KASONGAN - Ibarat hidup segan mati tak mau, mungkin pepatah itu yang cocok menggambarkan kehidupan petani dan pemilik kebun rotan di Katingan saat ini. Harga rotan terus anjlok, namun petani tak kuasa untuk meninggalnya.
Menurut Pelik, pemilik kebun rotan Desa Talian Kereng, Kecamatan Katingan Hilir, harga rotan mentah jenis irit dipatok pengepul Rp 50 ribu per kuintal. Sementara rotan jenis sigi dihargai rata-rata Rp 60 ribu per kuintal. Padahal pada masa jayanya, rotan mentah jenis irit dan sigi dihargai pengepul sebesar Rp250 ribu lebih per kuintal.
”Harganya sekarang sangat murah, jadi banyak warga desa yang berhenti memotong rotan. Karena hasilnya tidak mampu mencukupi keperluan rumah tangga,” ujarnya, Rabu (25/11).
Pria tiga anak ini mengaku masih tetap memotong rotan dari kebunnya, meski harganya sedang anjlok. Hal itu terpaksa dilakoni lantaran tidak memiliki alternatif pekerjaan lain.
”Mau kerja mencari emas sekarang juga susah, karena belum tentu dapat, sedangkan resikonya tinggi, bisa-bisa kita malah masuk penjara karena ditangkap polisi,” keluhnya.
Jalan satu-satunya yakni tetap mengharapkan rotan di kebun miliknya. Meski hasilnya sangat kecil, namun masih bisa menghasilkan uang dan untuk bertahan hidup.
”Untungnya kita memiliki kebun rotan sendiri, meski dari warisan orangtua tapi menjadi andalan untuk mencukupi kebutuhan keluarga setiap hari,” ujarnya.
Pelik berharap harga rotan normal kembali seperti sebelumnya, yaitu berkisar Rp150 ribu per kuintalnya.
Hal senada juga dikeluhkan warga Desa Petak Bahandang Kecamatan Tasik Payawan yang memiliki kebun rotan. Bahkan di desa ini sudah sejak lama pengepul enggan datang membeli rotan.
”Biar harganya murah tapi kalau ada pembeli sih kita tidak terlalu khawatir, tapi disini sudah harga murah, pembelinya tidak ada lagi,” keluh Pa Andi, belum lama tadi. (agg/yit)