SAMPIT – Terungkapnya penipuan jual-beli lapak pasar dengan tersangka, AS, menguak sejumlah fakta lainnya. Terduga mafia pasar tersebut menjadi perantara setoran lapak sejumlah pedagang Pasar Mangkikit pada pengembang. Pedagang menuntut kejelasan uang yang mereka bayar.
Mencuatnya kasus tersebut membuat sejumlah pedagang Pasar Mangkikit cemas. Pasalnya, mereka telah menyetorkan sejumlah uang tebusan lapak melalui AS saat masih aktif menjabat di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pasar (Disperdagin) Kotim demi mendapatkan lapak di bangunan baru Pasar Mangkikit.
”Banyak pedagang yang sudah menyetor kepada AS saat dia aktif dulu. Nominalnya beragam. Apakah itu disetor ke PT Herald Eranio Jaya (pengembang) atau tidak. Kalau tidak disetor, ini bahaya,” kata Ahmad Sholeh, Ketua Persatuan Pedagang Pasar Mangkikit, Jumat (4/2).
Ahmad Sholeh menuturkan, AS sebelumnya merupakan pejabat yang menangani urusan pasar, sehingga urusan setoran uang tebusan lapak pedagang tersebut melalui yang bersangkutan. Meski demikian, pihaknya berharap uang setoran lapak yang sudah dibayar melalui AS bisa dipertanggungjawabkan.
”Semoga saja uang yang disetorkan pedagang itu tidak termasuk dalam yang bermasalah ini,” kata Sholeh.
Menurut Sholeh, ratusan pedagang yang menyetorkan uang nominalnya beragam. Mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Dana itu disetor beberapa tahun silam.
”Ada ratusan juga pedagang yang menyetor, karena memang itu dulu dibebankan kepada pedagang pasar untuk bisa mendapatkan los atau lapak,” katanya.
Informasi dihimpun Radar Sampit, sejumlah pedagang Pasar Mangkikit yang menyetorkan uang muka nominalnya mulai dari Rp 750 ribu hingga Rp150 juta. Hingga kini nasib setoran itu tak jelas, seiring mangkraknya bangunan Pasar Mangkikit. Pedagang telah menagih agar uang itu bisa dikembalikan.
AS sebelumnya menjadi tersangka dalam perkara penipuan jual-beli lapak di pasar Jalan Ahmad Yani, Sampit. Uang milik pedagang yang ditarik untuk membayar los pasar yang dijanjikan tidak jelas. Kerugian yang dialami korban mencapai ratusan juta rupiah.
Kuasa hukum AS, Bambang Nugroho, mendesak polisi tidak hanya menyeret AS sebagai tersangka. Apalagi menurut kliennya penarikan uang tidak dilakukan atas inisiatifnya sendiri, namun atas perintah dan restu pimpinan di atasnya.
Bermain Sendiri
Sementara itu, Kepala Disperdagin Kotim Zulhaidir mengaku tak tahu pasti jumlah pedagang yang menyetor pada AS. Namun, nilai pundi-pundi uang dari hasil transaksi jual beli lapak dengan pedagang itu mencapai lebih dari setengah miliar.
”Berapa banyak pedagang yang menyetorkan uang saya belum tahu pasti. Kemungkinan ada 20-an orang. Hanya saja, satu orang itu ada yang mengambil sepuluh kios, bahkan lebih. Mereka tak tahu semua lapak itu kan bukan lapak kosong, tetapi sudah ada isinya,” kata Zulhaidir.
Dia mencontohkan di Pasar Eks Mentaya Teater di Jalan Ahmad Yani. Pemkab Kotim telah melakukan relokasi pedagang khusus bagi pedagang lama yang berjualan di Pasar Eks Mentaya dan pedagang yang berjualan disekitar lokasi Taman Kota Sampit.
Dari data, pedagang yang menyetorkan bukan pedagang lama, melainkan pedagang baru yang ingin membangun usaha dengan niat ingin membeli lapak di tempat yang sudah ada pemiliknya.
”Pedagang ingin mencari lokasi yang strategis dan nyaman. Oknum memanfaatkan kesempatan itu, lalu terjadilah tawar-menawar yang dilakukan person to person dan itu tidak melibatkan instansi (Disperdagin),” tegasnya.
Zulhaidir menambahkan, tindakan oknum yang jelas-jelas menyalahi kewenangan sebagai ASN itu diketahuinya setelah satu per satu pedagang mendatangi Kantor Disperdagin Kotim untuk menuntut lapak yang sudah dibayarkan ke oknum tersebut.
”Ada keluhan dari pedagang. Ada yang datang ke rumah, bahkan ada yang sampai sakit-sakitan karena sudah membayar setoran lapak dengan jumlah yang cukup besar. Dari situ baru ketahuan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, relokasi pedagang untuk menempati lapak/kios tersebut dilakukan tanpa dikenakan biaya, namun harus melalui pengundian. ”Semua lapak itu nol persen, alias gratis. Asalkan dapat dibuktikan pedagang lama dan benar-benar memanfaatkan lapak untuk berjualan. Prosesnya juga dilakukan transparan melalui pengundian yang dihadiri instansi dan aparat kepolisian,” ujarnya.
Namun, faktanya, satu kios atau lapak dijual seharga Rp 15-20 juta per lapak oleh oknum. Puluhan pedagang yang menjadi korban oknum AS itu pun tak jelas nasibnya.
”Sebagian informasinya ada yang sudah dikembalikan. Berapa banyak pedagang yang menyetor, berapa besaran nilai jual belinya saya tidak pegang datanya,” ujarnya.
Sebelum kasus tersebut mencuat, pihaknya berkali-kali diminta aparat kepolisian untuk melakukan langkah mediasi kepada kedua belah pihak. ”Saya katakan ini tidak bisa dimediasi, karena dilakukan dari orang ke orang. Kalau itu mengatasnamakan instansi seperti persoalan Pasar Mangkikit itu, pemerintah pasti turun tangan. Karena ada perjanjian, surat resmi, ada aturan mainnya. Selama pedagang mengikuti aturan, uang pedagang aman,” tuturnya.
Lebih lanjut Zulhaidir mengatakan, terkait persoalan Pasar Mangkikit yang hingga bertahun-tahun mangkrak, pedagang yang berjumlah 500-an orang itu sebagian besar sudah menyetorkan pembayaran lapak melalui rekening bank atas nama PT Heral Eranio Jaya.
”Nanti seluruh pedagang yang sudah setor melalui bank itu akan dikembalikan. Pemkab Kotim menginginkan itu nol (tidak ada pembayaran), sehingga tidak ada lagi pemiliknya. Setelah itu baru ditata ulang dan kami diskusikan lagi bersama pengurus pasar,” ujarnya.
Sama seperti Pasar Eks Mentaya, Pasar Mangkikit bukanlah lapak kosong. ”Di Pasar Mangkikit ini sama seperti di Pasar Eks Mentaya. Setiap lapak bukan lapak kosong, semua ada pemiliknya. Pedagang lama yang dulunya berjualan di tengah, di pinggir, di depan, di samping akan dikembalikan seperti semula,” ujarnya.
Persoalannya, ada sebagian pedagang yang tidak paham aturan dan menyetor melalui AS yang kini mendekam di tahanan Polres Kotim. ”Oknumnya yang itu juga orangnya. Diberikan kuitansi pembayaran. Itu yang repot. Jadi, pemerintah hanya akan mengakomodir pedagang yang membayar melalui rekening bank dan sesuai aturan,” ujarnya.
Dia menekankan, uang yang disetorkan sejumlah pedagang tersebut masih ada dan belum dikembalikan. ”Pedagang yang nyetor ke bank duitnya ada. Semuanya belum dikembalikan. Nanti semua akan dikembalikan, sehingga tidak ada lagi yang merasa memiliki lapak. Setelah itu kami tata kembali dengan melibatkan pengurus pasar,” tandasnya. (ang/hgn/ign)