bima Utama menggunakan tugboat Kwan dan tongkang Samudera Mandiri 8.
Pada 5 September 2015 kembali mengirim tujuan Gresik melalui pelayaran PT Bahari Sandi Pratama menggunakan tugboat Prima Rajawali 88 dan tongkang Baiduri 27285 dan terakhir pada 23 September 2015 tujuan Cirebon menggunakan pelayaran PT Dahlia Bina Utama dengan tugboat Prime 15 dan tongkang PB 2506.
Politisi dari dapil Kotim – Seruyan ini menyebutkan dalam rekom yang dikeluarkan Gubernur Kalteng ketika itu dengan jelas sebelum ada izin dari Kementerian pusat, baik izin bangunan maupun operasional terminal khusus (tersus), perusahaan tidak boleh beraktivitas.
“Kalau ada (beroperasi) artinya ilegal, saya sudah konfirmasi ke bagian Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalteng yang mengeluarkan izin, jadi mereka (PT WMGK) harus clear and clean dulu,” tegasnya.
Heriansyah menambahkan, hal ini termasuk perihal kebijakan dalam isi rekomendasi yang sangat jelas tersus tidak boleh beraktivitas sebelum clear and clean.
Yang dia sayangkan kenapa perusahaan bisa angkut hingga beberapa kali batu bara keluar dari perairan Kotim, sementara tersusnya belum tuntas.
“Kalau sampai bisa lolos artinya ada sesuatu (permainan),” imbuh ketua Gapeksindo Kotim ini.
Bahkan menurut Heriansyah, dirinya pernah bertandang ke KSOP Sampit, dirinya belum bisa mendapat jawaban ketika akan menanyakan mengapa hingga sampai KSOP berani menerbitkan izin berlayar pengangkutan batu bara.
“Katanya tidak ada kepala KSOP, saya hanya bertemu kepala TU saja dan dia pun tidak berani memberikan penjelasan, saya diminta langsung ke kepala KSOP saja, karena tidak ada di tempat, ya saya langsung pulang,” cetusnya.
Heriansyah menegaskan pengiriman batu bara bisa dilakukan bilamana perusahaan bisa menunjukkan izin tersus dari Kementerian sebagai tanda legalitas.
”Kalau tidak bisa menunjukkan, ya bisa dikatakan ilegal dong. Kalau tidak ada izinnya, instansi berwenang harus menahan dan jangan sampai lolos,” pungkasnya. (co/fm)