Selama masa pandemi Covid-19, sejumlah perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menerapkan wajib tes antigen dengan hasil negatif bagi setiap warga yang memasuki area kebun. Hal itu dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19. Petani sayur yang biasanya berjualan di perkebunan sawit pun kesulitan memasarkan hasil panen.
Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kelurahan Ketapang, Kecamatan MB Ketapang, Yulin Hernawati mengatakan, permintaan sayur di perkebunan sawit masih ada. Namun, petani terhalang pemeriksaan yang memberatkan petani.
“Petani yang terdampak hanya petani sayur-sayuran seperti sayur kangkung, sawi, pakcoy, selada dan lain-lain. Permintaan dari warga sana (perusahaan sawit) cukup banyak, biasanya petani rutin memasok kebutuhan sayur-sayuran hijau, mengantarnya langsung. Karena, selama pandemi dan ditambah masa PPKM ini, masuk perusahaan harus menunjukkan rapid tes antigen membuat harga sayur murah, petani beralih menanam komoditas lain,” kata Yulin Hernawati, Kamis (19/8).
Di Kelurahan Ketapang, Yulin mengatakan ada 100 petani yang aktif. Mereka tergabung dalam kelompok tani. Setiap kelompok terdiri atas 13-35 anggota petani.
“Ada delapan kelompok tani di wilayah Ketapang, tetapi hanya ada 7 kelompok tani yang aktif,” ujarnya.
Setiap anggota petani memiliki 0,25-2 Ha kebun yang ditanami aneka komoditas pangan. Lahan itu ada yang milik pribadi dan adapula yang menyewa lahan milik orang lain.
“Petani di wilayah Ketapang ini salah satu penyuplai sayur-sayuran terbanyak. Tidak hanya memenuhi kebutuhan sayur di pasar tradisional di Sampit tetapi dijual hingga keluar Kotim,” katanya.
Seperti petani di Jalan Kaca Piring kebanyakan menanam cabe dan bawang prei, di Jalan Teratai petani kebanyakan menanam sayur-sayuran, bawang-bawangan, cabe, ubi, pare dan terong. Dan, di Jalan Bumi Ayu dan Jalan Kapten Mulyono petani lebih sering menanam semua jenis sayur-sayuran hijau.
“Ada juga petani yang menanam melon, tomat dan kubis. Setiap petani biasanya tidak hanya menanam satu komoditas saja, ada nanam yang lain seperti terong, daun bawang dan cabe dengan berbagai jenis varietas, ada yang varietas dewata, si gantung, maruti, orion,” ujarnya.
Khusus untuk tanaman cabe, petani cenderung lebih senang memperbanyak menanam cabe varietas si gantung, dewata, dan orion.
“Petani yang ingin cepat panen, bisanya tanam varietas maruti atau dewata karena dua bulan sudah bisa panen. Tetapi, kalau yang ingin harga jualnya tinggi, paling banyak petani menanam cabe varietas si gantung. Karena, harga jualnya Rp 35 ribu per kg di tingkat petani dan buahnya berat,” ujarnya.
Saat ini beberapa petani mulai menyemai cabe varietas sret. Diperkirakan awal September mulai tanam. “Ini juga jadi salah satu program pemerintah untuk menanam cabe varietas sret. Bentuknya gendut, lebih kecil dari si gantung, mirip seperti varietas ori, buahnya banyak dan lebat kurang lebih seperti dewata dan cepat dipanen, dagingnya tebal sedikit biji, buahnya berwarna cerah mengkilap saat waktunya masak, cocok ditanam di dataran rendah perkotaan dan rasanya pedas menggelegar,” katanya.
Yulin mengatakan setiap tahun pemerintah punya program memberikan bantuan benih tanaman hortikultura seperti cabe, kubis, bawang merah, tomat, terong, sayur-sayuran.
“Area Kota Sampit bukan wilayah padi, sehingga pemerintah setiap tahunnya memprogramkan agar petani menanam tanaman hortikultura. Tahun ini petani se-Kotim serempak menanam cabe dari bantuan pemerintah. Di Ketapang ada empat kelompok tani yang mendapatkan bantuan 1 Ha per kelompok tani,” ujarnya.
Bantuan ini diharapkan dapat menyeimbangkan harga cabe di pasaran. Dari banyaknya komoditas pangan yang dihasilkan petani masih belum bisa mencukupi kebutuhan permintaan pasar, terkecuali sayur-sayuran hijau.
“Untuk sayur-sayuran 100 persen dipasok dari petani lokal. Tidak mencukupi kebutuhan pasar dikarenakan setiap lahan giliran tidak terus-terusan menanam satu komoditas saja, petani biasanya bergiliran menanam tanaman lain yang bisa menyuburkan tanah seperti jagung. Petani juga memenuhi permintaan pelanggan setianya yang meskipun harga murah atau mahal tetap membeli, sisanya baru dijual ke pasar tradisional. Dilihat dari lahan sudah cukup. Sebenarnya petani bisa mencukupi permintaan pasar terutama cabe, asalkan semua petani serentak menanam cabe ya pasti terpenuhi,” tandasnya. (hgn/yit)