Aksi demonstrasi yang digelar ratusan warga Desa Ramban, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, di Kantor DPRD Kotim, dipenuhi luapan emosi, Kamis (20/1). Warga menuntut proses hukum terhadap perkebunan kelapa sawit PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) yang dinilai ilegal. Selain itu, mendesak agar warga yang ditangkap karena dituduh mencuri sawit agar segera dibebaskan. Massa yang awalnya berkumpul di Taman Kota Sampit, bergerak menuju halaman Kantor DPRD Kotim di Jalan Jenderal Sudirman Km 1.
Mulanya aksi berjalan lancar. Suasana berubah ketika perwakilan unjuk rasa diterima unsur pimpinan DPRD Kotim. Perwakilan peserta demo geram karena legislator dinilai tidak bisa memberikan kepastian jadwal rapat dengar pendapat (RDP) antara demonstran dengan pihak perusahaan.
Peserta unjuk rasa juga menuntut tindakan tegas aparat penegak hukum terhadap PT MJSP yang dituding melakukan aktivitas secara ilegal sejak 2008. Selain itu, pihaknya juga meminta aparat kepolisian mengeluarkan sembilan warga Desa Ramban yang ditahan dengan tuduhan pencurian buah kelapa sawit. ”Kami keberatan atas keberadaan PT Menteng Jaya Sawit Perdana yang diduga kuat tidak berizin. Kenapa sekian puluh tahun dibiarkan beraktivitas? Kami minta mereka ditindak tegas. Jangan membuat masyarakat jadi korban dan dipenjara,” ujar Karliansyah, koordinator aksi.
Menurut Karliansyah, PT MJSP berlindung di belakang kelompok tani. Perusahaan itu dituduh menggarap kawasan hutan tanpa proses pelepasan. Wilayah yang digarap dan ditanami pohon sawit merupakan areal kawasan hutan produksi.
”Kami minta perusahaan itu ditutup, karena memang diduga tidak ada izinnya,” ujar Karliansyah. Tak lama setelah orasi, perwakilan unjuk rasa diizinkan masuk menemui Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson dan Wakil Ketua I Rudianur. Dalam pertemuan itu, suasana bukannya makin mereda, namun justru memanas. Karliansyah geram karena DPRD Kotim tak bisa memberikan kepastian jadwal RDP untuk mengupas tuntas permasalahan tersebut.
”Kami mau cepat, karena ini bersangkutan dengan penderitaan masyarakat Ramban yang tertindas. Jangan biarkan berlarut. Kami tidak akan pulang kalau RDP tidak secepatnya dijadwalkan,” teriak Karliasyah. Teriakan tersebut keluar setelah mendengar perkataan Rinie yang menyatakan, untuk menentukan RDP harus dirundingkan dan mengundang perusahaan yang berkaitan dengan tuntutan itu. ”Kami (DPRD, Red) tidak bisa langsung menentukan, karena harus mengundang orang-orang yang berkaitan,” ujar Rinie yang diamini Rudianur. Apabila RDP tidak ditentukan dengan cepat, Karliansyah mengancam akan membawa massa lebih besar.
”Atau saya bawa seluruh anggota LSM Batang Hagatang se-Kalteng, Kami akan menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara kami sendiri,” ujarnya. Meski sempat adu mulut, namun tidak sampai menimbulkan konflik baru. Para wakil rakyat kemudian masuk ke dalam ruangan untuk berunding meninggalkan para demonstran. (ang/ign)