KASONGAN - Sejumlah petani rotan di Kabupaten Katingan mengaku enggan menjual hasil rotannya melalui sistem resi gudang (SRG) di kawasan industri rotan Desa Hampangen, Kecamatan Tasik Payawan. Sikap petani itu lantaran disebabkan harga rotan mentah yang dipatok SRG dinilai terlalu murah jika dibanding dengan harga pasar saat ini.
“Harga yang dipatok SRG hanya Rp 7,500 per kilo atau Rp 75 ribu per kwintal,” ungkap salah seorang petani rotan Desa Tumbang Kadamba Ruli, Senin (11/1) lalu.
Harga itu dinilai tidak sebanding dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk memanen hasil rotan. Pasalnya, untuk mendapatkan rotan seberat satu kwintal saja, petani butuh waktu sekitar 2 hari lamanya. “Ya tergantung, kalau rotan banyak menjalar ke pohon maka bisa sampai dua hari untuk mengumpulkan rotan sepikul,” jelasnya.
Namun, tambahnya, jika rotan banyak menjalar ke tanah dan pohon yang tidak terlalu tinggi maka rata-rata dalam sehari bisa mengumpulkan lebih dari satu kwintal rotan. Ruli dan petani lainnya untuk sementara waktu memutuskan tidak akan menjual rotannya ke SRG. “Kita sambil menunggu harga pasaran saja untuk memotong rotan itu, sebab informasinya sekarang harga rotan akan naik lagi,” harapnya.
Saat ini harga rotan di pasaran masih dipatok Rp 65 ribu per kwintal. “Masalahnya harga di SRG itu tidak akan berubah. Yaitu tetap Rp 75 ribu per pikul, tapi untuk harga di pasaran bisa berubah-ubah, bisa saja besok-besok harganya lebih dari Rp 100 ribu per pikul,” tegasnya.
Diwartakan sebelumnya, SRG pertama di Indonesia ini diresmikan oleh Ketua DPRD Katingan, Ignatius Mantir Ledie Nussa didampingi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bppebti) Kementerian Perdagangan akhir Desember 2015 lalu di Desa Hampangen.
Dengan berdirinya SRG ini diharapkan hasil rotan di kabupaten yang dipimpin Bupati Katingan H Ahmad Yantenglie ini mampu mengoptimalkan integritas hulu dan hilir antara kebutuhan petani dengan industri.
SRG merupakan instrumen perdagangan dan pembiayaan yang dapat mendukung upaya peningkatan daya saing perdagangan, dan perluasan akses peningkatan modal kerja bagi para petani, UKM, maupun pelaku usaha lainnya, termasuk untuk komoditas rotan. (agg/fin)