SAMPIT-Sengketa lahan antara warga dengan PT Karya Makmur Abadi (KMA) di Kotawaringin Timur (Kotim) menjadi sorotan. Puluhan hektare (ha) lahan warga di Kecamatan Mentaya Hulu yang terdapat kayu langka seperti ulin, karet, rotan, tanaman buah durian, manggis, duku, dan buah lokal lainnya diratakan menggunakan alat berat. Proses penyelesaian konflik yang dinilai lamban, membuat warga kehilangan lahan.
Konflik lahan yang berkepanjangan itu terjadi antara Kusnadi dengan PT KMA. Lahan milik mantan kepala sekolah (kasek) di Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu itu digarap oleh PT KMA. Lahan tersebut seluas 26,4 ha dan 2,1 ha.
Permasalahan yang terkesan berlarut-larut dan tak kunjung beres antara warga vs PT KMA ini membuat wakil rakyat di DPRD Kotim bereaksi. Sekretaris Komisi I DPRD Kotim H Ardiansyah meminta pihak perusahaan yang bergerak di sector perkebunan kelapa sawit itu segera membereskan konflik dengan warga di wilayah sekitar perkebunan.
“Kami minta pihak PT KMA segera menyelesaikan permasalahan lahan warga yang digarap itu. Menurut penuturan warga, PT KMA menggarap lahan tersebut tanpa ada ganti rugi. Bahkan semua tanaman yang ada dalam lahan tersebut habis dibabat,” ucap Ardiansyah kepada Kalteng Pos, Kamis (3/11).
Ia mengatakan, selama ini PT KMA sering terlibat masalah dengan warga. Karena itu pihaknya mengingatkan manajemen PT KMA agar tidak lagi menggarap lahan warga sebelum ada ganti rugi.
“Terkadang tanah itu benar-benar milik warga tapi masuk HGU. Secara aturan sebagai pemilik HGU, perusahaan berhak untuk mengelola. Namun seharusnya sebelum HGU dikeluarkan, dilakukan pengecekan perihal kepemilikan lahan itu,” ujar Ardiansyah.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga meminta pihak perusahaan secara bijak melihat bahwa tidak semua plotting atau perencanaan HGU itu benar. Sebab, ada saja perusahaan mengarap lahan warga. Bahkan sertifikat tanah sudah dimiliki warga sebelum masuknya perusahaan. Namun akhirnya lahan mereka justru masuk dalam HGU.
“Kami meminta secara tegas kepada PT KMA untuk segera menyelesaikan permasalahan atau sengketa tersebut serta meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim melakukan pemetaan dan pengukuran ulang,” tegas Ardiansyah.
Lebih lanjut ia mengatakan, pemerintah kecamatan, kelurahan, dan desa diyakini mengetahui persis kondisi dan status lahan di wilayah masing-masing. Karena itu sangat diharapkan laporan yang jujur dan valid kepada pemerintah kabupaten, karena laporan tersebut menjadi dasar dalam proses perizinan selanjutnya. Pihaknya menilai camat, lurah, dan kepala desa mempunyai peran penting untuk mencegah munculnya sengketa lahan dengan teliti dalam hal perizinan.
“Camat, lurah, dan kepala desa harus jujur. Kalau lahan itu memang clear atau tidak bermasalah, ya katakan tidak ada masalah. Tapi kalau tanah itu masih ada masalah, katakan saja itu belum beres. Jangan hanya diam. Kasian warga yang punya ha katas lahan,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PT KMA dituding menggarap lahan warga tanpa adanya ganti rugi. Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Dewan Ada Dayak (DAD) Kotim untuk penyelesaian. Kusnadi selaku pemilik lahan mengatakan, lahan yang telah digarap secara brutal oleh pihak PT KMA tanpa adanya ganti rugi merupakan lahan yang sudah dikuasai keluarganya secara turun-temurun. Karena tidak ada lagi tempat untuk mengadu, ia pun memutuskan melaporkan masalah itu ke lembaga adat setempat.
Sejauh ini pihak perusahaan masih bungkam. Ketika coba dihubungi Kalteng Pos, belum ada jawaban dari pihak perusahaan. Rencananya mediasi terkait sengketa lahan ini akan digelar oleh DAD Kotim pada Senin (7/11), dengan menghadirkan kedua belah pihak yang bersengketa. (bah/ce/ala)