Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tidak memiliki kewenangan, apalagi membuat kebijakan atau rekomendasi khusus terhadap aktivitas galian C yang belum berizin. Pasalnya, kewenangan terkait galian C ada di pemerintah pusat.
“Saya sudah menghadap Gubernur dan Kapolda. Yang jelas, kewenangan itu tidak ada di kabupaten, Kotim tidak ada dinas pertambangan, maka pengawasan dan perizinan itu semua ada di pemerintah pusat,” kata Bupati Kotim Halikinnor, Jumat (10/12).
Persoalan ini telah memberikan efek domino terhadap perekonomian masyarakat secara berkaitan dan tidak dapat diselesaikan hanya dari sisi Pemkab Kotim. Namun, perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat terkait perizinan, pengawasan dan pengelolaanya.
”Tidak ada celah dari pemerintah daerah. Persoalan ini dilematis sekali, di satu sisi yang namanya kegiatan galian C tidak berizin itu ilegal, namun faktanya aktivitas galian C masih sangat kita butuhkan. Nah, ini sudah saya laporkan, saya tinggal menunggu petunjuk. Mudah-mudahan pemerintah pusat bisa melihat fakta di lapangan, karena urusan izin galian C itu sampai ke pemerintah pusat,” katanya.
Sementara lanjut Halikinnor, dalam pengurusan izin galian C memerlukan waktu lama dengan biaya besar. Di sisi lain, proses perizinan yang dilakukan melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) atau sistem perizinan berusaha berbasis elektronik tak semua dipahami pengusaha.
“Untuk mengurus izin itu perlu waktu dan biaya yang besar. Ini yang menyulitkan. Saya berharap dengan adanya masalah ini pemerintah pusat bisa mempertimbangkan kembali dan mendelegasikan kewenangan itu kalau tidak bisa ke kabupaten atau ke provinsi,” katanya.
Dia mengakui persoalan mandeknya aktivitas galian C sangat membawa dampak terhadap terpuruknya perekonomian masyarakat termasuk menghambat proyek pembangunan daerah.
“Proyek-proyek daerah juga terhambat, karena tidak ada jalan dan Pemkab Kotim tidak punya kewenangan untuk itu. Maka saya hanya bisa melaporkan ke gubernur mudah-mudahan bisa koordinasi dengan forkopimda bagaimana agar persoalan ini dapat segera diselesaikan,” ujarnya.
Sementara itu, terhadap pekerjaan yang belum selesai di tahun anggaran 2021, Pemkab Kotim akan melakukan perhitungan dan tidak memblack list kontraktor yang bersangkutan.
“Untuk pekerjaan yang belum selesai sampai dengan tahun anggaran berakhir, maka kami akan perhitungkan yang pekerjaan yang sudah dilaksanakan. Artinya, kontraktor tidak di black list karena ini terjadi atas alasan sesuatu yang luar biasa. Maka nantinya Pemkab Kotim akan memperhitungkan dan membayar sesuai dengan kemajuan fisik atau progress pekerjaannya,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Sopir Material Kalimantan (Gasmatik) Audy Valent dan Ketua Umum Persatuan Sopir (Persop) Kotim Malik telah melayangkan surat ke Pemkab Kotim yang ditujukan kepada Bupati Kotim pada Rabu (8/12) lalu.
Surat perihal permohonan pemanggilan pengusaha tambang galian C Kotim tersebut juga ditembuskan kepada Ketua DPRD Kotim, Kepala Kejaksaan Negeri Sampit, Kapolres Kotim, Kodim 1015 Sampit dan Ketua Pengadilan Negeri Sampit.
Surat tersebut didasari atas berhentinya kegiatan galian C di Kotim yang tidak berizin, perlu adanya evaluasi menyeluruh terkait legalitas perijinan tambang galian C di Kotim, kondisi darurat keperluan material tambang galian C di Kotim, kondisi darurat pendapatan penghasilan seluruh sopir truk material pengangkut galian C di Kotim yang berefek secara langsung terhadap perekonomian masyarakat akibat terhentinya aktivitas galian C dikarenakan tidak memiliki izin.
Audy mengatakan jika persoalan ini tak segera diselesaikan akan memicu terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di Kotim yang disebabkan karena perekonomian para sopir siatuasinya semakin genting karena sudah sebulan menganggur alias tidak bekerja.
“Persoalan ini sangat berdampak khususnya terhadap para sopir yang mencari makan dari situ. Hingga saat ini sudah sebulan para sopir tidak bekerja, tidak mendapatkan hasil dan ini berimbas terhadap beban hidup sopir dan keluarganya,” kata Audy.
Tak adanya pemasukan atau penghasilan dapat mengancam kehidupan para sopir, truk yang dicicil kredit yang menjadi fasilitas kerja terancam ditarik pihak bank, dikarenakan ketidakmampuan sopir untuk membayar kredit.
Selain itu, ancaman hidup terus menghantui para sopir. Tempat tinggal para sopir yang diangsur secara kredit maupun kontrakan tak mampu terbayarkan, anak sekolah disebabkan tidak ada biaya untuk bayar uang sekolah anak hingga para sopir terancam tidur dalam gelap gulita disebabkan ketidakmampuan sopir membayar listrik.
Efek domino lainnya, akibat ketidaktersediaan material galian C khususnya pasir uruk dan pasir cor di Kotim dapat berdampak terhadap terhentinya pelaksanaan kegiatan pembangunan proyek fisik pemerintah, terkendala terhentinya pembangunan property atau perumahan pada perusahaan swasta, terkendala atau terhentinya suplay kebutuhan material pasir uruk dan pasir cor bagi masyarakat umum. Terhentinya pekerja buruh kuli bangunan karena material bangunan yang tidak tersedia, bertambahnya pengangguran yang luar biasa disebabkan tidak adanya pekerjaan.
Sebelumnya, dua organisasi Gasmatik dan Persop siap mengurus izin sesuai dengan aturan yang ditetapkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Kendati, para pengusaha galian C meminta agar Pemkab Kotim dapat memfasilitasi dan memberikan kemudahan dalam proses pengurusan izin yang diketahui harus melalui sistem perizinan berusaha berbasis risiko atau dikenal dengan sebutan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA).
“Kami siap memenuhi pengurusan izin dan mengikuti aturan pemerintah. Tapi, kami meminta kepada Pemkab Kotim agar dapat memfasilitasi ketidaktahuan kami dalam proses pengurusan izin secara online. Mengurus izin bisa dikatakan mudah bagi mereka yang paham teknologi digital, tetapi bagi yang tidak paham maka ini akan menyulitkan kami,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan yang menyangkut ‘piring nasi’masyarakat harus segera diselesaikan. Selama penertiban usaha galian C dilakukan oleh aparat kepolisian pihaknya tak ingin mengambil risiko melakukan aktivitas.
“Kalau terus seperti ini, bisa menimbulkan efek domino yang berimbas terhadap proyek pemerintah terkendala, sopir menganggur, kuli bangunan enggak bisa kerja, toko bangunan sepi penjualan, harga tanah dan pasir melonjak tinggi,” ujarnya.
Pengusaha Angkutan Material Misnaji mengatakan sejak ditertibkannya usaha galian C oleh jajaran aparat kepolisian, ribuan unit truk di Kotim terpaksa menghentikan aktivitas usaha galian C.
“Sudah 25 hari ini ribuan sopir truk menganggur enggak bisa kerja. Semua sopir dari Bangkal, Pelantaran, Samuda, Parenggean dan Sampit enggak bisa kerja,” kata Misnaji yang tergabung sebagai Anggota Gas Matic Gabungan Sopir Material Kalimantan ini.
Selama menganggur, para sopir tak melakukan aktivitas pekerjaan lain, karena kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan pekerjaan tersebut sebagai satu-satunya mata pencaharian memenuhi tuntutan kehidupan.
“Selama enggak kerja ini ya nongkrong saja kerjaannya. Imbasnya ini yang dikhawatirkan bayar kredit rumah macet, bayar mobil macet, biaya anak sekolah menunggak,” katanya.
“Hutang di warung kopi saja sudah Rp 100 ribu belum terbayar,” sahut Safari, Pengusaha Galian C.
Tak hanya itu, terhentinya aktivitas galian C berdampak terhadap penjualan harga pasir. Jika dalam kondisi normal pasaran ke pelanggan untuk pasir putih dijual dikisaran Rp 600-700 ribu per rit, kini sudah mengalami kenaikan menjadi Rp 1-1,2 juta per rit.
“Sopir ngeluh, pelanggan ngeluh. Sekarang harga per kubiknya saja sudah Rp 150 ribu ngambil ke lokasi. 1 rit bisa masuk 5-6 kubik, tinggal kalikan saja. Biasanya pasir Bangkal pasarannya Rp 600-700 ribu diantar ke rumah pelanggan, sekarang naik Rp 1-1,2 juta per rit,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Persop Kotim Malik melalui Anggotanya Sumarno menuturkan persoalan ini dikhawatirkan berdampak terhadap lambatnya pembangunan di Kotim.
“Tidak hanya pembangunan yang terhambat, masyarakat kelaparan kehilangan mata pencaharian,” kata Sumarno.
Keresahan itu begitu nampak dari raut wajah Marno, dirinya tak ingin persoalan ini tak selesai.
“Saya berharap kedepannya tidak ingin persoalan seperti ini terulang lagi. Kalau bisa minggu edpan Pemda bisa memberikan rekomendasi untuk dua pengusaha galianc agar bisa tetap bekerja. Kalau sampai 10 hari lagi enggak kerja, rumah saya sudah gelap gulita, enggak sanggup bayar pulsa listrik,” kata Marno.
Mulyadi Pengusaha Galian C lainnya mengaku siap membantu membuka lahan seluas 14 Ha di Jalan Jenderal Sudirman KM 14-15.
“Saya siap membantu membuka lahannya dan siap mengurus izin. Kapan waktunya, saya masih nunggu kebijakan dari pemerintah,” pungkas Mulyadi. (hgn/yit)