NANGA BULIK – Ketua Koperasi Laja Manah Desa sekoban, Artiananti menampik semua tuduhan yang disampaikan Eteria SL dari Gerakan Pemuda Dayak Indonesia (GPDI) Kabupaten Lamandau.
"Saya merasa diserang tanpa dasar dan bukti yang jelas. Saya minta Eteria membuktikan secara hukum kesalahan saya, kalau tidak terbukti saya akan menuntut balik," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa CPCL yang ditetapkan bupati bisa berubah sesuai kondisi di lapangan, karena berkaitan dengan hak milik.
Sebagaimana hasil rapat desa tentang lahan garapan, bahwa koperasi melakukan kompensasi sebesar Rp 2 juta per hektare kepada pemilik lahan berdasarkan hasil inventarisir, tetapi lahan yang dikompensasi tersebut tetap menjadi hak milik penerima kompensasi namun dikelola oleh koperasi.
Tetapi ternyata saat itu banyak warga pemilik lahan yang enggan masuk koperasi dan memilih menjual lahannya kepada anggota koperasi sebesar Rp 5 juta per hektare.
Dan keputusan rapat anggota koperasi pemilik lahan pada 22 Juni 2013 di sekreteriat koperasi Desa Sekoban, bahwa keanggotaan koperasi ditentukan oleh pemilik lahan sehingga harus merevisi CPCL yang sudah ditetapkan bupati.
Keputusan ini juga diketahui oleh Kepala Desa Sekoban, Sastra Selli yang sekaligus sebagai salah satu anggota pemilik lahan garapan.
“Untuk memenuhi target lahan koperasi, saya membeli lahan yang dijual masyarakat itu sebesar Rp 5 juta hektare, sehingga total lahan milik saya sendiri ada 122 hektare," bebernya.
Karena merasa kasihan dengan beberapa warga, saat koperasi sudah terbentuk, dia menghibahkan sekitar 20 kapling (40 hektare) lahannya untuk masyarakat serta organisasi-organisasi keagamaan.
Berjalannya waktu, karena ada warga yang kebutuhan mendesak, tidak sedikit mereka memilih menjual lahan plasma tersebut.
Termasuk dirinya ketika tertimpa musibah istrinya kecelakaan dan orang tuanya operasi, sekitar 12 kapling lahan miliknya terpaksa dijual.
“Jadi yang saya jual itu lahan milik saya sendiri, bukan lahan orang dan tidak merugikan orang. Silakan tanya , siapa yang merasa dirugikan," cetusnya.
Karenanya ia menduga ada konspirasi dibalik tuduhan yang mencemarkan nama baiknya tersebut. Sebab dari penelusurannya rapat tim koordinasi yang disebut Eteria menurutnya tidak pernah ada.
Dan tandatangan warga banyak yang rekayasa, salah satunya ada warga yang meninggal dunia tujuh tahun lalu tapi masih ada tanda tangan. Dan saat ada rapat yang difasilitasi oleh pemerintah kabupaten kemarin (17/9), dan pihak Eteria tidak datang.
"Sayangnya Syem Laba, Jhon Tema, Venti Thoedor yang protes bersama Eteria sebenarnya mempunyai lahan garapan di areal koperasi Laja Manah tapi minta inklap atau tidak mau digarap koperasi, tapi sekarang mereka menginginkan lahan milik koperasi ini, kan aneh," tandasnya.
Hal sama juga disampaikan Paulus Redan, salah satu anggota koperasi yang memiliki 35 hektare lahan . Ia juga mengaku telah menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan makam, namun ia tidak akan memberikan plasmanya kepada mereka yang tidak punya bukti kepemilikan lahan yang jelas.
Dan ia juga menyatakan bahwa tidak ada masyarakat yang resah , karena Artiananti menjual lahan miliknya sendiri, bukan lahan milik orang lain. (mex/fm)