SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur dinilai menderita kerugian besar dari sektor pertambangan, terutama galian C. Banyaknya tambang ilegal yang beroperasi, membuat pendapatan negara bocor alias hilang.
Ketua Gabungan Sopir Material Kalimantan (Gasmetik) Audy Valent mengatakan, banyaknya galian C ilegal di Kotim disebabkan lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah. Akibatnya, banyak potensi pendapatan dari retribusi yang hilang. ”Kalau dihitung-hitung, kemungkinan kerugian pemerintah sangat banyak,” ujarnya.
Audy berharap pemerintah melakukan fungsi pengawasan terhadap aktivitas galian C ilegal dan mendata usaha galian C yang legal. ”Kami berharap pemerintah melakukan kontrol ketat agar tidak terjadi kebocoran dari retribusi galian C. Perlu dibentuk tim gabungan pengawasan seluruh tambang galian C di Kotim,” ujarnya.
Audy juga mendesak Pemkab Kotim menyikapi masalah aktivitas tambang galian C yang tutup di Kotim akibat gencarnya penertiban aparat. Masalah tersebut secara tidak langsung memukul roda perekonomian. Sopir truk tak bisa bekerja, bengkel truk sepi, pembangunan perumahan mandek karena tak ada pasokan pasir, dan omzet toko bahan bangunan menurun drastis.
”Kami tidak ingin dibenturkan antara pengusaha galian C dengan pemerintah daerah. Kami ingin mencari solusi dengan cara yang elegan. Tidak ingin demo. Tapi, kalau persoalan ini tidak segera disikapi, kami akan mengambil langkah terakhir. Sopir akan mogok massal dan parkir truk,” kata Audy.
Terhentinya aktivitas galian C tersebut berdampak terhadap harga pasir. Jika dalam kondisi normal, pasir dijual di kisaran Rp 600 ribu – Rp 700 ribu per rit, kini naik menjadi Rp 1 juta - Rp 1,2 juta per rit. Stoknya pun sangat terbatas.
”Kondisi ini berdampak besar terhadap roda ekonomi di Kotim. Bukan hanya pengusaha galian C dan sopir truk yang terdampak, tapi juga pembangunan perumahan, bengkel truk, hingga toko bangunan terdampak. Bahkan, proyek pemerintah juga terhambat karena tidak ada pasokan pasir,” katanya.
DPRD Kotim sebelumnya telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama sejumlah instansi terkait mengenai masalah itu Rabu (24/11) lalu, yakni Pemkab Kotim, Polres Kotim, Kejaksaan Negeri Kotim, dan Kodim 1015 Sampit.
Kabag Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Rodi Kamislan mengatakan, ada sepuluh izin pertambangan galian C di wilayah Mentawa Baru Ketapang. Izin itu rata-rata berakhir di atas tahun 2022. Izin operasi produksi tersebut sebenarnya bisa dimanfaatkan asal pengusaha galian menyusun rencana kerja anggaran dan biaya (RKAB) untuk penambangan tersebut.
”Sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan. Akibatnya, aktivitas penambangan tidak bisa dilakukan, sementara dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, itu merupakan hal yang wajib,” kata Rodi.
Terkait penertiban, Polres Kotim menegaskan, tetap mengacu pada aturan. Pihaknya tak berwenang mengambil kebijakan lain di luar ketentuan. Kendati dilakukan pun, tak ada jaminan pengusaha galian C ilegal bebas dari jerat hukum.
”Kalau kami di tingkat daerah membijaksanai sah saja, tetapi ini kegiatan Polda Kalteng. Tidak mungkin daerah membijaksanainya, karena memang ada operasi penambangan ilegal sejak tanggal 22 November sampai 17 Desember nanti,” kata Nana, perwakilan Polres Kotim. (hgn/ign)