SAMPIT – Pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Kotim tak maksimal dilakukan. Hal itu disebabkan beberapa faktor, seperti minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki petugas pemadam kebakaran (Damkar).
”Selain sarana dan prasarana, permasalahan lain jauhnya lokasi kebakaran lahan. Bahkan, ada yang tidak bisa dijangkau karena berada di tengah hutan,” kata Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rukmana Priyatna usai rapat koordinasi pascapenetapan status darurat kabut asap di Kantor BPBD, Selasa (8/9).
Menurut Rukmana, kondisi tanah gambut di Kotim juga membuat petugas Damkar kesulitan. Pasalnya, setelah api dipadamkan, maka harusnya didinginkan dengan menyiram air sampai ke bawah tanah, sehingga saat terkena angin, api tidak menyala kembali.
”Banyak kendala teknis. Kalau didinginkan, petugas tidak tahan sama asapnya. Belum lagi, masyarakat juga tidak ikut berperan menjaga lokasi yang baru saja kebakaran,” ucapnya.
Rukmana menjelaskan, permasalahan penanganan kebakarab sudah seharusnya tidak hanya menjadi tugas BPBD dibantu Polres Kotim dan Dandim 1015 Sampit. Melainkan tugas semua lapisan masyarakat. Selama ini, dia menilai masyarakat seakan tidak peduli saat petugas Damkar melakukan pemadaman api.
”Warga ini baru peduli saat api mendekati rumahnya, sebelumnya mereka enggak peduli dan hanya melihat saja saat petugas melakukan pemadaman,” katanya.
Rapat koordinasi pascapenetapan status darurat kabut asap ini tidak hanya dihadiri Polres Kotim dan Dandim 1015 Sampit, tetapi juga Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta pihak kecamatan. (tha/ign)