Potensi sumber daya alam di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sangat besar, terutama dari sektor perkebunan kelapa sawit. Dalam setahun, Kotim mampu mengirim sekitar sembilan juta ton minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/ CPO). ”Menurut data yang kami pegang, dalam setahun Kotim mengirimkan sekitar sembilan juta ton. Itu belum termasuk hasil sawit lainnya, seperti kernel, bungkil, miko, cangkang, dan lainnya,” kata Bupati Kotim Halikinnor, Senin (13/12).
Halikinnor menuturkan, potensi tersebut akan menjadi kenyataan untuk menambah pendapatan daerah. Hal itu setelah mencermati pembahasan Undang-Undang Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
Halikinnor mengakui selama ini daerah hanya gigit jari melihat CPO yang keluar dengan kapal tongkang tersebut. Sebab, daerah tidak mendapatkan bagi hasil yang sesuai. ”Selama ini kan ditarik ke pusat dan dikembalikan melalui DAK (dana alokasi khusus),” ujarnya.
Halikinnor menyambut baik hadirnya regulasi yang baru untuk mengatur keseimbangan antara keuangan daerah penghasil sumber daya alam yang selama ini hanya dijadikan dana alokasi umum tersebut.
”Kami suarakan melalui Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia, Red). Dengan peraturan yang baru ini, ada perhitungan khusus untuk daerah penghasil. Kalau hal demikian, sektor pendapatan Kotim akan meningkat,” katanya.
Halikinnor melanjutkan, pengusaha kelapa sawit di Kotim sejatinya berniat berkontribusi dalam bentuk sumbangan pihak ketiga. Namun, secara hukum masih belum ada regulasi yang mengaturnya. Dia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Daerah Kotim Nomor 5 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotim, kabupaten ini terbagi 17 kecamatan, 168 desa, dan 17 kelurahan dengan luas 16.796 km.
Peruntukan lahan perkebunan seluas 581.183,5 hektare. Sebagian besar lahan yang diperuntukkan kegiatan perkebunan sudah dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dan investor perkebunan, khususnya kelapa sawit.
Halikinnor mengungkapkan, perkebunan kelapa sawit di Kotim bukan hanya terluas di Kalteng, tetapi juga di Indonesia untuk kategori kabupaten dan kota, yaitu 551.000 hektare. Melalui kebijakan baru tersebut, Halikinnor optimistis akan menambah sumber pembiayaan pembangunan daerah.
”Mudah-mudahan cepat diberlakukan. Saya menargetkan APBD kita pada akhir periode kepemimpinan kami tahun 2024 nanti minimal sudah mencapai Rp 3 hingga Rp 4 triliun. Seimbang dengan APBD Provinsi Kalteng,” kata Halikinnor. (ang/ign)