Ratusan ekor ternak babi milik masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sakit-sakitan hingga banyak yang mati. Hal tersebut diduga disebabkan merebaknya virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Menyebarnya virus ASF di Kotim diketahui setelah warga asal Desa Tanjung Jorong, Kecamatan Tualan Hulu, pada Desember 2021 lalu melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pertanian Kotim, bahwa sekitar 50 ekor babi milik warga mati perlahan. Hal serupa juga terjadi di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu.
Pada Januari 2022 lalu, dilaporkan ada 60 ekor babi mati. Disusul Februari 2022 di Desa Tumbang Boloi, Kecamatan Telaga Antang yang dilaporkan 50-an ekor babi mati. Kematian terbanyak terjadi di Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, sekitar 150 ekor babi. ”Serangan virus ASF ini sudah terjadi sekitar Desember 2021 lalu. Seperti di Luwuk Bunter, awalnya laporan yang mati hanya sepuluh ekor, sekarang sudah 160 ekor babi yang dilaporkan mati,” kata Kepala Dinas Pertanian Kotim Sepnita melalui Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kotim Endrayatno.
Setelah mengetahui banyaknya babi milik warga yang mati, pihaknya melakukan investigasi dan menurunkan petugas di Telaga Antang untuk melakukan pengecekan dan pemeriksaan kondisi ternak dan keadaan kandang. Endrayatno mengatakan, serangan virus ASF mulanya terjadi di Medan, Provinsi Sumatera Utara, sekitar awal 2021 lalu. Virus itu kemudian merebak di sejumlah kabupaten di Kalteng, seperti Kabupaten Gunung Mas, Kapuas, dan Palangka Raya sekitar September 2021 lalu.
”Untuk mencegah penyebaran virus ASF agar tidak meluas sampai Kotim, petugas Dinas Pertanian Kotim telah mengambil sampel air di Desa Tanjung Jorong pada Desember 2021 untuk diuji ke UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Palangka Raya. Hasil yang diuji negatif. Setelah itu kami lakukan pengujian sampel kedua di Desa Pelantaran dan Kota Sampit. Babi ternak milik warga di dua lokasi itu hasilnya positif terserang virus ASF,” ujarnya. Dari pemantauan petugas di Dinas Pertanian Kotim, rata-rata babi yang mati berusia 3-10 bulan ke atas. Dengan masa inkubasi penularan sekitar 15 hari. ”Lamanya penularan tergantung kekebalan tubuh hewan,” katanya.
Kendati virus ASF ganas dan dapat mematikan babi, lanjutnya, virus itu tidak menular ke hewan lainnya dan tidak membahayakan manusia. Namun, virus ASF sangat mudah menyebar tanpa disadari. Virus dapat bertahan pada benda selama berbulan-bulan, seperti pakaian dan peralatan lain yang digunakan peternak yang terpapar virus ASF. ”Virus ASF dapat menular dari manusia yang membawa virus bisa dari sepatu, pakaian, kendaraan, dan lain-lain yang dikenakan pekerja kandang. Tetapi, virus ini tidak berbahaya dan tidak menular ke manusia,” jelasnya.
Endra mengimbau masyarakat yang beternak babi segera melaporkan ke Dinas Pertanian Kotim apabila ditemukan tanda atau gejala yang dialami babi, seperti demam tinggi di atas 41 derajat celcius, kemerahan pada kulit, terutama moncong dan telinga, sesak napas, dan mati mendadak.”Virus ASF dapat menyerang semua umum babi, baik jantan maupun betina. Saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus yang dapat mengobati virus ASF. Tetapi, virus ini dapat dicegah dengan menjaga makanan dan minuman yang dimakan babi, menjaga kebersihan kandang, mengisolasi babi yang sakit, dan laporkan ke kami apabila ditemukan babi yang sakit ataupun sudah mati, sehingga kami dapat segera turun ke lapangan memeriksa dan melakukan pendataan,” tandasnya. (hgn/ign)